Traveling# Kepahiang-Tanjung Karang-Bengkulu, 1200 Km Bersama Honda Supra Fit (Hari Pertama)

in #indonesia7 years ago

Kepahiang - Tanjung Karang - Bengkulu, 1200 Km Bersama Honda Supra Fit (Hari Pertama)

Screenshot_2.jpg

18 Maret 2009
Kepahiang
Dari Bengkulu, sekitar pukul 9, Desma tiba di rumahku di Kepahiang. Rencananya dari Kepahiang aku dan dia atas nama Teater Petak Rumbia Bengkulu akan berangkat ke Tanjung Karang untuk menghadiri kegiatan Kala Sumatera. Dalam kegiatan yang dikoordinasikan oleh Teater Satu Lampung itu, aku sendiri akan menghadiri pertemuan dan pelatihan sutradara teater se-Sumatera, sementara Desma akan mengikuti pelatihan penata artistik.

Seminggu sebelumnya, Jo dan Rosi, juga dari Teater Petak Rumbia Bengkulu, telah pulang setelah satu minggu mengikuti kegiatan di Teater Satu itu. Jo mengikuti pelatihan manajemen artistik, sedangkan Rosi mengikuti pertemuan ketua-ketua sanggar teater se-Sumatera.

Sambil duduk di teras, aku dan Desma mendiskusikan rencana keberangkatan kami, mau naik bus atau mobil travel atau kereta api. Kalau menggunakan kereta api, berarti harus ke Lubuk Linggau dulu. Sepertinya pembicaraan kami berdua mulai mengarah ke kereta api, kami pun sama-sama sudah lama tidak naik kereta api... tut.. tut... tuuut....

Namun, belum putus rundingan tentang kereta api itu, ada ide entah datang dari mana di benakku, tiba-tiba aku mengusulkan kepada Desma, bagaimana kalau menggunakan sepeda motor saja ke Tanjung Karang.

Desma sempat kaget mendengar usul itu. Dia kemudian tertawa mendengar usul yang terdengar konyol dan rasanya itu hanya sebuah gurauanku.

"Serius!" ujarku meyakinkan.

"Pakai motor, Kak?" tanyanya, dari nada suaranya terdengar kesan ia semakin tidak percaya. Bahkan, ia kembali tertawa-tawa.

"Iya", jawabku dengan tidak ragu-ragu lagi, tanpa peduli dengan tawanya, karena sudah pula terbayang di benakku sebuah petualangan atau touring yang pasti menarik.

"Pakai motor apa?" tanya Desma lagi.

"Itu," jawabku sambil menunjuk sepeda motorku, sebuah Honda Supra Fit keluaran 2004, yang tegak lusuh di dekat pagar, karena sudah berminggu-minggu tidak pernah kucuci.

"Itu?" Mata Desma membelalak. "Serius, Kak, kita akan melakukan perjalanan jauh menggunakan sepeda motor standar itu? Apa kuat? Apa tidak bakal teler motor itu nanti?"

Kepahiang - Tanjung Karang kurang lebih berjarak 700 km + jarak pulangnya nanti, dan... sepertinya itu bukan jarak yang dekat untuk sebuah sepeda motor 4 tak 100 cc. Ya, memang benar-benar standar, tidak ada perubahan atau modifikasi apa pun pada mesinnya sejak aku beli 2005 lalu. Perubahan yang paling mencolok hanyalah pada velg ban, yang aslinya adalah jari-jari sudah aku ganti dengan velg racing.

Putus! Kami akan berangkat ke Tanjung Karang, ibu kota Provinsi Lampung, dengan menggunakan sepeda motor.

60115_152754151421972_6516581_n.jpg

Sembari aku bersiap-siap, kepada Desma aku minta dia membawa sepeda motor itu ke bengkel dulu, untuk ganti gear rantai, servis rem depan dan belakang, dan ganti olie.

Pukul 11 semua sudah siap. Setelah pamit dengan keluarga, maka aku dan Desma pun bergerak untuk memulai perjalanan yang relatif jauh. Aku yang membawa dan Desma duduk di belakang.

Eh, sebelum keluar Kepahiang, kami masih sempat keliling dulu, tidak menggunakan jalan protokol, kami jalan-jalan dulu mengelilingi perkebunan teh Kabawetan.

Curup
Tiba di Curup, kami singgah dulu di rumah orang tuaku untuk meminjam helm dan jaket buat Desma. Namun, sebelum bergerak ibu menyuruh kami untuk makan dulu.

Setelah makan, kami bergerak kembali. Di Desa Pal Batu, masih dalam kawasan kota Curup, kami singgah di SPBU untuk mengisi bensin motor. Sementara, motor masih aku yang membawa.

Lubuk Linggau
Sekitar pukul 13, kami keluar dari Provinsi Bengkulu dan memasuki wilayah Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya kami tiba di Kabupaten Musi Rawas yang beribukota Lubuk Linggau.


image.png
Lubuk LInggu
Image Source

Kepada Desma aku ceritakan, beberapa tahun lalu, saat masih di bangku kuliah di Universitas Bengkulu, aku dan beberapa teman dari Sanggar Teater Bahtra pernah mengunjungi beberapa SMA di Lubuk Linggau, memenuhi undangan pelatihan teater dari sekolah-sekolah itu. Kami saat itu kemudian diundang juga malamnya ke Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Lubuk Linggau. Kami berdiskusi, baca puisi dan pementasan kecil di hadapan mahasiswa-mahasiswa di aula kampus.

Lahat
Kurang lebih pukul 15.30, kami tiba di Kabupaten Lahat. Di sebuah taman depan SPBU sebelum masuk kota, kami rehat sejenak, meluruskan pinggang, menikmati kopi hangat dan sebatang rokok.

Dalam perjalanan dari Lubuk Linggau menuju Lahat, pun kembali aku terkenang saat aku dan kawan-kawan Pramuka dari Saka Bhayangkara melakukan long march dari Curup ke Palembang, saat masih SMA dulu. Long March yang cukup melelahkan itu kami tuntaskan dalam waktu 5 hari. Dari Lubuk Linggau aku dan kawan-kawan tidak lagi menggunakan sepatu, tetapi sudah menggunakan sendal jepit. Aku sendiri menghabiskan 2 pasang sendal jepit, karena perjalanan menggunakan sepatu ternyata sangat menyiksa, apalagi saat siang hari di bawah matahari yang begitu terik. Desa Ujan Mas, yang sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Lahat adalah tempat yang aku ingat di mana aku dan kawan-kawan waktu itu menginap satu malam
.



image.png
Bukit Serelo, populer dengan nama bukit Jempol, Kabupaten Lahat
Image Source


Muara Enim
Sekitar pukul 7.30 malam, aku dan Desma tiba di Muara Enim.

Di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Simpang Meo, kami duduk-duduk dulu di pinggir jalan. Selain untuk istirahat, kami juga harus berpikir, karena pertimbangan-pertimbangan tertentu kita bimbang untuk melanjutkan perjalanan. Aku berpikir, kami istirahatnya di Tanjung Enim atau di Baturaja saja, tapi di lain pemikiran.... ini Simpang Meo!

Dari persimpangan itu, jika ke kiri kita akan menuju Palembang dan ke kanan menuju ke Baturaja. Untuk menuju Lampung, tentu saja kita harus mengambil arah ke kanan.

Untuk perjalanan menuju Baturaja, kami akan melalui jalan-jalan di wilayah pegunungan yang sudah terkenal rawan dengan aksi-aksi kriminal. Rasanya tak ada orang-orang di Sumatera Selatan hingga Bengkulu yang tidak pernah mendengar bagaimana sangar wilayah itu. Jalan-jalan yang sempit, dengan tikungan-tikungan tajam dengan dakian dan turunan di antara jurang dan hutan membuat kendaraan tidak bisa melaju cepat, membuat wilayah itu sangat potensial untuk terjadinya tindakan kriminal.

Aku sudah cukup banyak mendengar bagaimana kendaraan-kendaraan, baik roda dua maupun roda empat mengalami pembegalan di wilayah-wilayah itu. Nah, apalagi kami yang hanya berdua harus melalui wilayah itu pada malam hari, rasanya itu terlalu nekad, kalau tidak mau dibilang bunuh diri.

Sebelumnya, sambil istirahat sejenak di sebuah rumah makan keluar dari Lahat, kami pun memang sudah bertanya-tanya kepada supir-supir truk yang ada di sana. Semua supir itu sepakat melarang kami melanjutkan perjalanan menuju Lampung pada malam hari!

Di pos polisi di Simpang Meo itu kami kemudian singgah. Kepada pak polisi-pak polisi yang ada di pos itu kami mencari informasi lebih banyak lagi. Dan apa yang kami dapatkan dari petugas-petugas itu tidak berbeda dengan apa yang kami peroleh dari supir-supir truk tadi, kami dilarang melanjutkan perjalanan.

"Kalau mau ke Lampung, saran kami off dulu di sini, jangan memaksakan diri. Tapi, jika mau ke Palembang, silakan, jam berapa saja tidak masalah," tegas petugas kepada kami.

Setelah mendapatkan kepastian keterangan dan mengobrol serta menghabiskan kopi yang disajikan kepada kami, maka kami pun permisi pergi. Demi keamanan kami sendiri, maka mengikuti saran yang telah diberikan, tujuan kami berikut adalah mencari penginapan murah yang ada di Muara Enim.

Di luar pos, seorang anggota polisi sambil tertawa bertanya kepadaku: "Pak, ini nih ndak ke Lampung apo ke kondangan?" (Pak, ini mau ke Lampung atau ke kondangan?).

Aku tertawa mendengar jawaban itu. Wajarlah polisi itu bertanya, karena melihat aku yang menggunakan jaket kulit biasa dan menggunakan sendal sepatu sebagaimana yang sering aku pakai sehari-hari, sementara Desma juga hanya menggunakan sendal jepit.

Setelah makan dan keliling kota Muara Enim, di sebuah motel murah, kami pun beristirahat (Bersambung).


image.png
Muara Enim
Image Source

Emong Soewandi || @emongnovaostia

Screenshot_3 (2) 1.jpg

Sort:  

Mantap jiwa, bang. Coba sesekali bablas ke Jakarta 😁

Semoga ada waktu nanti, Bang. Aku juga sudah lama tidak touring2 lagi :)

Ngeri-ngeri sedap ya touring cuma berdua gitu... 😂

Benar, Bang, apalagi kita yang bukan biker, hanya modal nekad aja... waah... :D