Ayah Sebagai Pawang

in #indonesia6 years ago

Setiap kali saya pulang ke Banda Aceh aktifitas memancing menjadi salah satu hiburan yang paling saya sukai. Apalagi teman memancing saya adalah Ayah saya sendiri.

Memancing di tengah laut menggunakan boat sesuatu yang sangat menantang, karena tidak semua orang bisa tahan berjam-jam di laut dengan ayunan gelombang. Bagi yang tidak tahan bisa sempoyongan dan muntah-muntah. Tapi alhamdulillah saya tahan hingga seharian.

Memancing adalah hobi orang tua saya, sejak kecil saya sering di ajaknya untuk memancing. Dahulu lokasi favorit ayah saya memancing adalah pantai Ule Lheu. Namun karena disapu gelombang Tsunami pantai Ule Lheu telah hilang ke dalam laut.

Sekarang saya dan ayah memancing menggunakan boat ke tengah laut. Lokasi mancingnya biasa di Arus Cut, Arus Besar, Ujung Peneng, Batu 13 dan masih banyak lagi mananya. Dilokasi tersebut biasanya hasil pancingan berupa ikan karang dan gurita.

Selama saya ikut memancing dengan ayah saya, banyak pelajaran alam yang saya peroleh. Beliau selalu menjelaskan gejala-gejala alam yang akan timbul kedepannya. Misalnya potensi badai dan hujan, ia menjelaskan "ketika terlihat awan putih bergumpal rendah dari posisi kita di laut, maka badai terjadi masih lama, dan sebaliknya jika awan putih bergumpal lebih tinggi dari posisi kita di laut, maka badai akan segera terjadi, sebisa mungkin cari tempat yang paling aman.

Ayah saya juga menjelaskan, laut memang terlihat seperti hamparan datar yang luas, tapi tidak semua hamparan laut bisa dilewati sesuka hati menggunakan boat. Sama seperti di jalan, ada jalurnya, walaupun tidak tertulis atau tergambarkan. Pelajaran alam seperti ini tidak pernah saya dapatkan di bangku sekolah formal yang menghabiskan biaya tidak sedikit.

Ayah menjadi pawang saya ketika di laut, juga menjadi penunjuk arah ketika dirumah.

Screenshot_2018-10-06-19-30-42-514_com.miui.videoplayer.png

Screenshot_2018-10-06-19-32-12-371_com.miui.videoplayer.png

IMG_20181006_193336.png