Menyulap Pembuangan Sampah Menjadi Kebun Kota

in #agroekologi6 years ago

image

Gara-gara terganggu oleh banyaknya lalat, Sofyan mengubah tempat pembuangan sampah tak resmi di pinggir sungai Komering menjadi sebuah kebun. Begitulah awal mulanya.

Hampir dua pekan yang lewat, saya berkunjung ke Kayu Agung. Menjumpai seorang sahabat. Sofyan. Lelaki berumur awal 40-an. Warga kelurahan Kutaraya Kecamatan Kayuagung. Di ibukota Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Sesaat tiba di rumahnya, Sofyan mengajak saya menyeberang jalan di depan rumahnya. Ada sebentang semak diapit jalan dan sungai. Di beberapa tempat ditumbuhi pohon kelapa, kapuk, dan beberapa tumbuhan lain. Hamparan sampah bertebaran di tepi jalan.

“Saya sedang bikin kebun,” Sofyan membuka ceritanya. “Saya niatkan sebagai contoh pemanfaatan lahan kosong. Daripada selama ini hanya dijadikan tempat warga membuang sampah. Mending ditanami dengan sayuran, cabe, atau apa saja yang bisa ditanam dan dimanfaatkan sehari-hari.”

image
Sampah, kata Sofyan, terutama kebiasaan masyarakat membuang sampah ke lahan kosong, menjadi masalah di kampung tempatnya tinggal. Karena tak ada tempat sampah khusus, orang membuang sampah sembarangan. Padahal, ruang terbuka di antara jalan raya dan sungai komering itu sudah dirancang sebagai taman kota. Bila tak ada upaya penanganan serius, taman pun bisa jadi tong sampah.

Niat Sofyan mengubah lahan pembuangan sampah menjadi kebun, seperti pengakuannya berawal dari rasa terganggu oleh banyaknya sampah. Selidik punya selidik, ternyata serangga yang identik dengan kejorokan ini berasal dari tumpukan sampah tak jauh dari rumahnya.

Memakan waktu hampir dua bulan, secara perlahan, Sofyan yang bukan berprofesi petani, meluangkan waktu. Satu-dua jam sehari. Petang sepulang kerja ia bersihkan lahan, merapikan sampah yang berceceran.

“Karena tak ada pilihan, sampah plastik saya bakar. Mudah-mudahan nanti pihak ada pengambilan sampah rutin dari dinas kebersihan,” katanya.

Perlahan, sampah berkurang. Para tetangga mulai tersentuh untuk tak buang sampah secara berserak, melainkan ke arah sedikit pojokan. Sofyan berencana membuat kotak sampah secara mandiri baru nanti dibicarakan dengan pemerintah kelurahan untuk tindak lanjut pengangkutan sampah secara rutin.

image
Pelan-pelan, kebun sayur pun terbangun. Dipagar dengan bahan-bahan seadanya. Di dalamya ada empat petakan kecil penuh dengan kemangi. Beberapa petak sudah ditanami ubi jalar. Tanaman cabe, tomat, singkong, serai, dan lain-lain tumbuh di sana-sini. Belum terlalu banyak yang ditanam. Baru berbekal bibit seadanya.

Upaya Sofyan merupakan sebuah rintisan agroekologi perkotaan. Sebagai kader Sekolah Lapang Restorasi Gambut, di kecamatan yang sama hanya di lahan yang berbeda, Sofyan bersama kelompok petani telah membangun sebuah kebun belajar pertanian ramah gambut. Di depan rumahnya, ia mencontohkan sebuah upaya merevitalisasi lahan yang terbengkalai agar bermanfaat lebih.

image
Kini di atas lahan seluas kurang lebih 1000 meter, sebuah bangku tempat beristirahat didirikan. belakangan, bukan cuma Sofyan sekarang yang memanfaatkan keteduhan di bawah pohon tempatnya menanam sayuran, anak istri dan anggota keluarganya pun mulai menjadikan “bekas” tempat sampah ini menjadi kebun kota sekaligus tempat melewatkan waktu luang.

Sort:  

Wah ini ide yang bagus. Di desa saya juga terjadi hal yang sama, yaitu masyarakat sering buang sampah sembarangan di lahan kosong. Padahal itu di samping jalan yang sering mereka lewati. Ini bisa menjadi salah satu solusi mengurangi sampah yang berserakan di jalan

Iya, mas. Sampah jadi masalah dimana-mana. Harus ada terobosan supaya berubah.

jadi berguna ya bang @syamar...

Iya, mbak.

Sederhana tapi jadi berguna. Hehe