Welcome Global Cryptocurrency. Goodbye Rupiah. Goodbye Bank Mandiri, BCA, BRI and other banks. Goodbye Bank Sentral Indonesia.

in #bitcoin6 years ago (edited)

image

Source

Minggu ini di bulan Februari tahun 2018, harga bitcoin berada pada USD 10.000. Tahun 2011, harganya hanya USD 1.

Jika Anda invest Rp 1 juta saja untuk membeli bitcoin pada tahun 2011, hari ini nilai investasi Anda itu akan menjadi Rp 10 milyar.

Adakah bitcoin dan cyrptocurrency lainnya adalah sebuah inovasi radikal, atau buble yang penuh sensasi dan irasional?

Pertama-tama harus disebutkan bahwa cryptocurreny mungkin merupakan salah satu inovasi paling radikal dalam sejarah mata uang sepanjang 1000 tahun terakhir.

Bitcoin sendiri hanyalah salah satu jenis cryptocurrency yang paling dominan. Jenis cryptocurrency lain yang juga populer adalah Ripple dan Ethereum.

Bitcoin dan kawan-kawannya sejatinya punya misi yang rada heroik : menjadi mata uang digital dunia, dengan nilai yang sama dimanapun di dunia. Sebuah ide yang radikal namun masuk akal di era ledakan digital ini.

Cyrptocurreny dengan kata lain ingin menjadi mata uang digital dunia yang berlaku global. Jika impian ini terwujud, maka pelan-pelan peran Bank Sentral bisa punah.

Dalam dunia digital, ambisi bitcoin dan cyrptocurrency lainya untuk menjadi mata uang tunggal dunia adalah sebuah yang brilian : membuat proses transaksi menjadi sangat mudah, super efisien, dan bisa meniadakan biaya-biaya transaksi yang acap dikenakan oleh bank-bank konvensional.

Cyrptocurreny juga bisa membuat kita menyimpan aset kekayaan hanya dalam sebuah “brankas digital” yang tidak membutuhkan keribetan catatan jadul a la bank.

Dengan semua itu, cyrptocurrency juga bisa pelan-pelan membuat bank-bank konvensional punah bagaikan dinosaurus di era purbakala.

image
Source

Cara kerja cryptocurreny ini sejatinya mirip-mirip dengan emas. Kedua aset ini berbeda ribuan tahun usianya, namun esensi fungsinya mirip.

Keduanya bisa menjadi mata uang alternatif, tanpa perlu campur tangan bank dan bank sentral.

Ribuan tahun lalu, orang berdagang dan melakukan jual beli dengan mata uang emas (atau dirham). Emas saat itu berfungsi sebagai “mata uang”, yang efisien dan tidak ribet (tanpa campur tangan bank dan bank sentral, yang saat itu memang belum ada).

Ribuan tahun lalu, emas dan dirham itu jadi mata uang yang elegan, dan karena saat itu tidak ada bank, maka juga bebas riba. (Inilah kenapa sebagian orang yang anti riba saat ini ada yang ingin mempromosikan kembali emas atau dirham sebagai mata uang).

Problemnya, betapa repotnya di era saat ini kalau jual beli harus menggunakan emas atau dirham sebagai mata uang. Masak mau beli barang di Tokopedia, harus kirim koin emas atau koin dirham dulu via JNE. Ribet dan tidak aman.

Muncul-lah cryptocurreny.

Ide dasar crytocurrency sejatinya sama persis dengan ide pengguna emas ribuan tahun lalu : keduanya ingin menjadi mata uang tunggal dunia, yang simpel dan powerful, tanpa campur tangan bank dan bank sentral.

Namun jika emas bentuknya batangan dan koin, kalau bitcoin bentuknya adalah inovasi digital brilian bernama teknologi blockchain.

Dengan berbentuk digital coin, maka betapa mudahnya transaksi keuangan bisa dilakukan melalui cyrptocurrency yang berlaku global. Tak ada lagi uang kertas fisik yang jadul berwarna merah, ungu atau hijau.

Pertanyaannya : lalu dari mana nilai bitcoin atau cyrptocurrency lain disepakati?

Sekali lagi, emas dengan bitcoin berbeda usianya ribuan tahun.

Namun ada prinsip abadi yang tak akan pernah berubah hingga 3 ribu tahun sekalipun. Yakni : baik emas atau bitcoin, nilainya akan ditentukan berdasar keseimbangan supply and demand. Inilah hukum abadi ilmu ekonomi.

Dari sisi demand (permintaan), nilai bitcoin atau cryptocurreny akan sangat ditentukan sejauh mana para pelaku bisnis mau menggunakan mereka. Seberapa tinggi potensi jumlah pelaku bisnis dunia yang mau menerima cryptocurreny.

Data menunjukkan total transaksi perdagangan dunia per tahun saat ini sekitar USD 100 triliun (nggak tau berapa nol-nya). Berapa persen transaksi tersebut yang bisa di-ambil cryptocurrency?

Kenaikan gila-gilaan bitcoin dalam 3 tahun terakhir, sebagian dipicu oleh optimisme bahwa Bitcoin akan mampu menjadi best cyrpto, dan bahwa mereka bisa grab setidaknya 1% dari nilai perdagangan dunia (atau ekivalen dengan 1 triliun dollar).

Jadi penentu kenaikan pertama nilai bitcoin dan cyrptocurrency lainnya adalah seperti uraian diatas : berapa banyak potensi pelaku bisnis yang mau gunakan mata uang digital (dan melupakan mata uang konvensional).

Selain aspek DEMAND, elemen berikutnya yang amat menentukan adalah SUPPLY (Pasokan).

Disinilah lalu kita berkenalan dengan teknologi algoritme jenius bernama blockchain.

Mudahnya : sistem blockchain ini bertujuan menjaga agar nilai mata uang digital selalu bersifat transparan; trusted, dan sama sekali tidak bisa dimanipulasi.

Yang jenius dari blockchain, sistem kepercayaan itu dibangun via algoritme yang cerdas; dan tidak butuh pihak ketiga seperti Bank Sentral yang sok mengawasi dan mengendalikan.

Selain demand, naik turunnya nilai bitcoin akan bergantung pada pasokan. Nah disini kita kembali ketemu kesamaannya dengan emas yang usianya ribuan tahun lalu itu.

Pasokan bitcoin bertambah jika ada “miner” (penambang) yang bisa memecahkan kode algoritme blockchain yang kompleks. Ini benar-benar sama dengan emas : pasokan emas akan bertambah, jika ada miner yang misalnya menemukan emas di sebuah lokasi pedalaman yang sulit nun jauh disana.

Ibaratnya : pasokan emas akan bertambah jika ada miner yang menemukan kandungan emas baru; sementara pasokan bitcoin akan bertambah jika ada miner yang “menemukan ladang bitcoin baru” dalam bentuk algoritme kompleks.

Disitulah mungkin kejeniusan Satori Nakamoto (penemu teknologi blockchain yang sampai saat ini belum ketahuan siapa orangnya).

Nakamoto bisa menciptakan dan memindahkan tingkat kesulitan eksplorasi dan penambangan emas, menjadi sebuah “virtual mining” berbentuk algoritme blockchain.

Melalui teknologi blockchain, pasokan bitcoin akan terjaga dan tidak bisa dipermainkan seenaknya.

Demikianlah dua aspek yang menentukan bitcoin dan cyrptocurreny lainnya : seberapa tinggi demand yang kelak akan ada, dan seberapa banyak pasokan yang muncul.

Nilai demand benar-benar akan tergantung pada sejauh mana cyrptocurrency ini diterima luas oleh pelaku bisnis dunia.

Sementara nilai pasokan ditentukan oleh siapa cyrptocurrency yang paling unggul. Bitcoin yang saat ini unggul, mungkin kelak bisa dilibas oleh mata uang cyrpto lainnya yang lebih powerful. Hukum inovasi akan sangat berperan disini.

Apapun yang kelak terjadi, dengan teknologi blockchain yang diciptakan, cryptocurreny punya mimpi agar kelak sama hebatnya seperti emas : dimanapun ia berada, nilainya selalu sama, dan bisa menjadi mata uang tunggal yang menyatukan orang di seluruh jagat dunia.

Namun ada kehebatan cyrptocurreny lainnya dibanding emas : uang digital ini bisa dipindah-pindahkan secara real time hanya melalui klik-klik.

Dari uraian diatas, sejatinya cyrptocurreny ini adalah inovasi yang radikal, dan berpotensi memberikan impak masif terhadap cara kita melakukan transaksi keuangan.

Melalui cryptocurreny, kelak mungkin saya bisa berbelanja di Tokopedia atau Indomaret hanya dengan klik-klik saja. Beli tiket pesawat, beli saham, beli mobil dan beli rumah semua tanpa lagi uang fisik yang jadul.

Saya juga tak perlu lagi bank buat menyimpan uang, sebab semua mata uang digital tersimpan “personal digital wallet”. Kita mungkin tak lagi perlu Bank Sentral yang selalu sibuk menjaga nilai rupiah.

Di era serba smartphone ini, angan-angan diatas mungkin bukan sesuatu yang mustahil. Jika adopsi penggunaan cryptocurreny makin meluas, dampaknya bisa benar-benar signifikan bagi seluruh kehidupan finansial kita.

Source

Terimakasih sudah membaca