Motor

in #indonesia2 years ago

Ini adalah motor kesayangan saya. Motor ini -- dalam kondisi "mati suri" -- pada pemiliknya di Depok. Motor itu sedang "dibangun" tapi pemiliknya tidak meneruskan. Kondisinya memang masih mentah sekali dan menyedihkan. Tidak layak jalan.

Mesin memang hidup, tapi dipastikan orang akan mengira yang jalan itu besi rongsokan. Tangki masih berbentuk plat baja yang dilengkungkan dengan bekas pengelasan yang menyembul tajam. Jangan dicat, diamplaspun belum. Begitu pula beberapa bagian lain, belum dicat. Kalau pun ada yang dicat itu bekas semprotan cak kaleng.

Tak hanya itu. Lampu-lampu, aki, dan berbagai perlengkapan lain tak ada. Begitu pula saklarnya rusak: Handel rem juga patah. Jok rusak. Suara mesin juga kasar. Apalagi knalpotnya hanya berbentuk paralon panjang. Suaranya menggelegar. Bising sekali. Kalau jalan gang bisa mengagetkan orang yang lagi tidur.

Ini adalah tantangan. Saya bukan penghobi motor. Jadi saya tidak punya pengalaman merawat motor dengan telaten, apalagi membangun motor. Sempat menyesal juga membeli motor rongsokan. Kalau beli motor costum yang sudah jadi tentu tidak repot dan tak menghabiskan banyak biaya.

Tapi pelan-pelan saya mulai menikmatinya. Hal pertama yang saya lakukan adalah mencari bengkel pengecatan. Alamak, salah satu bengkel mematok ongkos pengecatan di atas 1 juta hanya untuk ngecat tangki. Belum bodi yang lain. Setelah capek nyari bengkel pengecatan motor di internet -- yang ternyata tinggi -- pada sebuah pagi saya menelpon bengkel pengecatan mobil langganan.

Saya tanya, apakah ia menerima pengecatan motor? "Bawa sini aja pak," katanya di seberang. Saya kemudian bergegas ke sana. Setelah tawar-menawar, terjadilah kesepakatan. Harganya jauh di bawah yang ditawarkan bengkel-bengkel lain. Catnya full bodi, semua. Kecuali ban. Ia minta waktu tiga hari untuk membereskan pengecatan. Janji itu dia tepati: tiga hari kemudian ia sudah menelpon dan bilang motor sudah bisa diambil.

Panjang nih kalau saya cerita detil, hehe. Singkat kisah, saya memberesin semuanya, membeli ini-itu di market place, mulai lampu-lampu, knalpot, saklar, spidometer, jok, Handel, klakson, hingga plat-plat dan soket pemasangan. Hitung-hitung besar juga untuk ukuran kantong saya yang kelas proletar. Tapi sudah kepalang basah. Mesin juga dirapiin agar jalannya enak dan nyaman.

Motor pun jadi seperti penampakan pada foto-foto ini. Sudah rapi. Sudah layak jalan untuk sekedar cari angin atau keluar ngopi. Sudah selesai 100 persen? Belum. Kira-kira baru selesai 90 pesenlah. Ada beberapa.hal belum sempat kepegang. Penyelesaian sempat tertunda karena belum lama saya lebih sepekan tak sehat badan. Jadi terpaksa istirahat dulu

Lalu apa maksudnya bercerita tentang motor itu? Pamer? Bukanlah. Kapan saya pernah pamer, soalnya tidak ada yang bisa dipamerin. Tujuannya ya tak jauh-jauh dari uang. UUD. Ujung-ujungnya duit. Pertama, kalau ada yang tertarik motor ini akan saya lepas dengan harga istimewa. Tapi ada syaratnya: jangan dijual lagi. Untuk dipakai saja. Jadi tidak saya jual ke pedagang.

Kenapa dijual? Saya mau mencoba model lain lagi. Dari pada saya numpuk motor di rumah mendingan dipakai orang yang membutuhkan. Tapi selama motor ini masih saya pakai, teman-teman yang butuh motor untuk properti foto boleh pinjam. Gratis? Ya nggaklah. Rental. Haha...

MI 101022