#SERI TOKOH 1: IBUKU PAHLAWANKU

20-09-32-18056856_1412928948763756_3052043741898324123_n.jpg

Nurhayati, ya begitulah nama ibuku yang lahir dari seorang perempuan sederhana dari seorang lelaki bijaksana telah membuatnya tumbuh menjadi sosok yang penyayang. Ibu merupakan anak ke 3 dari 6 (enam) bersaudara. Tinggal di rumah panggung yang mengharuskan ia setiap hari beraktivitas extra.

Tahun 1981 ibu menikah dengan ayah. Seorang laki-laki bujang mempersunting ibu dengan harapan yang besar. Ibu memilih ayah karena semangat pantang menyerah, mempunyai visi ke depan yang jelas. Dia bukan sosok yang mudah dipahami tetapi dia sangat memahami. Itulah yang membuat ibuku jatuh cinta.

Tahun 2009, ayah meninggal karena sebuah kecelakaan. Kejadian itu membuat ibu merasa sedih. Bagaimana tidak? Karena selama ini pengeluaran rumah tangga berada di pundak sang ayah. Hal ini membuat Ibu menjadi berpikir keras untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga dengan membesarkan kedua anaknya.

Hidup ibu menjadi berubah setelah kepergian Ayah. Ia menjadi lebih aktif dan mulai bersosial. Pada awalnya, Ibu adalah ibu rumah tangga yang baik, melakukan aktivitas rumah tangga hanya di rumah. Ibu tidak dituntut untuk mencari nafkah, tetapi setelah kepergian Ayah, banyak peluh yang mengalir membasahi tubuhnya, sinar matahari yang panas membakar tubuhnya sudah tidak berarti dibandingkan pedihnya mendapatkan rupiah.

IMG_20171021_194046.jpg

Ibuku bukan ibu biasa. Ia adalah sarjana, tetapi ia ditakdirkan tidak dapat bekerja di instansi pemerintahan. Ia ditakdirkan membesarkan kedua anaknya di rumah. Tak bekerja di instansi pemerintahan tidak membuat ibu bersedih dan menangisi nasib, tetapi ini adalah sebuah bentuk pengabdian untuk keluarga.

Ibu melanjutkan kebiasaan ayah dalam bekerja. Ia beternak, bersawah, berkebun, dan membuat kue. Rutinitas dimulai pada pukul 04.00 pagi hingga 18.00 sore. Pada malam harinya ia juga mengajari anak-anak mengaji sebagai sebuah bentuk tanggung jawab terhadap generasi Islam. Selain mengajari mengaji, Ibuku juga menimba ilmu (mengaji) di Balai Pengajian, dayah, dan meunasah. Ia menjadikan seluruh aktivitasnya sebagai ibadah, maka tidak pernah terdengar bahwa ia tidak bersyukur atas keadaan ini.

Ia selalu memiliki keyakinan bahwa untuk hidup yang benar sesuai tuntunan agama. Keyakinan ini ia ajarkan kepada kedua anaknya yang masih muda. Ia menanamkan sikap rendah hati, mengedepankan pengorbanan kepada agama, membantu orang lain dengan ikhlas adalah nilai yang ia terus pertahankan dan lestarikan. Satu harapan ia yang telah ia goreskan ribuan kali di hatinya, bahwa ia dan kedua anaknya ingin pergi ke tanah suci. Sebuah tempat untuk menumpahkan rasa syukur yang besar.