Memotret Kucing: Cerita yang Tak Seberapa Mana

in #gems4 years ago

WhatsApp Image 2020-02-24 at 16.17.42 copy.jpeg

BAGAIMANAPUN JUGA memotret kucing itu gampang-gampang susah. Seturut dengan frasa 'gampang-gampang susah', tentu ini bermakna lebih banyak gampangnya ketimbang susahnya. Seturut ianya pula, biar tulisan ini terbaca gampangan, tidak ribet, ada baiknya aku menulis pengalaman memotret kucing dari segi yang gampang-gampang saja. Lagian, tengah malam begini, menulis soalan-soalan pelik semisal bagaimana menjabarkan kesusahan-kesusahan ketika memotret seekor kucing sama saja dengan membikin proses penuaan dini bekerja dua kali lipat dari biasanya.

Baiklah.

Ihwal aku memotret kucing seperti yang tampak dalam dua gambar terlampir, adalah pada satu siang ketika jam kerja menemui titik jedanya: makan siang dan salat zuhur. Sembari mengudut, sambil menyandarkan punggung guna meleluasakan perut dari derita kekenyangan, sementara angin menyemilir dengan santainya, datanglah itu kucing. Kedatangannya sekonyong-konyong saja. Tahu-tahu ia sudah nangkring di atas gelondongan batang kayu yang biasa kugunakan jadi semacam meja kecil sekadar tempat menaruh gawai, gelas kopi atau bungkus rokok. Ia datang dengan kebisuan yang bersahaja, tidak mengeong barang sepatah dua kata.

Aku baru sadar akan kehadiran kucing sepersekian menit kemudian. Aku terpana barang seperempat saat, waktu yang cukup bagiku untuk mengutuk diri dan sadar: Betapa aku telah kehilangan kepekaan terhadap alam sekitarku. Kucing datang saja aku sama sekali tidak tahu. Bagaimana jika yang datang sekonyong-konyong ini adalah musuh yang ingin membunuhku? Aku bergidik sendiri menyadari hal ini, meski aku yakin sampai lebih seperempat abad umurku di dunia, aku merasa tidak pernah punya musuh.

Omong omong, sudah sampai mana ceritaku memotret kucing itu? O ya. Setelah sadar si kucing telah berada di samping tempatku duduk. Aku mencoba mengamatinya dengan seksama. Sekadar memastikan apakah ini benar-benar kucing, atau jangan-jangan ini adalah siluman, mengingat kehadirannya yang sekonyong-konyong itu. Dari perawakannya, memang ini kucing benaran, aku yakin seyakin-yakinnya, apalagi ketika ia mengeong tepat ketika jitakan tulang kering lipatan jari tengahku mengenai ubun-ubunnya.

Jitakanku yang tidak seberapa keras itu cukup membuat si kucing misuh-misuh kecil. Aku tahu itu bukanlah lagak atawa ungkapan kemarahan atas perlakuanku barusan. Toh, ia malah mengibas-ngibaskan ekornya ke pundakku setelahnya. Lazimnya kucing rumahan kebanyakan, ia mencoba bermanja-manja denganku. Kusambut tawaran pertemanannya. Aku mencoba membuka obrolannya dengannya. Pertama, sekadar basa-basi, semisal, aku tanya padanya baru habis dari mana? Ngapain kesini, ada perlu apa, rumah di mana, sudah kawin dengan berapa betina?

Kesemua pertanyaanku ia jawab dengan nada meongan yang berbeda-beda. Kadang keras, tapi seringnya bernada lirih, sedih. Terutama ketika pertanyaanku tiba pada urusan kawin dengan berapa betina. Jelas sekali ada nuansa kesedihan pada romannya ketika ia aku bertanya tentang pengalamannya kawin. Air mukanya yang sebelumnya tampak santai, tak berdosa, tanpa beban, kini memancarkan aura was-was, gelisah, dan ya, tatapannya menyiratkan kesedihan yang mendalam.

Sungguh. Tidak ada maksud barang secuilpun untuk menyakiti hati si kucing. Aku menyesal sendiri jadinya. Kini ia bermurung durja. Aku hilang akal. Mau membuka topik obrolan lain jadi tidak enak hati. Suasana jadi demikian hambar. Sementara saling membisu, aku mengutak-atik gawai. Membuka tutup beberapa aplikasinya, termasuk aplikasi kamera dimana objek yang tampak di layarnya adalah aku dan si kucing karena lensa kamera yang aktif ternyata lensa depannya. Demi melihat dirinya dilayar gawai, tiba-tiba si kucing mengeong keras. Ini bukan meongan pertanda marah, tapi sebaliknya. Buktinya ia kembali mengibas-ngibaskan ekornya ke pundakku. Ternyata kucing yang rada-rada sensitif ini punya sifat narsis juga. Aku jadi dapat akal lagi. Kenapa tidak kuajak ia bergaya di depan lensa kamera. Hitung-hitung bisa menyembuhkan luka di hatinya oleh sebab pertanyaanku sebelumnya. Maka begitulah ihwal si kucing membeku dalam kamera gawaiku hingga kemudian kubagikan ianya di platform ini.

WhatsApp Image 2020-02-24 at 16.17.42.jpeg

Sort:  

Lhooo.. kapan engkau kembali posting?
Aku keasyikan baca webtoon sampai lupa nulis 😂

Hahaha... iseng kak. suntok, hana kuteupeu peugot. dan na rekom untuk coba platform nyoe dari pasukan lam grup quora. jadi ku tre-tre lah. hahaha... Peu haba kak @cicisaja

Alhamdulillah get..cuma teungoh not in the mzood mantong.
Hino adak red zone, ureung meusipak bak taloe jalan, doing business as usual.

Tapi kak, aci neutulong jelaskan dilee siat, peu beda steemit ngon hive nyoe? Keujeut sampe na hive lom? Idroekuh hana meuphom meubacut pih kak ngon platform berbasis crypto nyoe. Hana update sagai, nyang na cit meu ron-ron ho ho nyang gob peulaku.

Postingan yang sangat indah dengan rangkaian kata-kata yang sangat panjang sehingga menjadikan alur cerita yang sangat menarik..good post brother👍

Btw, ini post nya make platform apa brother??😁

Thank you banyak-banyak, bro. Salam kenal.
Aku coba posting langsung di platform hive ini.

kucing memiliki tingkah laku yang unik dia menggesek-gesek badannya ketika dia lapar dan dia memiliki manfaat membersihkan serangga yang mengganggu di rumah

Kucing yang keren, gambarnya benar-benar cantik.