Tradisi Kepenulisan Di Aceh 11:29

in #indonesia6 years ago

Sama seperti biasanya saya akan melanjutkan mereview buku Acehnologi volume ketiga yang berjudul Tradisi Kepenulisan Di Aceh yang terdapat di dalam bab 29 halaman 867. Dunia perbukuan di Aceh tidak begitu marak jika dibandingkan dengan daerah lain, seperti halnya Jawa. Namun gairah tulis menulis di dalam orang Aceh tidak dapat dipungkiri, ini dapat dilihat bahwa para sarjana Aceh dapat menulis untuk Aceh dan negara Indonesia maupun kegemilangan dan kejayaan bangsa Aceh di dalam lintas sejarah. Sebab itulah yang membuat hampir keseluruhan buku sejarah Aceh berisi peradaban Aceh. Namun yang disayangkan perbukuan yang berasal dari Aceh tidak termasuk di dalam kurikulum pendidikan. Walaupun karya Aceh tidak termasuk di dalam kurikulum pendidikan, namun karya Aceh tetap diminati oleh para sarjana, baik yang berasal dari Eropa maupun negara lainnya, dengan melalui tradisi hunting yang dilakukan oleh para sarjana tersebut. Kemudian tanpa disadari bahwa karya orang Aceh telah sampai ke negara lain. Dan ini satu kepuasan bagi para sarjana Aceh walaupun Aceh sendiri tidak mengetahuinya.

Di dalam studi ilmu sosial dan humaniora, karya Aceh dijadikan sebagai bahan diskusi, walaupun karya Aceh tidak masuk ke dalam bacaan wajib bagi semua pendidikan, SD, SMP, SMA maupun perkuliahan. Namun karya Aceh inilah yang menghiasi sejarah intelektual Aceh, bukan hanya para sarjana bahkan ulama juga pernah menulis tetapi tetap saja tidak termasuk di dalam buku yang dijadikan sebagai rujukan. Alasannya beranekaragam, salah satunya adalah tidak ada upaya untuk memperkenalkan perbukuan atau kitab pada generasi muda. Hanya yang menuntut ilmu ke dayah atau pesantren, ustad atau Tengku di dalam pengajian biasa yang mengenal perkitaban. Inilah tugas atau sesuatu yang ingin dicapai oleh Acehnologi untuk memperkenalkan karya-karya Aceh pada generasi muda, dengan tujuan agar kelak mereka bisa meneruskan atau menciptakan karya-karya Aceh.

Yang dapat dipertanyakan apa saja faktor yang membuat seseorang mau menulis buku di Aceh? Pertama, para ulama menulis untuk dijadikan sebagai rujukan atau untuk mengisi kekosongan literatur keislaman. Jika dilihat pada masa dulu google belum ada, dan ini membuat para ulama harus menulis sebagai rujukan bagi para penuntut ilmu. Jika dibandingkan dengan sekarang, perkembangan zaman semakin modern, apapun dapat diketahui melalui google, bahkan sesuatu yang kita keliru mengenai agama dapat langsung mendengarkan tausiyah dari ustadz-ustadz yang didapati melalui youtube. Kedua, para ulama menulis karena perintah dari penguasa, di dalam suatu kerajaan di Aceh ulama dianggap mulia. Penguasa menyuruh para ulama untuk menulis kitab dalam bentuk undang-undang yang nantinya akan dijadikan sebagai rujukan. Ketiga, respon terhadap keadaan terkini, maksud disini adalah menulis dijadikan sebagai suatu hal yang dapat menjawab segala masalah yang terjadi di masyarakat Aceh. Keempat, menulis untuk berpolemik, yang artinya menulis adalah sesuatu yang ditulis yang dijadikan sebagai bahan diskusi para ilmuwan. Kelima, menulis merupakan pekerjaan dari intelektual, inilah yang sering kita dapati, bahwa menulis adalah suatu kelaziman yang ditulis oleh seorang ilmuwan. Dapat diambil kesimpulan bahwa isi dari suatu penulisan orang Aceh tidak lain adalah mengenai ulama.

Hal yang paling lazim di dalam perbukuan Aceh salah satunya adalah mengenai perperangan, pasca kedatangan Belanda dan pasca bergabung dengan Indonesia, dapat kita ketahui bahwa masalah mulai datang tanpa henti yang memicu perperangan. Bahkan belum terlalu lama konflik di Aceh terjadi antar GAM, TNI dan yang lainnya. Yang merenggut satu keluarga saya yaitu paman saya sendiri, yang dikira telah bersekongkol dengan para TNI lalu ditembak mati. Kecurigaan ini muncul ketika salah satu paman saya menemui TNI yang tidak lain adalah adik kandungnya.

Di dalam pembahasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa karya Aceh merupakan satu kebanggaan bagi masyarakat Aceh yang harus diperhatikan, dan karya Aceh adalah suatu kepuasaan tersendiri bagi orang Aceh yang harus diperkenalkan bagi para generasi muda Aceh, yang dapat melanjutkan karya-karya selanjutnya yang dapat mengharumkan nama Aceh.