KITA ORANG MARITIM DAN KESULITAN MENGELOLA AIR

in #maritim6 years ago

INDONESIA NEGARA AGRARIS MARITIM
Negara Indonesia - karena saya orang Indonesia maka saya mengatakan negara kita - adalah negara maritim (75 persen adalah wilayah lautan) dan agraris (penduduknya mayoritas bertani karena iklim yang menunjang dan memungkinkan). Benar bahwa kekayaan laut kita adalah nomor satu di dunia, dari terumbu karang, dari pantai-pantai yang indah, dari hasil tangkapan ikan, dari hasil pemeliharaan rumput laut, dari hasil mutiara dan masih banyak lagi. Kesemuanya itu kita punyai dan sayangnya belum dimanfaatkan secara maksimal, dan tepat guna. Dari cara pandang (mindset) penduduk Indonesia yang muda sekarang, rasa-rasanya "kita" sebagai bangsa sudah lupa bahwa kita adalah seorang pelaut, seorang petani bukan yang lain. Artinya keunggulan bangsa ini dibidang tersebut adalah sangat dominan di jaman-jaman sejarah lama. Tentu saja hal ini terkait juga dengan kemiliteran dimana pada jaman dahulu ketika armada perang angkatan laut kerajaan yang kuat pastilah menguasai peradaban, menguasai wilayah dan mendominasinya. Dibandingkan dengan kerajaan yang berpusat pada kekuatan darat. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.

Kapal-Laut.jpg

DUA MUSIM DI NEGARA AGRARIS INDONESIA
Ada dua musim di negara tropis yang kaya dengan hutan (yang sayangnya penyusutannya pun tidak main-main, karena pembalakan liar maupun penyalahgunaan HPH sehingga merambah dan menggunduli hutan tidak pernah memperhitungkan efek apapun selain keuntungan semata), dengan hasil maritim nabati dan hewani, juga mineral. Dua musim di negeri kita ini seolah mengisyaratkan kepada penduduknya untuk gemar bercocok tanam, menjadi petani dan karena ada angin darat dan angin laut secara tradisional penduduk kita pun seharusnya memang menjadi nelayan (meskipun angin laut dan angin darat digunakan jaman dulu ketika belum ada perahu dan kapal yang bermesin). Dengan iklim yang hangat, tidak panas tidak dingin. Hangatnya musim kita adalah sepanjang tahun (kemaraupun tidak terlalu menyengat seperti di daerah yang beriklim gurun (timur tengah dan afrika), 32 derajat Celsius saja kita sudah panas, padahal itu masih range yang belum panas, dan musim penghujan membuat negeri kita ini menjadi sejuk, suhu 26 derajat Celsius saja sangatlah sejuk, tidak dingin). Dan jangan heran bila banyak bangsa lain (terutama kaum imperialis) yang titik air liurnya kepada negeri jamrud khatulistiwa ini, untuk memilikinya. Dua musim di Indonesia tidak dioptimalkan oleh penduduk bangsa ini, mereka lebih menyukai pekerjaan Industri, Teknologi Informasi, dan Perbankan. Ada apa dengan bangsa ini ? Semua hasil bumi Indonesia adalah nomor satu, dari musim yang mendukung untuk bercocok tanam dan melaut tersebut telah disia-siakan oleh bangsa kita ini. Jawa adalah seharusnya menjadi Lumbung Padi di Indonesia, mengapa malah ditanami PABRIK-PABRIK yang merusak lumbung ini ? Terus kegiatan yang terjadi di laut - kegiatan ekonominya - lebih kecil dari kegiatan ekonomi di darat, padahal kita adalah bangsa maritim (terkenal dengan bangsa pelaut, nenek moyang kita), cara membuat rumah yang ada di sekitar sungai, sudah bisa dipastikan bangsa ini membuat rumah yang membelakangi sungai - walaupun tidak semuanya - tetapi sebagian besar tidak menghadap sungai. Apa jadinya ? Karena dibagian belakang maka sungai-sungai tersebut tidak terawat dengan baik bahkan dijadikan "tempat pembuangan sampah". Dan ini terjadi karena penduduk bangsa ini lupa bahwa mereka seharusnya bersahabat baik dengan air, sungai, danau, laut, bukan malah menelantarkan mereka.

sungai rapih.jpg

Itu gambar sungai di negeri yang pernah lama menjajah kita, mengapa kebiasaan baik mereka tidak ditularkan ? Padahal sungai mereka tidak sebanyak sungai di negeri ini. Jadi tidak heran kalau musim penghujan kita kebanjiran dan kalau musim kemarau kita kekeringan. Kalau saya pribadi mengatakan ini adalah anomali dari bangsa ini. Bangsa yang tidak mau memakai jatidiri sendiri, bangsa yang bangga dengan baju orang lain, bangsa yang ingin menjadi seperti bangsa lain. Dan masih belum terlambat - khususnya kepada generasi muda yang terdidik - untuk mengubah cara pandang bangsa ini tidak usah malu menjadi bangsa agraris nan maritim - kalau anda mengenal istilah menguasai pangan akan menguasai dunia - apalah artinya banyak internet, banyak uang tetapi tidak ada makanan ? Seharusnya bangsa ini menjadi bangsa agraris maritim yang canggih dan pasti akan diperhitungkan dunia, kalau tidak sampai taraf menjadi hegemoninya.

SOLUSI
Sepertinya tidak ada kaitannya dengan kurikulum pendidikan kita ? Jelas ada, jadi solusi untuk merubah peradaban sebuah bangsa adalah dari pendidikan, terutama tenaga pendidik (guru, dosen) dan dari kurikulum pendidikannya. Tentang hukum dan perundang-undangan yang menguatkannya pun harus ada, mengenai alokasi dana dan anggaran di APBN pun harus dioptimalkan. Terpenting adalah kurikulum pendidikan bangsa ini harus diperbaiki. Tidak usahlah terlalu berat materi dari mata pelajaran yang ada, tidak usahlah anak didik kita dijadikan si manusia segala tahu, pada akhirnya hanya akan menjadi manusia yang tidak matang, bukan ahli dan bukan maestro, bukan spesialis. Dan jenjang pendidikan kita terlalu lama, sehingga anak berusia 21 tahun (kalau di luar negeri sudah mandiri) masih ada di Indonesia ini, pendidikan terlalu lama dan mengalami kejenuhan. Padahal seiring dengan bertambahnya umur kreativitas dan imajinasi seseorang biasanya semakin menurun. Padahal usia 17 tahun dengan pendidikan yang mumpuni sudah bisa menjadi "orang dewasa" yang baik, tetapi kalau kita masih menyebut anak 17 tahun, bahkan umur 21 tahun masih tergolong anak 21 tahun (biasanya masih mahasiswa), padahal kalau diperpendek waktu/durasi pendidikan kita umur 21 mungkin sudah S2, dan tidak akan "enak dan pantas" lagi kita menyebutnya "anak".
Sadarkan kembali jati diri kita sebagai bangsa yang merdeka bukan ingin membebek ke bangsa lain. Konten-konten televisi haruslah yang menimbulkan kesadaran dan pendidikan yang masuk akal dan meninggikan moral dan akhlak, bukan seperti yang sekarang ada, sangat miris kalau anak-anak kita menonton tanpa disertai orang tuanya. Media ini termasuk media hipnotis yang bisa dalam jangka panjang menjadikan cara pandang (mindset) berubah mengikuti hipnotisnya tersebut. Tanggung jawab terbesar ada di pundak pemerintah dan pemegang kebijakan, tetapi peran serta masyarakat dan kita pun harus aktif dan sadar tentang masa depan bangsa ini, bangsa yang tertidur, terhipnotis dan sedang lupa dengan jati dirinya. Bangsa yang agraris maritim yang sedang menyulap dirinya menjadi bangsa industiralis dan high-tech dengan jalan yang instan dan belum benar. Sampai kapan kita akan begini ?