Tentang Potret Yang Memiliki Pigura

in #dmania6 years ago

Kawan, temani aku sejenak, aku ingin bercerita. Terlepas dari kisah keluarga yang di darahku mengalir darah mereka. Terlepas dari semua itu. Ini kisah tentang sebuah potret, tentang sebuah foto, tentang untaian titik-titik tinta yang membentuk rupa manusia. Ini tentang mereka, tentang kamu, tentang kita.

Siapa yang lebih kuat dari waktu? Siapa yang mampu seenak udel meminta waktu untuk berhenti? Siapa yang bisa menghambat perubahan yang dibawa waktu? Hahahaha, kau tau kan jawabnya? Begitulah, rengkuhan sang waktu kuat mencengkram tanpa luput suatu apapun. Satu setengah tahun sudah, cerita kita terekam oleh lantai-lantai berdebu di timur komplek Ganeca. Atau malah lebih lama? Ah sudahlah, siapa yang peduli bagaimana ia bermula?

Lihat kini kawan, waktu mencengkram begitu kuat. Semua yang dulu biasa, kini tiada. Kau masih ingat tentang karpet biru dulu? Atau mungkin kasur santai yang biasa kita buru? Atau mungkin sarung atau jaket sekedar penghangat kaki? Atau juga tentang kopi dan gorengan yang tersaji di bahu jalan depan kampus? Tentang piala Eropa berteman tempe Mendoan? Entah kenapa malam ini pikiran ini melayang ke belakang.

Kawan, waktu dimana mimpi dengan lantang dan ringan diperbincangkan kini telah berlalu. Di tanah tempat berpijak sekarang dan esok, kita semua sadar dan tahu. Hari kemaren tak akan kembali, pasti ada yang mulai perlahan pergi. Meninggalkan masa dan ruang yang menyamankan itu, berlari, berjalan, merangkak atau merayap mengejar mimpi yang dulu hanya diutarakan. Kedewasaan menuntut suatu tindakan, suatu keberanian untuk memulai.

Sekarang, satu per satu pemeran mulai menghilang. Memisahkan diri, sambil tersenyum kepada yang ditinggalkan. Bukankah perpisahan adalah awal perjalanan baru? Bukankah cita-cita pada hakikatnya bersifat pribadi? Jalan kita tak lagi sama. Namun aku selalu percaya bahwa tiap kita nanti akan pulang. Akan kembali. Untuk sekali lagi menggila, sekali lagi bercerita, sekali lagi tertawa menertawakan dunia, sekali lagi berkata menantang dunia mengejar cita. Tak masalah bukan jarak yang tak sedekat dulu? Karena aku percaya, selama langit malam masih memayungi. Selama itu memori ini akan selalu ada. Terima kasih telah memanusiakan manusia.

Dan semua hanya karena satu foto yang kupigura.

Cisitu, 18 Desember 2013