BUKU KESAYANGAN KAKEK DAN HAL-HAL YANG TIDAK DICATAT OLEH SEJARAH

in #aceh6 years ago

<br/

BUKU KESAYANGAN KAKEK DAN HAL-HAL YANG TIDAK DICATAT OLEH SEJARAH


Setiap kejadian dalam hidup ini ternyata sangat berharga. Kita bisa kehilangan uang dan mendapatkan kembali, kita bisa kehilangan apapun dan mendapatkannya kembali. Tapi jika kita kehilangan waktu, kita tak dapat mendapatkan waktu tersebut lagi. Orang bilang, ketuaan adalah sumber kebijaksanaan. Bisa jadi benar karena dia telah menjalani banyak kejadian dalam hidup. Setiap pilihan yang kita lakukan dalam hidup, membuat kita tak hanya lebih berpengalaman tapi juga menguji tujuan hidup kita. Ini adalah cerita ketika Abu masih muda, tentang bagaimana kejadian tersebut mempengaruhi hidup. Seiring kita bertambah dewasa maka tanpa disadari semakin banyak hal dilupakan, namun sesekali muncul pemantik yang memanggil masa-masa yang terlupakan itu seperti halnya mozaik-mozaik yang terangkai kembali dalam dimensi waktu yang berbeda. Itulah yang dirasakan ketika menemukan buku kesayangan kakek disebuah toko buku daring.

Akhir tahun delapan puluhan petani cengkeh sedang menikmati harga yang sangat baik, harga mencapai Rp. 7.000/perkilogram tapi kemudian nikmat itu dicabut. Paduka Yang Mulia H.M Soeharto demi puteranya yang tercinta Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, pada Desember 1990, Presiden Soeharto mendirikan BPPC (Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh) melalui Inpres (Instruksi Presiden) untuk menjalankan ekonomi monopoli. BPPC ini merupakan lembaga Negara yang memasarkan cengkeh produksi petani ke industri pengguna cengkeh, meskipun lembaga Negara, ajaibnya Tommy Soeharto berkuasa disana. Sebelum BPPC berdiri petani cengkeh bebas menjual langsung melalui KUD (Koperasi Unit Desa). Kebijakan monopoli ini segera merugikan petani, harga cengkeh yang dijual petani ke BPPC turun drastis menjadi Rp. 25/perkilogram. Tommy memaksa petani menjual cengkeh dengan harga sangat murah, lalu menjualnya ke pabrik rokok dengan harga sangat mahal. Banyak petani cengkeh bangkrut, termasuk keluarga kami. Tommy meraup keuntungan besar dan keluarga Cendana semakin kaya-raya diatas penderitaan orang lain.

Disaat ekonomi terjepit, kami pun tak memiliki ruang untuk membantah. Tahun 1989 pemerintah melaksanakan Operasi Jaring Merah (OJM) dan menjadikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM). Setiap protes adalah pembangkangan, setiap keluhan adalah pengkhianatan, pada saat itu tidak ada tempat mengadu kecuali Allah S.W.T. Siapa yang mengatakan bahwa orde baru adalah masa-masa yang menyenangkan? Jika saat ini kita mendengar beredarnya slogan-slogan : Enak zamanku toh? Piye kabare enak zamanku to? Atau tentang bagaimana enaknya zaman orde baru itu aman dan gampang cari makan! Abu punya satu pertanyaan, apa yang diwariskan rezim itu kepada rakyat Indonesia? Tidak ada! Selain budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Saat ini Indonesia semakin baik, meski tersendat dan terhambat, kita semua Abu yakini menuju kebaikan.


Buku kesayangan kakek berjudul RANGKAIAN Cerita Dalam ALQUR'AN oleh Bey Arifin; Penerbit: AL MA'ARIF.

Dalam kesusahan tentu ada nostalgia, sewaktu kecil, Abu paling suka dengan kisah para Nabi, dalam cerita-cerita tersebut terdapat banyak hikmah kehidupan. Disana terdapat jalan kebaikan, tergantung dengan keinginan kita untuk mengikutinya atau tidak. Kisah Nabi Sulaiman A.S adalah yang paling Abu sukai, tentang seseorang yang memenangkan segalanya di dunia dan akhirat, tapi Abu waktu itu (berumur 6-7 tahun) tidak sanggup jika harus membaca (atau belum lancar membaca). Maka ketika kecil, setiap pulang kampung Abu selalu mencari kakek untuk mendengarkan kisah para nabi.

Kampung ayah Abu, di Anuek Galong Baro adalah basis PPP (Partai Persatuan Pembangunan), orang-orang yang dianggap mbalelo oleh Paduka Yang Mulia Soeharto, sehingga jangankan jalan, listrik pun tak sampai menjelang 1992. Satu-satunya hiburan bagi kami disana adalah mendengarkan radio berbaterai. Kakek bercerita sebelum monopoli cengkeh diberlakukan oleh Orde Baru kami adalah keluarga yang lumayan, memiliki dua radio, sayang masa itu sudah berlalu.
Sepanjang hidup, kita belajar membedakan benar dan salah. Mempelajari adat agar menjadi pribadi beradab, agar tak menjadi manusia biadab. Kita mempelajarinya dari orang-orang di sekeliling kita. Dari kisah para Nabi tersimpul di dalamnya semua ajaran agama yang benar, menjadi suatu kekal abadi, agama Islam. Disitu kita mempelajari tindakan apa yang dilakukan para Nabi dalam menghadapi berbagai kondisi, baik itu susah maupun senang.
Ekonomi Aceh pada awal 1990-an tidak begitu baik, status pelabuhan bebas Sabang baru saja dicabut oleh Orde Baru. Ekonomi macet. Seorang sahabat kakek, juga Walikota Sabang saat itu, Husein Main hilang, desas-desus dibunuh oleh Orde Baru karena menolak keras pencabutan pelabuhan bebas Sabang. Kakek bercerita, waktu itu sedang di Sabang ketika Husein Main dijemput oleh sepasukan tentara dan dibawa dengan heli. Kakek menyusul dengan kapal laut ke Banda Aceh, sesampainya di Banda Aceh Husein Main sudah tidak ada. Kakek menduga sahabatnya itu dibuang di laut. Abu terlalu kecil untuk paham, tapi saat itu Abu juga merasakan betapa orde baru mencekam.
Karena itu Abu sangat tertarik dengan kisah-kisah para Nabi maka Abu berkata kepada kakek. “Kek, tolong ceritakan kisah Nabi Muhammad S.A.W dari beliau lahir sampai beliau meninggal, dan jangan ada yang terlewat.

Kakek tertawa. “Tidak bisa. Karena kakek akan menghabiskan waktu 63 tahun (Sesuai dengan usia Nabi Muhammad S.A.W) untuk menceritakan. Umur kakek saat ini saja sudah 63 tahun.” Tapi kemudian kakek memberikan sebuah hadiah berupa sebuah buku. Abu tidak tahu judulnya karena sampulnya telah koyak, yang Abu kenali hanya gambar onta dan pohon kurma yang ada pada sisa sampul. Buku ini sangat disayangi oleh kakek, Abu tahu ketika ia menyerahkan kepada Abu ia berkata, “Buku ini entah mengapa menjadi penghiburan disaat-saat terburuk sekalipun, mungkin kakek tidak punya apa-apa untuk diwariskan kepadamu. Buku ini menceritakan tentang kisah-kisah para nabi, orang-orang teladan yang tentunya lebih baik dari kakek, jadikan mereka suluh hidupmu.”

Waktu itu Abu hanya mengangguk senang, hari ini ketika mengenang kejadian itu, mata Abu berkaca-kaca. Ini adalah salah satu momen berharga di hidup Abu, semoga Abu tidak pernah melupakannya.

Masa liburan puasa dan lebaran panjang, Abu pulang ke kampung ibu ke wilayah barat. Waktu itu komunikasi masih susah, telepon saja kami tak punya. Dan ketika kembali ke Banda Aceh, betapa kami terkejut ternyata kakek telah meninggal dunia, saat beliau sedang berpuasa sunnah Syawwal. Ketika itu Abu baru sampai dengan ibu, sedang ayah tidak ikut ke Barat. Mendengar kabar itu Ia menatap dinding dengan tajam. Tampangnya mengingatkan Abu setiap kali mendengar kabar buruk, seakan dia berusaha membatalkan kebenaranya dengan kekuatan tekad.

Pemilu tahun 1992 adalah pemilu pertama Golkar menang di kampung kami, listrik pun masuk desa. Jalan-jalan diaspal, kecuali jalan-jalan rumah penduduk yang diketahui dengan pasti memilih PPP, termasuk rumah kami. Mungkin itu bukan perintah Paduka Yang Mulia Soeharto sendiri, dan apa yang Abu saksikan bahwa tirani itu brutal, angkuh dan menyendiri. Terutama buat mereka yang melayaninya.
Tahun demi tahun berlalu, buku yang Abu punyai itu hilang. Entah dipinjam siapa, Abu lupa. Mungkin akibat kehilangan buku berharga kenangan kakek kelak Abu menjadi orang yang terkenal sulit untuk meminjamkan buku, bahkan siapapun yang meminjam buku selalu Abu catat dan tagih. Orde Baru runtuh, Milenium pun berganti, zaman digital pun tiba. Tiba-tiba Abu melihat kembali buku ini disebuah situs online. Dalam kontak yang sekejap itu, danau ingatan yang tersembunyi, seketika meledak, meluber dalam pikiran mereka dan membanjiri mereka berdua dalam bayangan, sebuah impressi. Abu memutuskan membeli buku tersebut tanpa pikir panjang.

Benar, saat ini waktu Abu telah tiba, berusia 34 tahun, menjadi dewasa, memiliki sebuah keluarga. Abu juga telah belajar untuk membuat pemikiran ataupun pilihan sendiri tentang segala sesuatu untuk menjalani hidup sendiri. Pilihan yang pernah Abu buat dalam hidup, sifatnya sering rumit, kadang-kadang Abu pikir bisa jadi salah. Tapi bagaimana melakukan dan memilih yang benar? Kadang harus melakukan sesuatu meski yang Abu ragu. Hidup sering bukanlah syair yang indah, variasinya sedikit, dan justru hal-hal tidak menyenangkan berulang terus menerus.

Tahun 1998 ketika Soeharto jatuh, Abu termasuk orang yang senang. Liburan sekolah tahun 1999 (Masuk SMA) Abu pergi ke Jakarta dengan nenek dengan bus. 3 hari 3 malam lamanya dari Banda Aceh ke Batavia, di satu pos polisi, bus kami diberhentikan oleh seorang oknum polisi, lalu kernet memberikan uang lima ribuan, Abu melihatnya. Disitulah Abu merasa bahwa reformasi di Indonesia belum bisa mengubah mental kita. Orde Baru tidak memberikan kita warisan apa-apa kecuali budaya korupsi dan chauvinisme akut yang menjangkiti. Bus melaju di jalan berlubang, mengoncang-goncang penumpang dan juga perasaan Abu.
Dunia terdiri dari miliaran tenunan kehidupan, tiap tenunan melintasi tenunan lainnya. Abu pun membaca kembali buku ini sekedar untuk mengenang masa lalu, sekedar untuk ingat bahwa disetipa keadaan yang buruk sekalipun kita masih bisa tertawa, mengambil hikmah dan mensyukuri apa yang kita miliki.

Simak (juga) kisah-kisah Petualangan Si Abu lainnya.


Posted from my blog with SteemPress : https://tengkuputeh.com/2018/08/16/buku-kesayangan-kakek-dan-hal-hal-yang-tidak-dicatat-oleh-sejarah/