TRADISI INTELEKTUAL ACEHNOLOGI : Cara Berpikir Orang Aceh (III:27)

in #indonesia6 years ago (edited)

image (sumber foto: inanesia.com)

Bab ini merupakan suatu usaha untuk melihat bagaimana cara berpikir orang Aceh. Di sini produk pemikiran yang paling otentik adalah hadih maja yang merupakan nasehat para tetua Aceh. Konsep hadih maja memang diakui sebagai sebuah produk pemikiran orang Aceh. Namun dalam bahasa Aceh muncul kata seumike atau pike. Biasanya dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan istilah cara seumike (cara berpikir). Dengan kata lain, cara seumike lebih berhubungan dengan aspek epistemologis (cara mendapatkan ilmu pengetahuan). (hal 842)

Konstruksi berpikir masyarakat Aceh mengikut wilayah dan status sosial. Artinya, ada orang Aceh menciptakan wilayah dan status sosial untuk saling berkonflik atau mencari aliansi sebanyak mungkin.

Pola pikir orang Aceh dibangun atas tiga fondasi dasar yaitu alam, agama dan jiwa. Di sini, penulis memaparkan bagaimana maksud dari ketiga pola pikir di atas.

Pertama, Bagi orang Aceh, terdapat pola pikir pada setiap tempat itu ada yang mendudukinya atau mendiaminya. Karena itu, sebuah wujud kesatuan alam dan manusia, diupayakan diberikan sebuah persembahan bagi alam dengan simbol kenduri (khanduri). Simbol penyelarasan ini kemudian menjelma untuk memasukkan alam ke dalam kehidupan manusia. Proses instalasi ini menjadikan alam sebagai sahabat. Karena itu, semua aktivitas masyarakat Aceh mulai dari gunung, bukit, sawah, sungai dan laut selalu dibarengi dengan "sapaan" terhadap alam.

Kedua, pola pikir yang didasarkan pada jiwa. Pola pikir ini mengandaikan bahwa sesuatu perbuatan dilakukan berdasarkan pada ilmu-ilmu para bijaksanawan atau wise men. Mereka yang melahirkan sebuah tatanan pikiran yang kemudian di tuturkan dalam bentuk hadih maja. Di sini ukurannya adalah jika melanggar akan melawan aspek-aspek batiniyyah manusia. Terkadang larangan atau nasihat tidak masuk akal, namun jika direnungkan akan meresap ke dalam dada seseorang. Karena itu, yany dihadang di sini bukanlah akal pikiran, melainkan jiwa manusia. (hal 849)

Ketiga, ingin diformalkan dalam bentuk penerapan syari'at islam di Aceh. Artinya, semua kendali kehidupan diuruskan dari sisi ini. Namun, agama ini kemudian berfungsi tidak hanya mengatur masyarakat, tetapi juga semua wilayah privasi. (hal 851)