Marudok adalah makhluk rekaan yang tinggal di langit. Dalam bahasa Indonesia, Marudok lebih kurang berarti "Induknya mendung". Langit yang tertutup awan hitam, semuanya lahir dari Marudok. Ia merupakan gumpalan awan yang menyendiri setelah melahirkan mendung-mendung. Dari mulutnya yang bergigi tajam, kelak akan lahir cerita-cerita tentang perang di bumi, huru-hara dan hura-hura elit penguasa bumi.
Perang dan perseteruan merebut kekuasaan akan tervisualisasi nantinya dengan dibumbui plesetan-plesetan, satir dan bahkan sarkas. Marudok sebenarnya bersahabat meski pun menakutkan.
Gumpalan di sekujur tubuh awannya, berlimpah narasi, bermuatan realiti. Dari Aceh sampai pusatnya Indonesia. Semua akan tervisualisasi dan tersusun dalam paragraf demi paragraf. Marudok, sekali lagi, seram terlihat dari luar. Ia menghibur sekaligus meneror.
Saya senang merancang marudok yang terinspirasi dari gumpalan awan. Saya percaya Marudok adalah sahabat bagi semua orang nantinya. Di mana, mendengar penjabarannya tentang politik dan sejarah yang simbolik dan ilustratif plus komikal, akan menghibur dan seakan-akan serius.
Namanya juga makhluk langit. Dari bumi pasti indah dipandang apalagi disapu cahaya matahari pagi dan senja hari.
Yang indah-indah tak semuanya dilarutkan puisi. Hingga kita mabuk dan sunyi. 'indah' bagi Marudok adalah konkret dan mudah ditemui dalam kejadian sehari-hari. Dari asmara muda-mudi sampai kenakalan politisi.
Marudok belum sepenuhnya jadi. Ia masih harus melalui tahap gonta-ganti wujud dan sentuhan akhir. Tapi, demi tak mudah lupa, saya mencatatnya di @steemit sebagai arsip ingatan jika besok lusa ingin memakainya.
Posted from my blog with SteemPress : http://marxause.kanotbu.com/index.php/2018/11/20/m-a-r-u-d-o-k/
Jangan sampai tertipu Mareudok karena kata mendiang Nike Ardila dan Deddy Dores mendung tak berarti hujan. ha ha ha meualon habeh
Hahaaaa...that na teuh, bang. Gara2 lagu nyan, jadeh han jadeh ujeun.