Pintar Pintarlah jadi Staf.

in #asn4 years ago

Sebutan Staf di Birokrasi Pemerintah ditujukan untuk jabatan PNS non eselon, istilah resminya jabatan fungsional umum dan berubah nomenklaturnya menjadi jabatan pelaksana sejak tahun 2016¹.

Menjadi staf terkadang makan hati, bukan karena statusnya tapi karena beban kerja yang berlimpah.

Demikianlah, bukan rahasia umum di birokrasi hierarkis pekerjaan menumpuk dibawah.

Staf yang memiliki kompetensi teknis cenderung diperlakukan oleh atasan untuk jadi "suruhan", namun sayang seribu sayang kerja keras tak sebanding dengan pendapatan.

Saat anda memiliki atasan dengan jabatan karier PNSnya didapat hasil lobi dan atau dekat dengan kekuasaan, maka kemakmuran bawahan bukanlah prioritas.

Jika pernyataan itu tertolak, maka kebenaran kami kembalikan pada pembaca, karena realitaslah yang melahirkan pameo "pintar pintarlah menjadi staf" sebagai bentuk penolakan paling halus untuk tidak terkesan dimamfaatkan.

Terlepas dari klaim siapa benar dan salah siapa, maka tulisan ini semata mata hadir dari keresahan akan tuntutan reformasi birokrasi yang implementasinya di daerah enggan untuk berubah.

Dalam menyikapi hal hal tidak menyenangkan diatas, ada baiknya kita menelusuri permasalahan dasar dari hubungan staf dengan kesejahteraan.

Belanja Pegawai dalam setiap kegiatan di hitung berdasarkan satuan biaya masukan (SBM) yang kemudian dilegalkan dengan Surat Keputusan (SK).

Kegiatan inklusif yang melibatkan personil secara internal cukup dengan SK Pengguna Anggaran, sementara kegiatan yang melibatkan personil lintas sektor atau instansi membutuhkan SK kepala daerah.

Pembagian kewenangan dan tugas dilihat dari jabatan yang di emban, dan khusus untuk staf berlaku pasal satu, nama tercantum dalam SK berdasarkan staf dibidang dia bekerja.

Bidang teknis biasanya "basah" dan tentu jadi incaran staf, banyak kegiatan, banyak kerja dan banyak pundi pundi, tapi staf bidang kesekretariatan umumnya gigit jari.

Petugas front desk, staf umum dan kepegawaian termasuk program dan pelaporan sering berurusan cuma dengan tinta dan kertas, terkecuali untuk staf di keuangan yang sering beraroma rupiah.

Tak pelak, tuntutan untuk melibatkan staf di sekretariatan dalam kegiatan bidang teknis menjadi riuh lalu kembali tenggelam ketika memasuki tahapan proses penyusunan RKA.

Belanja pegawai

Ketidakpekaan PPTK dalam menghitung belanja pegawai dengan melibatkan anggota tambahan dari staf diluar bidang akan berimbas pada etos kerja, semangat kerjasama dan bekerja bersama sama hanya menjadi pemanis retorika yang terpenjara DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran)

Belum lagi bicara kerja yang outputnya dokumen, baik itu profil Dinas, laporan akhir kegiatan (yang umumnya tidak ada), dokumen teknis lain seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM), Kerangka Acuan Kerja (KAK), dokumen kepegawaian, dokumen perencanaan.

Permasalahannya jelas perihal SK yang memuat nama, jabatan dan tugas sebagai pengumpul data, pengolah data dan analisis data, yang punya jabatan senyum senyum, para staf kerja, kerja ayo kita kerja. (teringat lagu mars Slanker)

Staf yang malang, terkadang dengan 60-80 % sumbangan pemikiran, keringat dan lembur malam, malah jadi meriang saat melihat amprahan.

Dan celakanya lagi, mereka para atasan yang tidak perduli dengan proses awal sampai dengan akhirnya menjadi sebuah dokumen, dan seringnya tercantum di SK karena jabatan namun berkontribusi sedikit.

Selesai kegiatan, amprahan pun mengalir masuk rekening atau kantong pribadi, berdiam, mengurung diri.

Jarang menemukan atasan yang mau berbagi amprahan karena sadar ada keringat orang lain dalam rezekinya.

Ada keringat cleaning service yang membersihkan dan merapikan meja kerjanya setiap hari, ada peluh Caraka yang bolak balik mengantar bahan, surat dan photocopy.

Jangan lupakan juga petugas front desk yang siap sedia membantu meregister nomor surat keluar dan membubuhkan stempel.

Para staf sadar berada di posisi bawah berdampak pada asap dapur, kegelisahan pada beras, susu dan pamper anak tak perlu diviralkan, sebab hidup harus disyukuri.

Dengan gaji tak lagi cukup mendukung memenuhi kebutuhan dasar, kerja keras tak sebanding dengan amprahan dan akhirnya tidak patut disalahkan banyak yang lari pindah bagian atau cari tambahan dengan pekerjaan sampingan.

Pintar pintarlah jadi staf, karena atasan cuma butuh kehadiran, siap bekerja dan tidak banyak menuntut amprahan.

Jika ada atasan yang benar benar peduli, simpati dan paham perihal berbagi maka jangan memuji tapi tekunlah agar cepat dapat promosi.

(Tulisan ini menjadi tulisan pembuka untuk memahami lebih dalam pola karier PNS dengan sistem merit sebagai amanat dari PP no 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS)


¹) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI No.25 Tahun 2016 tentang Nomenklatur bagi Jabatan Pelaksana bagi PNS di lingkungan Instansi Pemerintah.