Hujan & Kenangan Masa Kanak-Kanak.

in OCD3 years ago

IMG_20210306_131610.jpg

AZAN DUHUR. Sabtu, 6 Maret 2021. Hujan turun deras. Diselingi kilat dan gemuruh petir, dan angin yang meski tak seberapa kencang tapi cukup membuat hujan menempiaskan airnya hingga ke teras rumah. Tempat aku termangu sedari tadi, ditemani kopi, rokok, asbak, dan seekor kucing yang meringkuk di atas keset depan daun pintu.

Halaman tergenang. Tepat di bawah talangan, alur kecil terbentuk dengan sendirinya dan air hujan yang mengalir deras adalah arung jeram bagi kawanan semut yang barangkali sangkarnya di lelubang tanah telah tergenang sejak hujan pertama. Sepasang sandal hanyut. Lantas tersangkut di pot bunga. Dan alur kecil membelok ke sisi lainnya menerabas rerumputan yang tumbuh di sela-sela batu bata pembatas taman kecil depan rumah.

Kucing masih meringkuk di tempat semula. Aku menyeruput kopi kesekian kalinya dan rokok yang kusulut kini adalah batang ketiga. Hujan masih sama derasnya. Sementara halaman telah menjadi lautan kecipak rintik hujan yang sekira kau ada keinginan menghitung jumlahnya kusarankan untuk tidak memberitahukannya pada siapa pun, kecuali kau siap dengan segala kemungkinan anggapan kemudian hari.

IMG_20210306_133434.jpg

Saat-saat hujan begini aku ingat kampung. Ingat ketika kanak-kanak dulu yang akan serta merta bermain di halaman rumah atau bahkan di sepanjang lorong-lorong kampung, menikmati guyuran hujan dengan berlarian bersama teman-teman. Tentu saja tanpa sepengetahuan ibu, dengan cara menyelinap diam-diam, mangkir dari ritual tidur siang, sementara ia tengah ladat menganyam tikar di serambi.

Tepat ketika ibu tahu bahwa anaknya yang batat ini sudah tidak ada di kamar, aku bersama teman-teman telah berada di ujung kampung. Basah kuyup, penuh lumpur. Karena yang tengah kami lakukan dengan antusias kini adalah bermain perosotan dari puncak sebuah bukit kecil yang licin dengan mengandalkan situek atawa pelepah pinang sebagai dudukan.

Sungguh, mengingat kenangan bermain hujan ketika kanak-kanak dulu, yang mengambang di kedua kelopak mata adalah sosok ibu. Sketsa wajahnya yang lembut dan kini telah berkeriput mengada di sebalik tirai hujan. Lantas kelopak mata yang dipenuhi wajah ibu memancar mata air hingga aku tersadar; ada yang membulir di kedua pipi.

IMG_20210306_131436.jpg