Review DreadOut – Penampakan game horor klasik yang dipadu budaya Indonesia

in #gaming6 years ago





Akhirnya setelah sekian lama menunggu dan sempat tertunda beberapa  bulan, game buatan anak bangsa ini muncul secara resmi di website Steam.  DreadOut, sebuah game horor yang terinspirasi dari game horor klasik seperti Fatal Frame ini dibuat oleh studio lokal asal Bandung yaitu Digital Happiness.  Melihat kondisi game horor zaman sekarang yang tidak lagi memiliki  getaran-getaran layaknya game horor tahun 90an, apakah game indie yang  didukung oleh website crowdsourcing Indiegogo ini bisa menggebrak dunia video game horor lewat gameplay dan atmosfer yang ditawarkan? Sebelum peluncuran resminya besok, kami akan memberikan memberikan ulasan game ini sebagai bahan referensi Anda. (Baca juga: Game horor buatan Indonesia DreadOut umumkan tanggal rilis dan teaser baru!

Jangan Takut

DreadOut bercerita tentang sekelompok pelajar yang terpaksa masuk ke  sebuah kampung yang terbengkalai ketika mereka sedang melakukan  karyawisata. Anda akan bermain sebagai Linda, seorang siswi SMA yang  merupakan salah satu dari kelompok pelajar tersebut. Dalam kampung  tersebut, Linda dan kawan-kawan terperangkap dalam sebuah sekolah yang  berhantu dan mereka terpisah satu sama yang lain. Linda yang dibekali  telepon genggamnya kini harus berusaha mencari teman-temannya dan juga  mencari jalan untuk keluar dari tempat terkutuk itu. Melalui sinopsis tersebut, nampaknya cerita dalam DreadOut terdengar agak klise layaknya cerita dalam sebuah film horor pada umumnya, tapi bukan dari nilai tersebut DreadOut menunjukkan kebolehannya.



DreadOut mungkin salah satu game yang bisa menunjukkan atmosfer  mencekam secara baik. Dari awal permainan saja Anda sudah disuguhi  lantunan ‘Lengser Wengi’ yang dijamin bisa membuat bulu kuduk berdiri.  Untuk orang luar negeri, mungkin lagu tersebut hanyalah sebuah pembuka  biasa, namun bagi kita yang merupakan orang Indonesia, lagu tersebut  memberikan dampak yang berbeda karena kita mengenalnya bukan? DreadOut  nampaknya lebih fokus untuk memberikan pengalaman budaya lokal dan saya  rasa hal itu sangatlah tepat mengingat budaya Indonesia memiliki  potensi untuk diolah dan menjadikan sebuah karya memiliki nilai eksotis. Inti dari sebuah suasana yang mengerikan dalam media visual adalah  adanya keterbatasan yang membuat kita mengira-ngira ada sesuatu yang  tidak diketahui di hadapan kita. Saya rasa DreadOut melakukan  kerja yang sangat baik dalam bagian itu. Mulai dari jarak pandang yang  pendek serta tingkat pencahayaan yang benar-benar gelap secara tidak  langsung membuatmu membayangkan bahwa ada ‘sesuatu’ yang menunggu di  balik kegelapan itu. Hal ini pernah digunakan pada beberapa macam game  horor seperti Silent Hill dan hasilnya juga sama seramnya.



Tidak hanya itu saja, desain level yang ada dalam DreadOut  juga dibuat cukup mencekam lewat penataan objek-objek yang ada. Dalam  game ini, Anda terkurung dalam sebuah sekolah, dan biar saya perjelas  bahwa gedung sekolah adalah salah satu tempat terbaik untuk dijadikan  sebuah setting film atau game horor. Sebagai contoh, DreadOut  menggunakan objek kursi dan meja dalam kelas untuk membentuk sebuah  formasi meja-kursi yang terlihat menyeramkan. Kemudian, adanya  objek-objek mencolok yang seharusnya tidak ada dalam sebuah sekolah,  coretan di dinding serta banyak objek rusak yang termakan waktu sangat  menambah nuansa seram dalam game ini. DreadOut nampak jelas menggunakan konten lokal sebagai daya  tarik utama. Selain untuk keperluan inti gameplay, ada pula hal-hal lain  dari penggunaan materi lokal itu yang membuat kamu malah tersenyum  sendiri. Contohnya di bagian poster-poster yang terpampang di dinding  yang kebanyakan mengingatkan kita betapa noraknya iklan tempel yang ada  di Indonesia. Selain itu ada juga penampakan dari hal-hal yang sering  kita lihat di pinggir jalan sebelum masuk ke gedung sekolah seperti  stand yang menjual CD lagu bajakan bahkan hingga bunga obitueri yang  bertuliskan ‘Turut Berduka Cita (nama backer)’ juga ada. Sebelum Anda  ketakutan sepertinya Anda akan tertawa sendiri dulu (dan itu pasti buat  orang di sekitar Anda ketakutan). 

Buka Matamu, Buka Telingamu

Salah satu elemen dalam sebuah game horor adalah jumpscare, namun banyak di antara game horor yang ada malah memberikan jumpscare  secara ‘murahan’. Contohnya seperti menggunakan efek suara yang keras  secara tiba-tiba tapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya sedang  terjadi. Dalam DreadOut, hal tersebut tidak akan Anda temukan, melainkan DreadOut memberikan pengalaman jumpscare  tersebut secara bertahap namun tetap mengagetkan. Saya tidak bisa  memberikan contoh karena itu akan merusak pengalaman bermain, tapi kalau  Anda coba sendiri, Anda pasti cukup mengerti apa yang saya maksudkan. Ada juga satu aspek yang ingin saya ulas yaitu di bidang suara. Karakter dalam DreadOut menggunakan bahasa Inggris dalam percakapannya untuk sementara ini dan nantinya Digital Happiness akan memberikan patch untuk bahasa Indonesia. Tidak ada sesuatu yang istimewa di bagian ini namun begitu saya mendengar efek suara seperti ambience, saya cukup terkejut karena DreadOut  juga bisa menghantarkan atmosfer mencekam hanya lewat suara. Saya  acungkan jempol buat sound designer-nya karena suara yang dipilih  sangatlah tepat dan mampu membuat saya merinding. Suara-suara tersebut  bukan suara keras yang tiba-tiba muncul melainkan malah suara-suara  samar yang justru bisa membuat Anda berkeringat dingin. Meskipun memiliki impresi yang cukup baik, DreadOut masih  mengalami beberapa masalah di berbagai bagian. Pada teksur objek 3D,  masih ada ketidak seimbangan kualitas tekstur. Beberapa objek dalam game  memiliki kualitas tekstur yang baik dan kebanyakan memiliki tekstur  yang rendah. Selain tekstur, masih juga ada objek yang terkena clipping sehingga kadang terlihat menghilang dari pandangan. Untuk bagian modeling dan rigging  dari karakter sendiri juga masih terlihat agak kasar dan begitu  dianimasikan, deformasi dari bagian-bagian tubuh terlihat tidak alami.



Untuk gameplay, sebenarnya game ini menganut cara bermain yang  sederhana. Anda cukup mengambil foto dari hantu yang Anda temui untuk  mengalahkannya dan semua foto yang Anda ambil bisa disimpan dalam  galeri. Beberapa hantu memiliki cara tersendiri untuk dikalahkan dan itu  menambah variasi dalam permainan. Sayangnya, game ini tidak memiliki  in-game tutorial sehingga sebelum Anda memulai permainan ada baiknya  membaca terlebih dahulu panduan yang ada. Cara ini cukup konvensional  dan mengingatkan saya tentang manual untuk bergerak dalam game Resident Evil tempo dulu. Satu hal yang cukup membuat saya frustasi memainkan DreadOut  adalah tujuan yang tidak jelas. Tujuan dalam game ini diperlihatkan  dalam bentuk potongan cerita sehingga saya sendiri sering bingung  sebenarnya yang harus saya cari itu apa. Hal seperti ini sebenarnya  sudah cukup lumrah di kalangan game pixel horor, namun karena DreadOut  adalah sebuah game 3D, maka area yang harus dijelajahi menjadi lebih  luas sehingga Anda malah kebingungan lebih dahulu sebelum bisa menemukan  jalan keluar. 

Putusan



DreadOut adalah sebuah game horor yang memiliki gameplay  klasik dan atmosfer yang benar-benar mencekam. Meskipun game ini masih  memilki masalah di bidang teknis dan gameplay, DreadOut tetap wajib Anda mainkan terutama jika Anda penggemar game horor dan juga ingin mendukung developer Indonesia. Oh, iya. Semenjak game ini dirilis secara episodik, Digital Happiness juga menjanjikan adanya Act 2 serta Free Roam Mode yang nantinya pasti akan kami bahas juga. Digital Happiness akan memberikan Act 2 secara gratis kepada para pemilik Act 1, sedangkan Free Roam Mode akan menjadi edisi berbayar.


Sort:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://id.techinasia.com/review-dreadout-penampakan-game-horor-klasik-yang-dipadu-budaya-indonesia