Kenali dan Hindari Vampir Energi

in #steempress4 years ago

Kenali dan Hindari Vampir Energi


Kemarin, tidak sengaja mendapati status Mbak Echi yang tinggal di ibukota, dalam sosmednya ia membicarakan soal maling listrik.


“Ayo siapa yang suka nyolong listrik, ingat PLN ngga mau rugi loh. Kerugian PLN dibagi ke beberapa orang pengguna listrik dan mereka yang harus membayar kecurangan kalian, yang pastinya kalian nggak tahu siapa saja yang menanggung kecurangan kalian yang suka nyolong listrik... Ingat semua yang kamu lakukan di dunia ada yang harus dipertanggung jawabkan di akhirat...” begitu bunyi statusnya.

“Kalo yang nyolong listrik mungkin tidak mampu bayar, masih sedikit kita maklumi, tapi kalo yang mampu, bagaimana ya....?” lanjut dari bunyi status Mbak Echi.

Saya tidak mengomentari. Tapi dalam hati betanya-tanya, benarkah PLN membebankan (kalau misal ada) kerugian yang diakibatkan oleh segelintir orang, kepada pelanggan pada umumnya?

Teringat akan kegaduhan di Twitter dengan permasalahan yang hampir sama. Ada banyak kicauan yang secara tidak langsung menyatakan : “Bahwa listrik gratis untuk golongan 450 dan 900 kWh selama 3 bulan itu hasil dari kenaikan tarif listrik dari saudaramu yang lain, bukan dari pemerintah. Setelah corona selesai, tarif listrik tetap naik ... “

Saya kembali dihinggapi rasa penasaran. Kok bisa banyak sekali orang mengeluhkan tarif listrik naik yang gila-gilaan disertai asumsinya masing-masing.

Tidak lama mata saya disepetkan lagi dengan status teman yang sudah saya anggap keluarga, Mas Krishna Adi. Di statusnya Mas Krishna mempertanyakan:

“Apa tarif listrik naik ya... Dulu 200 rb bisa buat 17 hari. Sak iki cuma cukup10 hari. 200.000 x 3 =600.000 (30 hari). Padahal pemakaian sama, gak ada tambahan elektronik baru. Dan masa pakainya juga sama AC, kulkas, mesin cuci, dispenser, magic com, mesin air minum, tv, cctv, aquarium, kipas.” Katanya.

Saya jadi kepikiran. Di rumah kebetulan menggunakan listrik pascabayar peninggalan mertua dengan daya 450. Alhamdulillah, sudah dua bulan tidak bisa membayar karena diblokir alias mendapatkan listrik gratis. Tapi bukan berarti lantas saya tidak mau tahu akan tarif listrik yang meningkat dialami teman dan saudara lainnya. Karena itu saya coba cari informasi, bicara dengan Mas Krisnha, dan “mengintip diam-diam” kenapa bayaran listriknya sampai bisa melonjak?

Secara kita tahu, PLN sudah menyatakan secara terbuka jika pihaknya tidak kenaikan tarif listrik (apalagi secara diam-diam) seperti yang dibicarakan banyak orang. Lalu kenapa bisa naik pembayarannya?

Kepenasaran ini membuat saya antusias untuk mengikuti talkshow Ruang Publik serial perubahan iklim episode pertama dengan materi “Bijak Pakai Energi di tengah Pandemi” yang diadakan oleh Radio KBR 68H.

Dalam talkshow episode 1, Jumat 15 Mei 2020, pkl 09-10 WIB dibahas jika pandemi Covid-19 mengharuskan kita menghindari kerumunan. Ini mau gak mau bikin pola hidup dan aktivitas kita lebih banyak dilakukan di rumah. Akibatnya, seperti yang disampaikan narasumber Verena Puspawardani, selaku direktur program Coaction Indonesia, banyak aktivitas kita yang dilakukan siang malam di rumah. Dan itu yang membuat energi terus bekerja. Bukan hanya energi listrik dan gas tetapi juga termasuk air yang juga terus terkuras.

Hal itu sejalan dengan pernyataan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang juga melaporkan adanya peningkatan konsumsi listrik rumah tangga dan gas dalam beberapa bulan terakhir ini.

Aktivitas seluruh anggota keluarga kita saat ini kan emang banyak di rumah. Pemakaian listrik, gas dan air tentu saja lebih sering dibandingkan beberapa bulan sebelum pandemi. Sementara PLN mengambil data untuk tarif pembayaran listrik dari rata-rata pemakaian beberapa bulan sebelumnya.

Mungkin kita merasa aktivitas biasa saja, tidak ada perubahan, seperti yang diungkapkan Mas Krisnha tadi dalam statusnya, tapi bagaimana dengan anak-anak dan anggota keluarga lain?


Hemat energi. Matikan listrik ketika tidak dipakai.

Karena itu kita harus waspada terhadap vampir-vampir yang selalu siap menghisap energi di rumah kita kapan saja seperti yang disampaikan Penasihat Komunitas Earth Hour Kota Cimahi, Andrian Pramana, dalam talkshow Ruang Publik Radio KBR. Perlu adanya kesadaran dari setiap anggota keluarga supaya vampir yang mengisap energi kita setiap hari itu bisa diminimalisir.

Bekerja dari rumah (WFH), belajar dari rumah dan beribadah dari rumah tentunya berimbas pada meningkatnya pemakaian listrik yang digunakan di rumah. Karenanya banyak yang mengeluhkan adanya kenaikan tagihan listrik.

Padahal seperti diberitakan Kompas.com (3/5/2020) PLN menjelaskan, adanya peningkatan tagihan rekening listrik pada pelanggan rumah tangga, lebih disebabkan oleh meningkatnya penggunaan masyarakat akibat adanya pandemi virus corona.


Sumber pln.go.id

Setelah berhasil mengetahui keadaan di balik layar keluarga Mas Krisnha, saya hanya bisa menarik nafas. Bukan mau membandingkan, tapi mungkin dari segi gaya hidup saja, memang sudah jauh berbeda.

Saya memang menikmati fasilitas listrik gratis yang disubsidi pemerintah selama dua bulan terakhir ini. Tapi meski demikian, saya dan keluarga tidak semena-mena menggunakannya apalagi sampai menghambur-hamburkan. Boleh percaya atau tidak, jauh sebelum adanya pandemi, saya dan suami sudah menerapkan pola hidup hemat khususnya terhadap energi listrik dan air.

Saya dikatakan “ibu akan keluar tanduknya” kalau mendapati orang yang lupa mematikan lampu listrik saat selesai dari kamar mandi oleh anak-anak mengaji saking ketatnya saya menerapkan aturan kepada anak santri kalau mereka harus hidup hemat. Ya, itu karena saya sangat merasakan bagaimana susahnya ketika tidak ada listrik. Beberapa tahun lalu, anak mengaji masih berteman dengan lampu minyak, lampu petromax dan lilin karena listrik yang masuk ke desa kami masih byar pet alias antara ada dan tiada. Maka ketika Pemerintah memperbaiki semuanya, jangan sampai semua fasilitas itu dibuang-buang percuma apalagi disalahgunakan.

Saya dan keluarga sudah menerapkan banyak cara dalam menghemat energi listrik pada khususnya. Seperti:

Aturan Penggunaan Listrik


Meski tinggal di kampung, namun udara sekitar sudah tidak sesejuk keasliannya. Maka dari itu saya atau suami selalu membuka jendela lebar-lebar sejak pagi supaya udara segar masuk, dan suasana rumah jadi tidak terasa panas. Tidak harus menyalakan AC (karena kami memang tidak punya) ataupun kipas angin. Lampu listrik pun segera dimatikan karena saat jendela terbuka, sinar matahari bisa membantu menerangi ruangan secara alami.

Selain itu, kami menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk mengeringkan pakaian. Sampai saat ini, kami tidak memiliki mesin cuci. Bukan tidak mampu beli tapi karena memang komitmen saya dan suami Jika kami masih bisa meminimalisir kenapa harus berlebihan?

Hindari Pemborosan Listrik


Dulu sebelum sarana dan prasarana memadai sampai ke desa, warga menggunakan lampu pijar sebagai penerangan. Kini hampir di setiap rumah sudah menggantinya dengan lampu LED yang diyakini bisa lebih menghemat energi.

Di rumah kami memiliki sumber air sumur yang bersih dan jernih. Meski ada pompa listrik, tapi suami sesekali tetap menggunakan ember timba untuk memenuhi bak mandi. Selain katanya sarana olahraga, juga untuk tidak memanjakan diri dan tidak ketergantungan saat listrik mati.

Ketika kemajuan jaman sudah tidak bisa dihindari maka kita bisa menjalaninya dengan penuh kedisiplinan. Susah mungkin jika belum terbiasa. Tapi sejak dini kami selalu menerapkan aturan kepada anak supaya menggunakan apapun sesuai takarannya.

Sekarang ini contoh nyata nya di rumah kami, setiap selesai mengikuti pembelajaran dari rumah di televisi anak wajib mematikan tivi, dengan menekan tombol switch off ya, bukan hanya dibiarkan dalam kondisi stand by.


Belajar di rumah. Pastikan switch off televisi setelah selesai belajar. Hemat energi, hemat biaya.

Bahkan jika saya atau suami menemani anak di rumah, kabel alat elektronik yang tidak terpakai selalu kami cabut dari stop kontaknya. Dengan demikian, kita bisa menghemat 5-10% dari anggaran listrik setiap tahunnya. Cukup besar, bukan? Kini anak pun sudah tahu saat selesai charge ponsel, kabel chargenya langsung ikut dicabut dari stop kontaknya.


Bisa dibayangkan jika keluarga yang memiliki beberapa anak dengan jenjang pendidikan berbeda. Dipastikan televisi dari pagi sampai sore dan bahkan malam terus menyala. Berapa kWh yang akan dihabiskan?

Penggunaan secara bijak alat elektronik ini mungkin dianggap sepele, tapi tahukah sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit? Satu dua alat elektronik tidak bijak dipergunakan maka lama-lama akan mengisap banyak energi listrik seperti vampir yang terus menggerogoti energi mangsanya. Saat itulah kiranya kita bisa mengenali dan mengendalikan diri dalam penggunaan sumber energi.

Ketika semuanya kita lakukan dari rumah, penggunaan energi listrik tidak bisa kita hindari, namun bukan berarti kita tidak bisa menghematnya, bukan?

Terlepas dari mendapat subsidi atau tidak dalam pembayarannya, menghemat energi adalah sudah kewajiban bagi semua orang. Demi kelangsungan kehidupan yang lebih baik bagi anak dan cucu kita kelak. Bijak menggunakan energi di tengah pandemi adalah sebuah pilihan. Maka ketika tarif listrik naik mencekik, tidak perlu melihat kiri kanan untuk menangkap vampir nya, cukup perbaiki saja pemakaian listrik di rumah sehemat mungkin. Maka dengan sendirinya vampir pengisap energi itu akan binasa.


 

Saya sudah berbagi pengalaman soal climate change. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini


Posted from my blog with SteemPress : http://tehokti.com/kenali-dan-hindari-vampir-energi.html

Sort:  

Sebuah Informasi yang sangat bermanfaat untuk di baca👍😁

Intruksi yang sangat bermanfaat