The Recurring Disaster (Bencana yang Terus Berulang)

in #animal6 years ago

The bad news is come back. The incident is still in the usual place. Especially if not the red zone, East Aceh. I do not know how many times like this happened there, obviously bad news that makes me growled. When I first got the news, honestly I can not imagine what really happened, why should elephants again become victims?

Thursday, July 12, 2018 afternoon, Banda Alam Police visited two workers of PT Bumi Flora, preaching the discovery of dead elephants in the area of the company where they work. Sure enough, after being questioned by some security officers to the location, one wild female elephant was found in a lying, lifeless condition. No objects or clues were found around the rotting elephant carcass.


[Photo: @zamzamiali]


Head of the Center for Conservation and Natural Resources (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo in his statement said the elephant's death is suspected due to toxicosis (poisoning). It is characterized by bleeding in the mouth and anus elephant, liver cyanosis, lungs and spleen are blackish. In addition, in the gut elephant also found fruit, jackfruit leather and seeds. It also found a packing cloth wrapped in a foreign object (purple powder). The working necropsy team has taken liver, intestine, spleen, lung and stool samples for further analysis in the laboratory.

The elephant was poisoned? I would immediately answer it with the word yes. Why? Logically, wild elephants that die in the area of the company's garden must be poisoned because the company does not want to bother with the disturbance of wild elephants are considered a pest that interfere with their productivity or harvest. Poison to kill elephants can be said to be the main shortcut that must be taken.


[Photo: @zamzamiali]


Evidently, there have been several cases of elephant deaths that occurred in the company area. In PT Bumi Flora alone, the elephant found dead yesterday is the third case since 2015. And, this amount has been recorded, what about the unrecorded? Just imagine, the company has been operating since tens of years ago. Approximately how many elephants have been killed or died there? What about elephant death cases that also occur repeatedly in PT Dwi Kencana Semesta and in some other company area? What about those outside of East Aceh?

They and other human beings must think that the elephant is a true pest that must be eradicated. Short of course, is not it? They are not aware, in fact, they are the true destroyers, cleared away the forest that in fact is the habitat of the elephant and replace it with gardens to get the rupiah coffers. They also destroy the forest, to take the wood without thinking of the consequences of his deeds. The damaged forest will disturb the elephant's house, so the elephants are so confused that it often goes down to the plantation area even to the settlement. Not to mention the adverse impacts such as drought and also a source of disasters such as floods and landslides. Who will bear it later?

Or the question is changed only, who is wrong? Humans do need to eat, but this nature must be guarded not the opposite. Finding food also requires rules, and do not go around it. What if we analogy, first elephants who live in the forest there than humans. Who is not polite and insolent?


[Photo: @zamzamiali]


What if I said that human beings are actually migrants on this earth. The forest and its contents are the houses of elephants and other animals. Man is a being sent down from heaven to earth? Humans are migrants are not they? Immigrants, arbitrarily, against the world he has temporarily stopped.

If we retreat to 2012, there are currently 57 elephants dead in Aceh, 4 of them are tame elephants. And in the year 2017 alone, there are 11 cases of elephant death and 6 of them or half of that number occurred in East Aceh. The question is, is anyone caught? I do not want to answer it. Year 2018 is not yet exhausted, wait and believe lah, elephant death case will surely be repeated.


[Photo: @zamzamiali]


INDONESIA

<hr>

Kabar buruk itu kembali datang. Kejadiannya masih di tempat biasa. Apalagi kalau bukan zona merah, Aceh Timur. Entah sudah berapa kali kejadian seperti ini terjadi disana, yang jelas kabar buruk itu membuat saya geram. Saat pertama kali mendapat kabar, jujur saya tidak bisa membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa harus gajah lagi yang menjadi korban?

Kamis, 12 Juli 2018 sore, Polsek Banda Alam didatangi 2 orang pekerja PT Bumi Flora, mengabarkan kejadian penemuan gajah yang mati di areal perusahaan tempat mereka bekerja. Benar saja, setelah diperiksa oleh beberapa petugas keamanan ke lokasi, satu ekor gajah betina liar ditemukan dalam kondisi tergeletak, tak bernyawa. Tidak ada benda atau petunjuk yang ditemukan di sekitar bangkai gajah yang belum membusuk itu.


[Photo: @zamzamiali]


Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo dalam keterangannya mengatakan, kematian gajah tersebut diduga akibat mengalami toxicosis (keracunan). Hal ini ditandai dengan adanya pendarahan pada mulut dan anus gajah, sianosis hati, paru-paru serta limpa yang berwarna kehitaman.

Selain itu dalam usus gajah juga ditemukan buah, kulit dan biji nangka. Selain itu juga ditemukan kain bungkusan yang membungkus benda asing (serbuk berwarna keunguan). Tim nekropsi yang bekerja telah mengambil sampel hati, usus, limpa, paru serta kotoran untuk dianalisa lebih lanjut di laboratorium.

Gajah itu diracun? Saya pasti langsung menjawabnya dengan kata ya. Kenapa? Logikanya, gajah liar yang mati di areal kebun milik perusahaan pasti diracun karena pihak perusahaan tidak mau ambil pusing dengan gangguan gajah liar yang dianggap sebagai hama yang mengganggu produktivitas atau hasil panen mereka. Racun untuk membunuh gajah dapat dikatakan menjadi jalan pintas utama yang pasti diambil.


[Photo: @zamzamiali]


Terbukti, sudah ada beberapa kasus kematian gajah yang terjadi di areal perusahaan. Di PT Bumi Flora saja, gajah yang ditemukan mati kemarin adalah kasus yang ketiga sejak 2015. Dan, ini jumlah yang pernah dicatat, bagaimana dengan yang tidak dicatat? Bayangkan saja, perusahaan itu telah beroperasi sejak puluhan tahun yang lalu. Kira-kira berapa ekor gajah yang telah terbunuh atau mati disana? Bagaimana dengan kasus kematian gajah yang juga berulang kali terjadi di PT Dwi Kencana Semesta dan di beberapa areal perusahaan lain? Bagaimana dengan yang diluar Aceh Timur?

Mereka dan manusia manusia lainnya pasti berpikir kalau gajah itu memang benar hama yang harus dibasmi. Pendek sekali akalnya, kan? Mereka tidak sadar, sesungguhnya, mereka lah yang menjadi perusak sejati, membabat habis hutan yang notabene nya adalah habitat gajah dan menggantikannya dengan kebun-kebun untuk mendapatkan pundi rupiah.


[Photo: @zamzamiali]


Mereka juga merusak hutan, untuk diambil kayunya tanpa berpikir akibat dari perbuatannya. Hutan yang rusak akan mengganggu rumah gajah, sehingga gajah merasa kebingungan sehingga kerap turun ke areal perkebunan bahkan ke pemukiman penduduk. Belum lagi dampak buruk yang ditimbulkan seperti kekeringan dan juga menjadi sumber bencana seperti banjir dan longsor. Siapa yang akan menanggung nanti?

Atau pertanyaannya diganti saja, siapa yang salah? Manusia memang perlu makan, tapi alam ini harus dijaga bukan malah sebaliknya. Cari makan juga memerlukan aturan, dan jangan seenaknya saja. Bagaimana kalau kita menganalogikan, duluan gajah yang hidup di hutan sana daripada manusia. Siapa yang tidak sopan dan kurang ajar?

Bagaimana kalau saya mengatakan bahwa sebenarnya manusia adalah pendatang di bumi ini. Hutan beserta isinya itu adalah rumahnya gajah dan binatang lainnya. Manusia adalah makhluk yang diturunkan dari surga ke bumi? Manusia adalah pendatang bukan? Pendatang yang tidak sopan, berlaku semena-mena terhadap dunia yang disinggahinya untuk sementara.


[Photo: @zamzamiali]


Jika kita mundur ke tahun 2012, sampai saat ini sudah ada 57 ekor gajah yang mati di Aceh, 4 diantaranya gajah jinak. Dan di tahun 2017 saja, ada 11 kasus kematian gajah dan 6 diantaranya atau setengah dari jumlah tersebut terjadi di Aceh Timur. Pertanyaannya, ada yang ditangkap? Saya tidak mau menjawabnya. Tahun 2018 belum lah habis, tunggu dan yakin lah, kasus kematian gajah pasti akan terulang.


Posted from my blog with SteemPress : https://aneuk-nanggroe.000webhostapp.com/2018/07/the-recurring-disaster-bencana-yang-terus-berulang

Sort:  

Thank you for your contribution to the Photocircle tag!

Cheers,
@photocircle Team

Learn about this photo curation project by clicking >here

To learn more about the new project feature, please click on the quest image below.

To stop receiving comments then reply !STOP!

Sangat memprihatinkan perilaku segelintir oknum pengusaha

Keserakahan membuat mata mereka jadi buta

Deforestasi yang dilakukan oleh pemerintah setempat dan izin pendirian perusahaan di areal habitat Poe meurah menjadi boomerang bagi keberlangsungan ekosistem mereka, cabut saja izinnya biar rame :D

Deforestasi bukan hanya dilakukan oleh pemerintah aduen @dilimunanzar, tapi banyak terlibat pengusaha yang memanfaatkan petani miskin,menyuruh mereka buka lahan lalu mengambil alih. Ini fakta yang paling rame terjadi sekarang di Aceh.

Nah kalau ini saya juga ada dengar dengar brader, modus seperti ini yang biasa dilakukan di wilayah barat Selatan, disaat petani kelimpungan dengan harga pupuk, sedangkan harga panen tidak sesuai harapan, tanaman sawit mereka mau tidak mau ya mau gimana lagi bang :D

Harga sawit mmg dimonopoli, terutama daerah barat selatan. Itulah penyebab naik turunnya harga, kalau permainan pupuk itu gaya lama. Naikkan harga barang dan ksh turun harga hasil panen.

Ha ha ha ha.. Azab deh bro..

This makes me so sad.
I love elephants and this picture and story breaks my heart.

This story is repeated and always happens non-stop. No settlement can be taken apart from waiting for their extinction.