Principles That Hurt the People We Love: Love Sory |

in Freewriters7 hours ago

IMG_0965.JPG


How does it feel when the person we love admits that they are looking for a life partner through matchmaking?

We are on a journey on a cloudy afternoon on a dark road. You have just come home from your brother-in-law's house who has just been struck by a disaster because their parents (I don't remember the father or mother) passed away. You came alone because your mother who was planning to come, was sick because her blood sugar dropped drastically.

In that meeting, your brother-in-law suggested that you remarry. And you answered, "No man wants."

I was not happy with that answer. It gave the impression that you were a woman who was not interested in men. In fact, I know very well that many men are crazy about you. That's why I am very proud to have you even though I can only feel that pride in silence.

Your brother-in-law then said that he would introduce you to a man who lives in the same area as your brother-in-law. The man is a widower with two children and his wife has died. He happened to be in his village and was going to return abroad. Your brother-in-law and the man both migrated to a foreign country.

I can accept your brother-in-law's efforts to find a match for you. But I can't accept your attitude of enthusiastically welcoming the idea and will accept the arrival of the man with your brother-in-law at your mother's house. I don't know when they will come because there is no promise regarding the schedule.

We are arguing about this because you think there is nothing wrong with it. You talk like that without considering my feelings for you. You should have just said that you already have a lover even though marriage is still a mystery to us. Everything that has not happened in the future is still a mystery.

I can't accept your principle because it seems like a romantic relationship is a business. You accepted the meeting and said that if it was suitable, you would continue. Sorry, that principle makes you look classless in my eyes. There are many similarities and differences in views between us. In this case, I can't accept it.

But I failed to change your principle and didn't want to prolong the debate. As usual, I accepted it silently but I couldn't hide my deep sadness.

You caught that sadness and admitted that you regretted telling me about it. You asked me not to take the incident seriously.

Of course I have to be serious and it really hurts my heart. On the other hand, this incident further convinces me that there is a very vulnerable problem in our relationship. You can leave at any time and you said it lightly, as lightly as offering merchandise. You also said that you would change your contact number later so that I could not contact you. Communication will be threatened to break off at any time in a painful way.

You said it in a joking tone. But it is still a signal to me about the vulnerability of our relationship. I have to be aware of the impact if it happens suddenly, even though I don't expect it. My hope and prayer are always that we can be happy and grow old together in a marriage.

I am prepared to accept surprises, both happy and painful. As an optimistic man, I hope your principles change.[]

Lorong Asa, November 16, 2024.


IMG_0966.JPG


IMG_1007.JPG


Prinsip yang Menyakiti Orang yang Kita Cintai

Bagaimana rasanya orang yang kita cintai mengaku sedang mencari pasangan hidup melalui sebuah pejodohan?

Kita dalam sebuah perjalanan di jalan elak pada sore yang mendung. Kamu baru saja pulang dari rumah abang ipar yang baru saja ditimpa musibah karena orang tua mereka (aku tak ingat bapak atau ibu) meninggal dunia. Kamu datang sendiri karena ibumu yang rencananya mau datang, sakit karena gula darahnya turun drastis.

Dalam pertemuan itu, abang iparmu menyarankan kamu untuk menikah lagi. Dan kamu menjawab, “Tidak ada lelaki yang mau.”

Aku tidak senang dengan jawaban itu. Kesannya kamu perempuan yang tidak diminati lelaki. Padahal, aku tahu persis banyak lelaki yang tergila-gila kepadamu. Makanya, aku sangat bangga bisa mendapatkanmu meski kebanggaan itu hanya bisa kurasakan dalam kesenyapan.

Abang iparmu kemudian mengatakan akan memperkenalkanmu dengan seorang lelaki yang tinggal satu daerah dengan abang iparmu. Lelaki itu seorang duda dengan dua anak dan istrinya meninggal dunia. Dia kebetulan sedang berada di kampungnya dan akan kembali ke luar negeri. Abang iparmu dan lelaki itu sama-sama merantau ke negeri seberang.

Aku bisa menerima dengan usaha abang iparmu yang berusaha mencari jodoh untukmu. Tapi tidak bisa menerima dengan sikapmu yang menyambut antusias gagasan itu dan akan menerima kedatangan lelaki itu dengan abang iparmu di rumah ibumu. Entah kapan mereka akan datang karena tidak ada janji mengenai jadwalnya.

Kita berdebat soal ini karena menurutmu itu tidak ada salahnya. Kamu bicara seperti itu tanpa mempertimbangkan perasaanku yang mencintaimu. Harusnya, kamu menyebutkan saja sudah punya kekasih meski pernikahan masih misteri bagi kita. Semua yang belum terjadi ke depan masih menjadi misteri.

Aku tidak bisa menerima prinsipmu itu karena seolah hubungan percintaan adalah sebuah bisnis. Kamu menerima pertemuan itu dan mengatakan kalau memang cocok akan terus lanjut. Maaf, prinsip itu membuatmu terlihat tidak berkelas di mataku. Banyak persamaan dan perbedaan pandangan di antara kita. Dalam kasus ini, aku tidak bisa menerimanya.

Tapi aku gagal mengubah prinsipmu dan tidak mau memperpanjang perdebatan. Seperti biasa, aku menerimanya dengan diam tetapi kesedihan mendalam tidak bisa aku sembunyikan.

Kamu menangkap kesedihan itu dan mengaku menyesal sudah menceritakannya kepadaku. Kamu memintamu tidak serius menanggapi kejadian itu.

Tentu saja aku harus serius dan itu sangat menggores hatiku. Di sisi lain, kejadian ini semakin meyakinkanku bahwa ada masalah yang sangat rentan dalam hubungan kita. Kamu bisa pergi kapan saja dan itu kamu katakan dengan ringan, seringan menawarkan barang dagangan. Kamu juga mengatakan nanti akan mengganti nomor kontak sehingga aku tidak bisa menghubungimu. Komunikasi akan terancam putus kapan saja dengan cara yang menyakitkan.

Kamu menyampaikan itu dengan nada bercanda. Tapi tetap saja menjadi sinyal bagiku tentang kerentanan hubungan kita. Aku harus mewaspadai dampaknya kalau itu terjadi tiba-tiba, meski aku tidak mengharapkannya. Harapan dan doaku selalu, kita bisa bahagia dan menua bersama dalam sebuah pernikahan.

Aku bersiap menerima kejutan, baik itu membahagiakan maupun menyakitkan. Sebagai lelaki yang optimis, aku berharap prinsip kamu berubah.[]

Lorong Asa, 16 November 2024


IMG_1039.JPG