Antropologi Aceh (II:18)

in #indonesia6 years ago

Dalam bab ini, penulis memaparkan pandangan sarjana luar terhadap sarjana lokal. Serta bagaimana ilmu antropologi Aceh dibangun melalui studi Acehnologi.

Selalu ada upaya untuk mengkerdilkan "local scholars" yang tidak memiliki kualitas akademik, terutama dibandingkan dengan "international scholar" dimana sering menjadikan perilaku sarjana lokal sebagai "bahan tertawaan".

image (sumber foto: teungkuputeh.com)

Dalam melakukan riset di Aceh. Setiap "sarjana internasional" datang ke Aceh, mereka pasti akan menghubungi "sarjana lokal". Setelah itu, mereka akan melakukan pertemuan dengan beberapa informan. Sang "tamu" tidak pernah memberitahukan jati diri mereka yang sebenarnya, kecuali sebagai dosen atau peneliti pada kampus tertentu. Persoalan yang terus diungkit dan diangkat oleh para peneliti adalah "apa yang salah dengan Aceh" (hal 552).

Para peneliti tersebut datang untuk menggali informasi tentang Aceh, juga ada yang mengadakan seminar tentang penerapan syari'at islam di Aceh. Banyak orang dari negara-negara lain "tidak suka" dengan adanya penerapan syari'at islam di Aceh. Mereka membuat isu bahwa hal tersebut tidak boleh dilakukan karena melanggar HAM. Padahal, dengan adanya penerapan syari'at islam di Aceh jelas membuat para pelaku kejahatan menjadi jera karena dihukum di hadapan khalayak ramai. Serta ada yang datang dengan tujuan ingin berinvestasi. Padahal, ada maksud dan tujuan lain yang hendak dicapai di Aceh. Alih-alih berinvestasi, mereka mengeruk dan membawa lari hasil bumi Aceh ke negaranya untuk diolah secara ilegal.

Sebelum Abad ke-16, sejarah Aceh berhasil ditenggelamkan oleh Snouck. Dalam berita dari orang-orang Cina, Arab dan Eropa yang mengunjungi Sumatera pada waktu itu atau dari cerita lisan, sama sekali tidak disinggung-singgung tentang Aceh dan kalaupun ada hanya sepintas lalu saja. Untuk itu, Antropologi Aceh ingin menarik lebih jauh lagi mengenai kebudayaan yang dihasilkan oleh rakyat Aceh, hingga mampu bertahan dari setiap kepungan, baik dari Belanda maupun dari Republik Indonesia. (hal 564)

Basis antropologi Aceh adalah islam. Penjelasan kebudayaan di Aceh, memerlukan perangkat dan cara pandang ke-Aceh-an. Di Aceh, tidak dapat dipisahkan antara kelompok religi dengan non-religi dan masalah religi dengan non-religi Karena orang Aceh selalu mengaitkan urusan dunia dengan ketentuan Allah SWT.

Sort:  

Saleum tuk dinda. Apa luwa memang meunan. hana ta hireun sabab lage ka ta teupu lan ayat mulia "wa lan tardha......"Ureung awai, han geupeupisah ad din ngon ad dunya. Ureung dudo ladom ka mabok ngon pham baro. Me'ah menyo na salah