Cerita singkat senja dan cinta

in #estem6 years ago

IMG_20181016_145526.jpg

Di luar hujan sedang turun berinai-rinai, menguap pada kaca jendela, membentuk lapisan seperti mengembun. Ketika tanganku mengusap jendela itu wajah seorang perempuan menjelma mengumbar senyum padaku. Ternyata, Ah....hanya bayangan, bayang wajah seorang perempuan. Wajah sendu Amira yang nampak dalam rasa rinduku yang semu.

Hujan memang aneh, ia selalu mengguyur kerinduan. Terutama kerinduanku pada Ibu, ayah, dan adik-adikku di kampung halaman. Bersenda gurau bersama mereka sambil menikmati singkong bakar yang digoreng Ibu. Serta rindu pada anak-anak kecil yang sedang berlari girang bermandi hujan sambil bermain bola penuh ceria. Terkadang, pada saat hujan seperti itu kami berselimutkan diri dengan kain tebal yang dikasih Komandan Siliwangi ketika bertugas melaksanakan Operasi Militer di Aceh. Selimut berwarna loreng itu diberikan Komandan tepat saat hari perpisahannya menjelang damai. Aku ingat sekali hadiah itu.

Dan, Begitulah seterusnya, setiap hujan turun ada saja kenangan yang melintas membawa segala kerinduan, berkelebat di atas kepalaku. Apalagi saat aku berada di sudut kota ini dalam remang-remang cahaya seperti kunang-kunang merayapi malam.

Di lantai tingkat tiga dari penjuru kota Bandar, wajah Amira berkelindapan di jendela. Bibir mungilnya seakan merentas segenap kata desah dalam lingkupan asmara. Entah kenapa kami selalu berjanji akan bertemu setiap kali hujan turun. Di bawah Seuramoe Wak Timah, sambil bercerita tentang keadaan penduduk desa kami. Misal tentang pertikaian Cupo Halimah yang tak kunjung selesai di pengadilan negeri, sebab talaq yang dilontarkan Bang Suman, tak lagi melekat hukum sudah jatuh tiga.

Sesekali kami pun tertawa bila mengingatnya. Bang Suman terlanjur kaku, ia menyesal telah menalak istrinya sekaligus. Baginya, itu tidak sah, karena hanya sekali ucap. Tapi, Tgk Mun yang menjabat sebagai Imam Meunasah tetap bersikeras pada putusan syariat, bahwa Bang Suman telah resmi bercerai, "ibarat memakan roti," katanya, "walau pun sekali makan tiga atau satu sama saja!" Bang Suman merasa berat menerima keputusan itu, sehingga ia berani naik banding di kursi pesakitan, baginya, kalau perlu diCina butakan saja juga tak masalah, apalagi jika melihat Cupo Halimah semakin cantik saja selepas satu purnama tak seranjang.

"Bagaimana diCinabutakan itu Bang?" Tanya Amira tiba-tiba sampai nafasku tersedak. Pertanyaan yang tak kuinginkan darinya, ternyata muncul juga.

"Dulu, menurut cerita kakek, ada sepasang Romeo dan Juliet di Aceh, mereka saling mencintai, dan kisahnya hampir sama seperti Bang Suman dan Cupo Halimah, makanya dihadirkan seorang warga Cina yang matanya buta, lalu dinikahi dengan si perempuan. Kemudian disuruh ceraikan balik agar sah hubungan mereka untuk ajak merujuk kembali."

"Jadi, sekarang Bang Suman mau menghadirkan Cina buta untuk merujuk kembali sama Cupo Halimah?"

"Entahlah Amira, Abang juga kagak tahu persis." Ujarku.

Bila hujan mulai reda, Amira pulang dari Seuramoe Wak Timah menemai Ibunya. Paling tidak sebelum ke tempat pengajian kami akan bertemu sebentar lagi untuk sekedar melepas rindu. Atau kami akan bertemu kembali saat ia pulang mengaji, ketika menonton sinetron di rumah sebelah. Tapi rinduku pada Amira adakala menyiksa apalagi musim hujan begini. Kini, rindu pada Amira seakan merajam jiwaku di sudut kota yang malang ini. Kota para bandit-bandit yang tersisa setelah perang melanda. Kota tempat para bedebah berselebung segala kejahatan. Kota tempat para koruptor yang merahasiakan segala kepentingan pribadinya. Bagiku, benar kata pedagang obata mujarab keliling di kota Bandar ini bahwa mereka adalah manusia penghisap darah jelata, bahkan jangankan urusan rakyat kecil, mengurus urusan rinduku pada Amira saja tidak becus, apalagi tentang kapan aku akan pulang menyibak kerinduan dengannya di kamar pengantin. Padahal sungguh perjuanganku adalah memilih kematian, bukan memilih kelahiran.

Setelah hujan menyisakan gerimis, dan jalanan mulai lengang, wajah Amira buyar bersama bulir-bulir hujan dan sisa uap di jendela kaca. Aku dapat menangkap senyumnya yang terakhir, manis. Seolah sedang membawa sejumput pesan padaku, seperti isyarat 'Pulanglah bila kau rindu,' dan seberkas senyum abadi dalam kenangan. Wajah Amira menyentuh wajahku di atas bayang cermin itu. Lalu kami sama-sama tersenyum. Kenapa selalu ada bayang rindu di dalam jendela kaca tatkala hujan turun melanda, apakah salah musim atau kemarau melewati Almanak?.

Sort:  

Congratulations @andikahpdr! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!

Click here to view your Board

Do not miss the last post from @steemitboard:

Carnival Challenge - Collect badge and win 5 STEEM
Vote for @Steemitboard as a witness and get one more award and increased upvotes!

Congratulations @andikahpdr! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Do not miss the last post from @steemitboard:

Use your witness votes and get the Community Badge
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!