Agroekologi Berbasis Keluarga Petani | Catatan Dari Tanah Semende

in #agroekologi6 years ago

image

Urusan pangan adalah urusan hidup matinya sebuah Bangsa. Begitu kata Soekarno. Bangsa ini berumur panjang bila urusan produksi pangan masih menjadi bagian kesenangan keluarga-keluarga petani.

Pagi pada hari ketujuh di bulan Juli, langit di atas Semende masih berawan. Keluarga Jumadi, petani di desa Cahaya Alam tampak asyik berkebun.

Azka nyenyak dalam gendongan. Terayun-ayun dipunggung sang ibu, Nur Asia, yang mengayunkan pacul menggemburkan tanah.

"Seumur tanaman cabe itu," seloroh Nur Asia sambil tersenyum ketika ditanya umum si bayi. Hampir setiap hari, ibu dan bayi ini bekerja bersama di lahan pertanian keluarga.

Nur Asia dan suaminya, Jumadi, memang sedang mengajak 4 dari 5 anak mereka berkebun bersama. Putra Sulung mereka ada di Palembang.

"Anak kedua dan ketiga sedang libur sekolah. Yang nomor empat baru mau masuk sekolah (dasar) tahun ini. Si Bungsu baru lahir bulan April kemarin," Jumadi yang juga menjabat kepala dusun memperkenalkan anak-anaknya.

Karena sedang berlibur, semua anak diajak ke kebun. Mengisi waktu luang, bermain, sembari membantu kegiatan berkebun. Menggemburkan tanah, merapikan bedengan, menebar kompos, hingga menanam.

Ramdiana, putri Jumadi yang sudah bersekolah SMU tampak menarik tali membuat garis bantu untuk membuat bedengan. "Untuk tanam sawi," katanya malu-malu.

image

Adiknya, Khairil sibuk mendorong lori berisi pupuk kandang dan sesampai di bedengan ia menebarkan pupuk kandang ke lubang tanam di bedengan. Zulfahmi, si kecil yang baru akan masuk sekolah dasar, mengayun pacul kecil.

Bagi masyarakat di pedesaan, bertani bukan profesi. Tapi sebuah budaya keluarga. Anak-anak Jumadi dan Nur Asia mengaku senang berlibur di kebun.

image

Hari ini mereka mengurus kebun sayur. Menanam sawi, merawat cabe, kol, buncis, dan tanaman sayur lainnya. Lain hari mereka urus sawah atau kebun kopi. Keluarga petani di tanah Semende memang tak hanya punya satu jenis kebun.

Apa yang saya saksikan pagi dua hari lalu mengingatkan pada masa kecil saya sendiri. Bagian dari proses pendidikan agroekologi berbasis keluarga. Bila urusan memproduksi pangan menjadi bagian rekreatif dari skala rumah tangga, maka panjang umurlah kedaulatan pangan di negeri ini.

Sort:  

Mengingatkan saya pada masa kecil, ke sawah membantu orang tua sepulang sekolah atau saat libur ☺☺

Sama, mbak @rayfa.

Bahkan dulu saya sekolah dua kali. Pagi di sekolah SD SMP SMA, siang di kebun. Hihi

Aduh,....
kangen masa2 seperti ini Bang @syamar
menghirup udara segar, bergumul dgn alam.

Iya, mbak. Ngangeni banget. Saya senang masih berkesempatan berjumpa dengan momen-momen semacam ini.

Jadi ingin wisata ke kebun sungguhan. :)

Pasti menyenangkan...
Apalagi sambil jadi relawan. Ikut pekerjaan petani betulan. Macul, menanam, atau malah panen dan makan bareng.

aku dulu sewaktu SD tinggal di daerah pertanian, banyak hal yang bisa dipelajari dari sana, tapi ya begitulah, memakmurkan negeri yang sebenarnya sudah makmur ini butuh perjuangan

Iya, mbak. Tetap semangat.

Pasti menyenangkan ya..bisa bertanam bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga. Anak-anak bisa belajar langsung. Dan yang terpenting, bonding di antara sanak keluarga akan semakin erat.

Betul, mbak. Sejauh pengamatan kami, desa-desa yg masih mengandalkan pertanian berbasis rumah tangga petani memiliki modal sosial yang masih sangat kuat karena salah satunya ikatan antar anggota keluarga masih sangat kuat juga.

@resteemator is a new bot casting votes for its followers. Follow @resteemator and vote this comment to increase your chance to be voted in the future!