Yang Lebih Tahu Islam Nusantara

in #indonesia6 years ago

imagesumber

Apa itu Islam Nusantara? Bahkan seorang teman di gampong yang baru saja pegang android. Ia pelanggan fanatik koran Prohaba. Penikmat film-film kolosal ala Indosiar, yang ada ular dan kuda terbangnya itu. Rupanya lebih paham apa itu Islam Nusantara. Saya yang dua tahun lalu mempelajari diskursus term Islam Nusantara saat semester 2 kuliah Pascasarjana, kalah tahu.

Gesit. Teman saya serta merta membuka video ceramah. Menggurui saya tentang apa itu Islam Nusantara. Maka nampaklah seseorang, yang disebutnya sebagai ulama, mendefinisikan Islam Nusantara. Dengan emosi. Penuh caci maki. Kata penceramah itu, Islam Nusantara adalah produk kafir. Sebab mereka shalat pakai bahasa Jawa. Baca al-Quran menggunakan langgam Jawa. Nah terkait itu kata teman saya, Ini buktinya; sembari memperlihatkan video Sujiwo Tejo baru-baru ini membaca al-Qur'an dengan irama nyinden atau rekaman seorang Qari yang sedang mengaji pada suatu momen di istana, juga menggunakan langgam Jawa. Tak lupa, dia juga menyertakan sebuah tayangan sekelompok Banser sedang joget bersama biduan dangdut. Banser itu, masih katanya, kerap mengusir ulama. Itulah Islam Nusantara. Tentu saja versi dia, teman di gampong saya itu.

Orang-orang semisal teman di gampong saya ini. Takkan percaya jika saya katakan, bahwa Islam Nusantara itu begana dan begini, terutama jika sumber yang menjadi referensi saya adalah Said Aqil Siradj. Sebab, menurut guru di You Tube-nya, Said Aqil Siradj itu orang yang pikirannya keblinger. Sudah sesat. Bukan Kiyai pula.

Dia berkesimpulan. Bahwa ulama-ulama di NU itu kadar keulamaannya lebih rendah dari keulamaan seorang Bachtiar Nasir. Seseorang yang pernah diklaim oleh pendukungnya sebagai orang cerdas bak sahabat Ali bin Abi Thalib. Bachtiar ini pernah mengatakan bahwa pipis unta itu menyehatkan dan halal untuk diminum. Ada lagi. Felix Siauw, kata dia, lebih bisa dijadikan sumber fatwa ketimbang sekumpulan ulama-ulama di MUI itu.

Satu orang, seperti Felix Siauw, yang bahkan kredibilitas dan kapasitas keilmuannya masih perlu dipertanyakan, lebih dipercayai fatwanya ketimbang sebuah lembaga resmi macam MUI. Saya ngeri demi mendengar itu semua. Tak sanggup saya bayangkan. Betapa fanatisme menemukan bentuknya dalam wujud yang begitu canggih; Seseorang yang tinggal begitu jauh. Di pedalamannya pedalaman. Tak pernah keluar dari gampongnya, sejak lahir. Tidak mondok di pesantren. Tak pernah pula bertemu muka dengan penceramah-penceramah yang digemarinya di You Tube. Tetapi fanatismenya terhadap "ulama-ulama" You Tube itu semakin pasang. Yang mengejutkan, orang-orang ini mulai fasih bicara khilafah. Dan menganggap ISIS di Suriah adalah para mujahidin
Pun dalam setiap diskusi warung kopi, dikit-dikit minta dalil; ayat dan hadits.

Betapa informasi begitu cepatnya menyebar. Mempengaruhi. Dalam kasus ini. Informasi yang sudah dipropaganda sedemikian rupa, sesuai kepentingan. Membanjiri linimasa orang-orang semisal teman di gampong ini. Kalah cepat dengan informasi hakiki.

Memang patut diakui. Ada upaya-upaya sistematis untuk melemahkan NU sebagai sebuah organisasi. Termasuk ulama-ulamanya. Fenomena ini agak mengkhawatirkan. Mirip gejala di Suriah sebelum meletusnya perang.

Saya pulang. Sudah sore. Setelah lelah mendengarkannya ceramah tentu saja. Saya tanya, itu apa? Peci. Kamu pakai pakai apa? Sarung. Nah itu, itulah Islam Nusantara. Kamu shalat pakai sarung dan peci bukan pakai jubah dan keffiyeh. Ialah Konsep dakwah dan pemikiran; Fiqhnya bermazhab Syafi'i dan akidahnya Ahlussunah wal jama'ah Asy'ari Maturidi. Shalat tetap pakai bahasa Arab. Itu adalah konsep Islam Nusantara. Jalan damai. Fleksibel dan inovatif. Persis seperti jalan yang ditempuh Sunan Kalijaga yang menggunakan media wayang untuk mengislamkan orang-orang Hindu jaman dulu.

Sort:  

Memang sekarang ini sedang populer pesantren Al Yutubiah wal fasbukiah.