DAYAH TEUNGKU CHIEK TANOH ABEE SALAH SATU DAYAH TERTUA DI ASIA TENGGARA

in #history6 years ago (edited)

Dayah Teungku Chiek Tanoh Abee Salah Satu Dayah Tertua di Asia Tenggara

image

Riwayat Dayah Tanoh Abee

ACEH BESAR

(KhutubKhanah) ini memiliki keturunan dari pada Tgk Chiek Tanoh Abee Al Fairusy Al Bagbadady. Di dalam perpustakaan beliau banyak tersimpan Manuskrip-manuskrip tentang Islam, sejarah dan kebudayaan Aceh dari Abad 16 hingga Abad 19 Masehi.

Dayah Tanoh Abee di dirikan oleh 7 ulama asal Baghdad, Irak. Mereka datang ke Aceh saat Sultan Iskandar Muda memerintah sekitar 1016-1045 Hijriah dan dari tahun 1607-1636 Masehi, Fairus Al Bagbadady merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara tersebut.



image
Empat dari antara 7 bersaudara ini kemudian menetap di wilayah Sagoe XXII Mukim yang diperintahkan oleh (Ulee halang) terkenal bergelar Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa. Sementara 3 bersaudara laiintq bermukim di Tiro, Pidie, dan pasai.

Ketujuh Ualam ini asal Baghdad ini sama sekali tidak memusatkan perhatian kepada pemerintah. Mereka semua lebih menyoroti bidang pendidikan Islam yang di sebut Zawiyah.
Penyebutan nama Zawiyah ini kemudian hari berubah menjadi Dayah atau daerah dalam lidah Aceh.


Fairus Al Baghdady bersama tiga saudaranya setelah itu membangun pusat pendidikan di Gampong Tanoh Abee dalam wilayah Sagoe XXII Mukim. Dayah kemudian di kenal dengan Dayah Tanoh Abee yang menjadi salah satu pembina dalam kerajaan Aceh Darussalam.

Anak Tertua Menjadi Pimpinan Dayah

Fairuz Al Baghdady sebagai anak tertua menjadi pemain Dayah Tanoh Abee. Ia menikah dengan salah satu putri ulama dari Aceh dan dikaruniai (8) orang anak. Tiga diantaranya anaknya seperti Nayan, Molek dan Hana Purba mengikuti jejak Ulama Aceh, merekalah yang memimpin dan melanjutkan pembinaan terhadap Dayah Tanoh Abee.

Meninggalkannya Fairus Al Baghdady


Setelah Fairuz Al Baghdady meninggal, Dayah Tanoh Abee kemudian dipimpin oleh Syekh Nayan Fairus Al Baghdady. Sebelum pucuk pimpinan itu di berikan kepadnya, Nayan terlebih dahulu di kirim untuk melanjutkan pendidikannya di Leupeu daerah Peunanyoeng. Dayah ini merupakan salah satu Dayah tertua dalam kerajaan Aceh Darussalam Sumatera anggota masa itu di pimpin oleh Syekh Daud (Baba Daud)Ar Rum. Dia merupakan salah satu Ulama yang berasal dari Kerajaan Turkey Utsmaniyah.



image
Selain belajar dari syekh Daud Ar Rumy, Nayan juga belajar dari syekh Burhanuddin Ulama di Dayah Leupue. Setelah Mendapat kan ijazah dari Dayah Leupue, Nayan kembali ke wilayah Sagoe XXII Mukim dan mengantikan orang tuanya untuk memimpin Dayah Tanoh Abee.

Nayan juga mendapatkaj Kepercayaan dari panglima Polem Sri Muda Perkasa untuk menjadi bKadi Rabbul Jalil ( Halim tinggi ) di Sagoe XXII Mukim. Di masa kepemimpinannya, Nayan juga membuat lokasi baru di Tuwi Ketapang dekat dengan Krueng Aceh. Lokasi baru ini kemudian menjadi tempat pendidikan bagi santri pria sementara di lokasi lama Dayah Tanoh Abee di khususkan untuk putri.

Pengantin Syekh Nayan adalah putranya, syekh Abdul Hafidh Al Baghdady. Saat itu Dayah Tanoh Abee sudah menjelma menjadi pusat pendidikan Islam yang menghasilkan ulama-ulama terkenal. Di antara lulusan Dayah ini pemerintah ataupun di bidang pendidikan.

Di Dayah ini juga sudah di ajarkan berbagai ilmu pengetahuan seperti Fiqah /hukum Islam, termasuk Fiqih dusturi (Hukum tata negara), Fiqih dualy ( Hukum Internasional), searah (Termasuk sejarah Islam), akhlak / Tasawuf, hisap dan ilmu Falk, filsafat / ilmu kalam, mantik/Logika , tafsir dan hadis.
image

Kepemimpinan Dayah Tanoh Abee kemudian berganti ke tangan Putra Syekh Abdul Hafidh, Yaitu syekh Abdurrahim Hafidh Al Baghdady masa kepemimpinan nya dan berkembang perpustakaan Dayah Tanoh Abee.
Kutibkhanah yang telah di bangun oleh leluhurnya Syekh Fairuz Al Baghdady di kembangkan dan di kembangkan dan di perbesar kan dengan mengumpulkan kitab-kitab dari seluruh Negara untuk memperkaya kan perpustakaannya, Syekh Abdurrahim turut memesan kitab hingga ke timur tengah dan Turki.

Dia Lantas menyuruh dan menganjurkan semua santri di Tanoh Abee untuk menyalinkan kitab-kitab yang telah ada, Sehingga karenanya pelajaran tulisan Arab (kaligrafi Arab) lebih di tingkatkan. Atas kebijakan tersebut lah di ketahui jasa syekh Abdurrahim dalam pengembangan perpustakaan ini besar sekali.


"Dayah Tanoh Abee kemudian di pimpin oleh Syekh Muhammad Saleh, dari pada putra Syekh Abdurrahim. Di masanya tidak banyak perubahan yang di lakukan. Dia lebih cenderung menjaga dan merawat Dayah Tanoh Abee seperti yang telah di tinggal kan oleh leluhur nya.
Kepemimpinan Muhammad Saleh tidak begitu lama, ia kemudian di gantikan putranya, Syekh Abdul Wahab Al Baghdady.

Syekh Abdul Wahab yang di kirim ke Mekkah dan Madinah untuk memperdalam berbagai ilmu Termasuk Kaligrafi. Selama di Mekkah ia menyibukkan diri untuk menyalin Kitab-kitab dengan tangannya sendiri. Hasil salinannya kemudian di bawa ke Aceh dan menjadi koleksi tambahan di perpustakaan Dayah Tanoh Abee.
image

Di masa kepemimpinan Syekh Abdul Wahab koleksi kitab di Dayah Tanoh Abee sudah mencapai sepuluh ribu judul, yang satu judul terdiri dari beberapa jilid.


Abdul Wahab sebagai Teungku Chik Tanoh Abee betul-betul telah membina pusat pendidikan Islam itu menjadi salah satu pusat pendidikan yang terkenal di Asia Tenggara, sementara Perpustakaan yang dibinanya telah menjadi sasaran pengajian sarjana internasional.

Syahid Syekh Abdul Wahab

Dimana Syekh Abdul Wahab memimpin Dayah tersebut seperti Dahulunya ia juga di angkat menjadi Kadi Rabbul Jalil. Namun saat itu pula terjadi penyerang Oleh Belanda terhadap kerajaan Aceh Darussalam yang menyebabkan Ulama-ulama, termaksud Syekh Abdul Wahab ikut serta dalam komando perang Jihad XXII
Mukim di bawah Kepemimpinan Teugku Cik Muhammad Saman Tiro.

Dalam peperangan tersebut beliau syahir dengan meninggalkan 33 anak dari empat orang istrinya. Dari 33 anak tersebut hanya satu orang yang kemudian muncul sebagai Ulama besar penerus kepimpinan Dayah Tanoh Abee.

Beralih Pimpinan Dayah Tanoh Abee

Dia adalah syekh Muhammad Said Al Baghdady. Sementara anak-anak syekh Abdul Wahab yang lain terus menggelorakan perang Sabil melawan Belanda.
image

Masa di Pimpin Oleh Syekh Muhammad Said

Semasa kepemimpinan syekh Muhammad Said Al Baghdady, Dayah Tanoh Abee Turut menjadi pusat penempaan semangat perang Johar melawan Belanda. Meskipun Teungku Chik di Tanoh Abee Masih sempat mengajar para pelajar ilmu-ilmu Islam, baik agama ataupun umum. Muhammad Said juga sempat menulis Al Qur'an Nulkarim dan kitab-kitab agama lainnya dengan tangannya yang cekatan dan sampai sekarang masih tersimpan di Dayah Tanoh Abee.

Dayah Tanoh Abee, sama dengan Dayah-Dayah Lainnya yang ada di Aceh, yang telah berubah menjadi maskas Sabil kemudian menjadi sasaran penyerangan Belanda. Saat itu, Belanda berhasil menangkap Syekh Muhammad Said dan membawanya ke Banda Aceh untuk di tahan di penjara Keudah.

Namun usai serangan tersebut, prajurit-prajurit Belanda tidak ada yang berani menduduki Dayah Tanoh Abee merekapun sepakat meninggalkan Dayah tersebut kosong. Syekh Muhammad Said meninggal setelah berada dalam tahanan selama 26 bulan lamanya. Jenazah beliau kemudian di gotong oleh rakyatnya secara estafet untuk di kembalikan ke Dayah Tanoh Abee.

kepimpinan Dayah Tanoh Abee Oleh Muhammad Ali Al Baghdady

image

Teuku Muhammad Ali Al Baghdady sebagai putra yang di lahirkan dalam dentuman perang, Teuku Muhammad Ali sama sekali tidak menerima pendidikan Islam seperti pendahulunya, diapun trial mampu membaca huruf Arab cekatan dalam membaca kitab-kitab berbahasa Melayu.

Setelah banyaknya Dayah-Dayah di Aceh seperti Dayah Lambirqh/Dayah Indrapuri/ Dayah Rumpet dan Dayah lam Siram yang di hancurkan oleh Belanda, Teuku Muhammad Ali berinisiatif mengungsikan sepuluh ribu kitab di perpustakaan Dyah Tanoh Abee. Sebagaianya di berikan kepada Masyarakat dan kepada orang-orang kampung untuk di simpan agar tidak di rebut oleh Belanda, sementara ribuan lainya di boyong ke pedalaman Tangse.

Menyelamatkan Kitab-kitab

image

Evakuasi ribuan kitab tersebut menggunakan tujuh ekor kuda. Namun saat t untuk Muhammad Ali Henda menuju keumala, ia terpaksa menyembunyikan kitab-kitab tersebut di dalam sebuah gua yang jauhnya dari Dayah Tanoh Abee sekitar 30 kilometer. Dan tidak jauh dari Gua tersebut terdapat sebuah Kampung kecil, Teureubeh. Kepada penduduk kampung tersebut lah di amankan dan di amanahkan oleh Teuku Muhammad Ali.

Teungku Muhammad Ali Hijrah

Setelah sepakan Teungku Muhammad Ali hijrah, Belanda lantas membumihanguskan Dayah Tanoh Abee termasuk perpustakaan yang terkenal itu. Setelah itu Teungku Ali bergabung dengan pasukan Mujahidin akhirnya berhasil di tangkap Belanda. Ia pun kemudian diasingkan ke Manado Sulawesi Utara.

Teungku Muhammad Ali Kembali Kampung Halaman

Setelah 5 Tahun menjadi tahanan politik, Teungku Muhammad Ali di kembalikan ke Aceh.
Usaha pertamanya sekembali ke Aceh beliau langsung membangun kembali Dayah Tanoh Abee dan membangun lagi pustakawan tersebut, dan kitab-kitab yang dulu di simpan di gua dan dititipkan pada orang kampung di ambil kembali. Namun sebagian kitab tersebut sudah Rapuh di makan Rayab.

Teungku Muhammad Ali Kembali Membangun Dayah Tanoh Abee.

image
Teungku Muhammad Ali kembali membangun daya Tanoh Abee beserta perpustakaanya kemudian meninggal pada 1969.

Usai Kemerdekaan

image

Setelah kemerdekaan, banyak kitab-kitab yang ada di perpustakaan Dayah Tanoh Abee di hibbahkan ke Dayah Bitai. Ada juga sebagian kitab tersebut di titipkan di Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh ( PDIA ). Namun saat stunami menghantam Aceh, kitab-kitab yang ada di sana ikut hilang di sapu oleh gelombang tsunami.

Selain itu, ada pula kitab-kitab yang di kuburkan oleh pimpinan Dayah Tanoh Abee karena takut akan membuat masyarakat Awam menjadi Murtad. Pasalnya, isu-isu ilmu kitab tersebut sangat tinggi dan tidak bisa di pahami oleh manusia biasa.

Keadaan Dayah Tanoh Abee Saat Ini

image
Perlu di ketahui saat ini daya Tanoh Abee dan perpustakaannya masih berdiri tegak di l Mbah Krueng Aceh. Diana masih banyak terdapat manuskrip-manuskrip kuno yang sekadar menjadi koleksi perpustakaan Dayah Tanoh Abee. Hanya beberapa kitab saja diperbolehkan melihat dan membacanya saja oleh masyarakat Umum dibawah pengawasan penerus keluarga Al Fairusy. Selebihnya tersimpan rapat di dalam perpustakaan yang juga di gunakan tempat pengajian.

WALLAHU'ALAM BISSAWAF

Demikianlah Yang dapat saya Rangkul sedikit informasi tentang sejarah Dayah Tanoh Abee, semoga apa yang saya tulis ini bermanfaat untuk kita semua terutama bagi saya sendiri.

Salam @moeslimyusuf

Sort:  

This post has received a 1.68 % upvote from @booster thanks to: @moeslimyusuf.