Melawan lupa

in #esteem6 years ago

image
“Syok... Iyaa.. Menangis.. tapi setelah selang beberapa hari lagi operasi bisa menjadi lebih tegar, apalagi setelah operasi ini, rasanya kok bisa lebih ikhlas, jadi ya udah, dijalani aja lah sekarang..”

“Pasti anak, ya kan, nengok mereka, ditambah lagi motivasi dari suami, suami pun dukung, karena susah kan ya, apalagi untuk ngambil keputusan mastek, untuk diri kita sendiri aja susah ya kan, tapi karena suami pun mendukung, ya udahlah kalau itu nya, istilahnya dia, suami nggak berfikir kesana-sini, yang penting sembuh, nggak peduli gimana caranya, apapun yang dilakukan yang penting harus sembuh, ditambah lagi liat anak-anak yang masih kecil-kecil, jadi itu lah motivasinya, itu yang buat semangat, apalagi support dari kawan-kawan, apalagi kalau lagi kerja gini, hilang stress nya, yang ada ketawa, nggak ada kepikiran kesana, yang ada jadinya lebih santai lah menghadapinya..”

“Waktu begitu tau hasil PA, kita kasi tau ke dokter, saya sudah tau langsung itu bakal kemo.. nah, cuman jenis kemonya kemaren kan belom tau, sekarang sudah tau, ya udah, rasanya pas dibilang dokter kemo, langsung, iya dok.. langsung bisa bilang iya.. walaupun kadang-kadang pas lagi sendiri, kepikir, aduh kok kemo sih, takut juga.. tapi sebenarnya kan lebih besar rasa ingin sembuh saya dibandingkan rasa takut saya, jadi ya udahlah, kalau kemo ya kemo, apalagi banyak yang bilang, nggak papanya kemo itu, nanti habis kemo, uda bersih, balik laginya ke awal, yang penting persiapan fisik kita untuk kemo..”

“Suami, kebetulan orang medis juga, yang sikit banyaknya pahamlah tentang penyakit seperti ini, jadi ya udahlah, dia sebenarnya support aja apapun dijalanin asal itu bisa sembuh, ya memang semuanya atas ijin Allah ya kan, cuman kan kita usaha, kalau suami mendukung aja apapun itu...”

“Harapan kedepannya sih.. yang pasti.. ingin lebih tau lah, lebih tau untuk menjaga, yah pola hiduplah, pola makan, kedepannya sih kalau bisa sembuh, bersih, jangan timbul lagi penyakit begini-begitu, ya kepengennya, apapun nanti kata dokter, kalaupun itu memang untuk kedepannya, ntah nanti ada pemeriksaan ini ini ini ya udah dijalanin aja.. pokoknya intinya gimana supaya bisa sembuh, itu aja”

“...tapi ya tadi itu, balik lagi, kita nggak bisa nyalahin siapa-siapa ya kan, sekarang yang harus dijalanin adalah berobat, gimana caranya supaya sembuh, jangan salahin orang, menyalahkan Allah, mungkin Allah mengasi cobaan, mungkin dibalik ini, Allah kan ngasi cobaan pasti ada jalan keluarnya, itu aja, jalan keluarnya yah tadi itu, berobat, hidup sehat dan semangat..”

Operasi mastektomi ia jalani dengan lancar dan tidak ada kendala. Tetapi, tindakan pengobatan tersebut tetap memberi dampak psikologis terhadap dirinya. Ia menjadi kurang percaya diri terhadap bentuk tubuhnya, salah satu payudaranya sudah tidak ada lagi. Ketika menghadapi kesulitan saat mandi dan berpakaian, ia bahkan menolak suaminya yang ingin membantunya. Ia merasa malu dan tidak ingin suaminya melihat kondisinya yang sekarang setelah menjalani operasi pengangkatan. Rasa kurang percaya diri ini juga terbawa hingga ke tempat ia bekerja. Ia menggunakan jilbab yang lebih lebar dari yang ia biasa gunakan untuk menutupi daerah payudaranya yang sudah diangkat tersebut. Beruntung, hal ini tidak berlangsung lama. Suaminya tetap membantu Aisyah saat mandi dan berpakaian, tidak pernah mengeluhkan keadaan Aisyah yang sekarang. Hal ini membuat kepercayaan diri Aisyah perlahan-lahan muncul kembali. Bahkan, setelah beberapa hari menggunakan jilbab yang lebih lebar daripada yang biasa ia kenakan untuk bekerja, ia mulai menggunakan jilbab yang biasa lagi.

Aisyah menyadari bahwa anggapannya tentang orang-orang selalu memperhatikan kekurangannya setelah operasi pengangkatan hanya berada dibenaknya saja. Kekurangannya tidak akan terlihat dari baju kerjanya yang memang tidak ketat di tubuh Aisyah serta orang-orang di sekitarnya memang sudah memahami bahwa ia baru saja menjalani operasi pengangkatan dan tidak ada yang menyinggung mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, Aisyah merasa tidak perlu lagi untuk menutup-nutupi kekurangannya. Kepercayaan dirinya pun meningkat kembali.

“Suami sih nggak ada, nggak ada komen, mungkin karena suami juga orang medis ya kan dan mungkin support suami itu kan ya.. sedikit pun dia nggak ngeluh, padahal kadang saya sendiri yang kurang percaya diri, malu”

“Iya.. kakak juga malu kalau diliat suami, pernah gitu kan pas habis operasi, mau mandi kan ngangkat tangan susah, didengar suami kakak kesakitan, tapi pas ditanya, gak papa kakak bilang, gak usah masuk. Tapi, suami tetap masuk ajah, ga peduli dia. Padahal kakak malu juga.. malu”

“Awal-awal iyaa.. awal-awal selesai operasi mulai masuk kerja, mulai pakai baju kerja, ih nampak kali yaa.. kurang percaya diri ya kan.. kalau bisa pakai jilbab yang besar-besar... lama-lama udah biasa gitu.. yaudahlah.. toh mereka juga udah tau apa penyakit saya, udah dibuang.. jadi ngapain harus malu..”

“Sehari-dua hari ajah.. ngerasa kayaknya orang ngeliatin, padahal nggak... sekarang udah biasa”

Pengobatan yang harus Aisyah jalani tidak berhenti sampai disitu. Kemoterapi merupakan tahapan pengobatan selanjutnya yang ia harus hadapi. Kemoterapi lah pemicu utama yang memunculkan rasa takut Aisyah terhadap pengobatan kanker. Oleh karena itu, ia rajin mencari informasi terkait kemoterapi. Informasi-informasi yang ia dapatkan, ia manfaatkan untuk mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kemoterapi nantinya. Tak jarang informasi-informasi tersebut malah membuat ia takut dan ragu untuk menjalani kemoterapi, bahkan suaminya hampir melarangnya untuk mencari informasi-informasi lagi jika hal tersebut hanya menguatkan rasa takut Aisyah. Tetapi, rasa penasarannya tidak membuat Aisyah berhenti mencari informasi-informasi terbaru yang bermanfaat untuknya.

Nasihat suaminya terhadap Aisyah agar tidak terlalu memikirkan dampak dari kemoterapi karena jika Aisyah ingin sembuh, ia harus menghadapi hal tersebut, semakin menguatkan tekad Aisyah untuk terus menjalani pengobatan. Dukungan-dukungan yang ia dapatkan dari keluarga, suami serta keberadaan anak-anak yang masih kecil merupakan kontribusi terbesar yang membantu Aisyah untuk melawan rasa takutnya. Hal yang harus ia fikirkan adalah bagaimana caranya agar ia dapat mencapai kesembuhan.

“Ada juga sih.. tanya-tanya gitu kan.. kayak orang-orang yang kena kanker, ada juga kan tante, tapi dia CA paru, paru itu kan istilahnya alat vital ya kan, dia ajah bisa bertahan udah umur sekian, kenapa aku nggak bisa, buka-buka internet berbagai macam cara ditengok.. nanti setelah, nanti, ee operasi mastektomi itu kek mana, CA itu macam mana tanda dan gejalanya, persiapan untuk kemo itu gimana, pokoknya udah saya baca lah banyakbanyak itu di internet, kadang-kadang malah setelah baca internet itu jadi sedih lagi, aduh ternyata ngeri kali membayangkan yang gitu-gitu, karena bahasa-bahasa itu kan kadang berlebihan, kadang begini ya kan, marah juga suami, udah jangan dibuka lagi internet, habis baca internet pasti tarik nafas panjang... yah wajarlah mas, namanya dibadan kita ada penyakit kanker, pasti kan kita juga mau tau gimana caranya, istilahnya buka-buka, karena rasa ingin tahu, rasa ingin sembuh yang besar itu tadi, jadi kemanapun dicari informasinya macem mana pun..”

“Kemaren sempat tanya, untuk menjalani kemo.. tapi dokter nggak ngasi. Mungkin gini, mungkin dokter gak ngasi, nanti pas udah pelaksanaan kemo, gak dikasi, takut obatnya berlawanan, jadi saya sekarang sih, minumminum jus aja lah untuk persiapannya ya kan, buah yang tinggi antioksidannya kayak wortel, tomat, buah bit, gitulah untuk persiapannya...”

“Iya.. apalagi nanti kemo, sering saya ngeluh, nanti mas saya kemo, gundul, jelek, kayak mana itu... Tuti kok mikirin itu, kan udah dibilang, sekarang harus sembuh, apapun itu, nanti kalau udah siap kemo, udah kata dokter bersih, pastikan balik lagi keawal, yang penting persiapan kita itu tadi, siapa sih yang mau jelek, siapa sih yang mau sakit, cuman kalau kayak gini ceritanya, udah gak mikirin yang tadi itu, gimana caranya saya ingin sembuh, gimana caranya jalanin ajah..”

“Pengen sembuh yah pasti karena satu itu anak-anak, anak-anak masih kecil, mereka masih butuh mamaknya, suami.. tambah lagi.. kepengenlah, karena kan belom sempet, belom ini, gimana lah, kalau kita nggak semangat kan, kita belom sempat liat anak itu senang, menikahkan orang itu, nikmatin hidup sama suami...”

“Sebenarnya saya orangnya lemah ya, lemah sih, gak usahkan kena penyakit yang gini, kadang, suami jauh, kami pisah yah, kadang untuk menghadapi semuanya sendiri ajah, kadang saya tidak sanggup menghadapi sendiri, tapi ntah kena apa, setelah ini, saya menjadi lebih kuat, lebih dekat sama yang di atas, paling nggak setiap hari saya doa, ya Allah, beri saya kesembuhan.. kalau ditanya saya sebenarnya orangnya lemah.. makanya, keluarga, suami, betul-betul ngasi support ke saya, keluarga begitu dengar saya kena kanker, nggak ada yang, biasanya kan ada keluarga yang bilang berobat dulu kesini, berobat ini, ini, ini, jangan di buang, sayang.. ini keluarga nggak ada, ya udah, yang namanya penyakit kata dokter, apa pun itu, dibuang ya dibuang, gitu supportnya, makanya , mereka ajah support saya, kenapa saya nggak semangat buat sembuh gitu..”

Bersambung...