Menyusup Hingga ke Dapurnya Pelukis Mahdi Abdullah

in #indonesia6 years ago (edited)

image
[ Kunjungan sebelumnya saya disambut kuah beulangong khas Aceh Besar, 2017 ]


Di antara kebiasaan saya selama kuliah di Yogyakarta adalah mengunjungi rumah-rumah senior yang berasal dari Aceh. Selain rumah maestro lukis Indonesia Lian Sahar (Almarhum), rumah guru besar Antropologi UGM Prof. Irwan Abdullah dan rumah guru besar ilmu budaya UGM Prof. Imran T. Abdullah (Almarhum), satu lagi rumah yang kerap saya kunjungi dan sudah seperti rumah sendiri, yaitu rumah Mahdi Abdullah, seorang pelukis bergaya realis dari Aceh yang kemudian memilih berkarya dan menetap di Yogyakarta.

Selain rumah-rumah tersebut, terus terang saya hanya mengunjunginya pada hari tertentu saja, misalnya saat hari lebaran, itupun hanya duduk kaku di seputar ruang tamu, tidak seperti rumah-rumah yang saya sebutkan di atas, yang apabila sedang lapar dan haus, saya bisa dengan leluasa ke dapur untuk mengambil makanan dan memasaknya sendiri, tanpa harus segan. Pun begitu jika saya kekurangan uang untuk membayar biaya kuliah, orang-orang di tiga rumah tersebut adalah salah satu solusi. Ya, mereka sudah seperti keluarga inti juga.

Kedekatan saya dengan bang Mahdi Abdullah secara langsung dimulai ketika beliau melanjutkan kuliah S2 di Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta beberapa tahun yang lalu. Sejak saat itu, saya biasa menyambangi rumahnya untuk sekedar merokok, menyeruput kopi dan berdiskusi panjang lebar, baik seputar hidup maupun seputar dunia seni rupa. Saat itu, bang Mahdi Abdullah masih tinggal sendiri. Keputusan untuk membawa serta keluarganya ke Jogja baru pada tahun 2013, setelah bang Mahdi mantap pertimbangannya untuk tinggal dan berkarir di sini.

Keputusan pindahnya bang Mahdi Abdullah dari Aceh ke Yogyakarta adalah babak baru dalam kehidupan dan juga karir kesenirupaannya, meski pada tahun 1981 hingga akhir tahun 1983 bang Mahdi Abdullah juga sempat di sini, untuk mengasah kemampuan melukisnya. Namun, sekarang itu jelas lain cerita, bang Mahdi Abdullah hadir kembali ke sini dalam misi dan kondisi yang sudah jauh berbeda. Ia bukan hanya telah menjadi seniman, namun juga telah menjadi seorang kepala armada, yang menuntun keluarganya menuju suatu kejayaan dalam wilayah tempur yang bisa dibilang asing dan sedikit berbahaya.

image
[ Tungang Iskandar @kitablempap bercengkrama dengan Mahdi Abdullah @artemahdi ]


Hidup memang tidak mudah bagi seorang anak manusia. Terlebih bagi seorang seniman, yang terbiasa digiring pada alam metafisika untuk menemukan berbagai telaga estetika. Tentu itu juga berlaku bagi bang Mahdi Abdullah mungkin saja, karena ia tidak hanya berhadapan langsung dengan alam nyata, orang lain, dirinya sendiri dan juga keluarga, namun juga dengan berbagai godaan lain dari alam metafisika atau alam keindahan itu sendiri. Karena seniman bukanlah malaikat, maka seniman manapun pasti tidak lepas dari sedikit cacat.

Hingga kini, bang Mahdi masih terus bergeliat, dengan bermacam perihal hidup dan juga dunia kesenimanannya, untuk menemukan muara kesempurnaan yang kemudian diungkapkan melalui berbagai karya lukisnya. Maka semakin hari, bang Mahdi Abdullah terlihat semakin mantap saja. Di usianya yang terbilang sudah tidak muda lagi, bang Mahdi Abdullah masih terus berkarya selayaknya anak muda. Semangatnya tidak pun terlihat surut, meski ditimpa berbagai persoalan hidup. Puluhan karya lukisnya hampir tidak tertampung lagi di rumahnya. Lukisan-lukisan yang rata-rata berukuran besar tersebut tersusun selayaknya dalam sebuah gudang.

Jika bukan karena dikoleksi oleh berbagai museum dan kolektor, mungkin rumahnya akan tertimbun oleh karya seni. Karya bang Mahdi Abdullah yang lebih bercerita tentang konflik di Aceh tersebut tidak hanya dikoleksi oleh museum dan kolektor dari dalam negeri, namun juga hingga ke Mancanegara. Kolektor dari negara-negara seperti Jerman, Australia, Jepang, Singapura dan Malaysia pasti sudah tidak asing lagi dengan karya dari bang Mahdi Abdullah.

Ketika saya berkunjung ke rumahnya beberapa hari yang lalu, sejumlah undangan pameran seni rupa bertumpuk di mejanya. Tahun ini, beberapa negara di Asia sedang menunggu karyanya untuk dipamerkan di sana. Namun demikian, dalam waktu dekat ini bang Mahdi Abdullah sibuk mempersiapkan pameran tunggalnya di Yogyakarta untuk kali yang kedua.

image
[ Sudut ruang kerja Mahdi Abdullah, 2018 ]


Tentu jika diperhatikan, karya-karya bang Mahdi Abdullah kini semakin beralih dari konflik Aceh, karena disamping bang Mahdi Abdullah telah berada dalam lingkungan dan persoalan hidup yang sudah agak lain, kondisi Aceh sekarang pun juga telah jauh berbeda. Berbagai ide dan ekspresi yang bersumber dari kontemplasinya bang Mahdi Abdullah selama di Aceh perlahan memang akan terkikis oleh berbagai pengalaman empirisnya selama ia bersentuhan dengan kehidupan langsung di Yogyakarta.

Namun demikian, bukan berarti karya-karya bang Mahdi Abdullah telah jauh dari kata "Aceh" dan lebih berbau "Yogyakarta". Berbagai bahasa tanda yang menggambarkan identitas Aceh masih tetap digunakan bang Mahdi Abdullah, terlebih setelah bang Mahdi Abdullah memahami cara kerja ilmu tanda (semiologi) selama beliau kuliah di Pascasarjana ISI Yogyakarta. Walaupun harus diakui juga, bahwa ada begitu banyak perubahan semenjak beliau berkarya di kota ini. Tentu ini wajar, karena bagi bang Mahdi Abdullah sendiri, seperti dikutip dalam katalog pameran tunggal "trans.me.mo.ra.bi.lia" (2012): bahwa sebuah karya adalah manifestasi dari narasi realitas manusia dan lingkungannya.

Akulturasi yang bersifat simbolik merupakan sesuatu ciri khas yang menonjol dalam karya-karya bang Mahdi Abdullah belakangan ini, selama beliau berkarya di Yogyakarta. Wujud tersebut setidaknya bisa dilihat melalui penggunaan warna-warna yang lebih berkesan lembut dan penurut, walaupun setiap karyanya itu juga mengandung unsur pemberontakan di dalamnya.

Walaupun tidak berada dalam suasana konflik Aceh lagi, karena Aceh sudah damai dan bang Mahdi sudah berada di kota dengan tagline "berhati nyaman", namun saya pikir bang Mahdi Abdullah masih terus menjadikan sebuah konflik sebagai sumber ide dan inspirasi untuk setiap karya-karyanya. Ia terlihat masih bergerilya, dengan berbagai siasat dan bentrokan-bentrokan tentu saja, persis seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bertahan hidup di tengah-tengah operasi militer yang diberlakukan pemerintah Indonesia.

image
[ Mahdi Abdullah dengan latar belakang tumpukan lukisannya, 2018 ]


Oh ya, supaya tidak lupa, saya ingin mengabarkan pada Steepap sekalian, bahwa ketika saya berada di rumah bang Mahdi Abdullah beberapa hari yang lalu itu, saya juga mensosialisasikan media sosial Steemit ini. Saya pikir dengan adanya bang Mahdi Abdullah di sini, kita bisa belajar banyak pada karya-karya lukisnya. Berikut adalah akun dari bang Mahdi Abdullah, yang baru diupprove ini: @artemahdi. Silahkan difollow ya!


Salam Lempap.! @kitablempap


Sort:  

Semoga promo steemit ke bang mahdi sukses dan kawan kawan seni bertambah di ruang steemit

Insyaallah bang Mahdi sudah ada Steemit dan sudah melewati posting pertamanya teungku @bossmatang.

Abdullah bersaudara 😁

Hhhhhh...lon Abdullah Rangkubee..he

Njan seri dua neuh bak hi, So brat meulempap @harock polem? :P

Lukisan beliau keren banget...

Ya, keren sekali, banget, banget, dan begitu..hhe

Sepertinya pasca diupprove akunnya, Bang Mahdi meminta petunjuk lebih dalam dari @kitablempap terkait Steepap.

Ya, sementara beliau masih memakai saya sebagai konsultan untuk akun Steemitnya..he

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by Kitablempap from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Salam dari guruku Mr. RUsli Dunedin untuk bang Mahdi.