PUISI BIARKAN KAMI

in #puisi7 years ago

GEDC0594.JPGBIARKAN KAMI
(untuk Aceh dan suku lainnya di negeri ini)
Karya FIKAR W.EDA

biarkan kami tegak di sini
menahan gigil angin
yang meniupkan aroma maksiat
biarkan kami tegak di sini
menahan dingin hujan
sambil menghitung hari-hari lewat

biarkan kami tegak di sini
memaku tanah merah, tanah moyang kami
lalu menggalinya agar tetap selamat
biarkan kami tegak di sini
berdoa bagi kelangsungan hidup kami
mengharap ampunan dan taubat

biarkan kami di sini
bersama anak dan istri
memandangi rembulan pucat
biarkan kami di sini
menunggu kezaliman berlalu

jangan paksa kami minum anggur
yang memabukkan ruh dan raga kami
jangan paksa kami membangun tenda
di tepi-tepi jurang menganga
yang siap menelan kami lumat

kami bukan batu keramat
kami bukan lumut laknat
kami bukan bau busuk khianat
kami bukan ranting rapuh
yang lekat pada beringin angkuh
kami bukan apa-apa

karena itu biarkan kami
menghirup aroma tanah
tanpa syak wasangka
menjadi tangkai sekaligus bunga
memintal kasih sayang dan cinta

Jakarta, April 1998

FIKAR W.EDA:
Lahir di Aceh 1966. Alumni Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (Unsyiah, Banda Aceh. Menggeluti sastra dan teater. Tampil dalam berbagai kegiatan baca puisi di sejumlah kota di Indonesia dan Malaysia, seperti Jakarta, Jogjakarta, Solo, Surabaya, Bandung, Kuala Lumpur dalam Pengucapan Puisi Dunia Ke-9 2002, Banda Aceh dan lain-lain. Menghadiri Forum Puisi Indonesia ’87 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Refleksi Peringatan 50 Tahun Indonesia Merdeka di Solo, Pertemuan Penyair Sumatera di Lampung, Medan, Batam dan sebagainya. Bersama grup musikalisasi puisi Deavies Sanggar Matahari, menggelar acara “Tour Salam Damai” di sejumlah kota terpenting Indonesia dalam rangka Kampanye Hak Asasi Manusia Aceh. Menyusun antologi sastra “Aceh Mendesah Dalam Nafasku” bersama Lian Sahar dan Abdul Wachid BS (Kasuha, 1999), dan buku “Aceh Menggugat” (Pustaka Sinar Harapan, 1999) bersama S Sastya Dharma. Menulis buku “FORBES dan Jejak Lahirnya Undang Undang Pemerintahan Aceh” (Forbes, 2008), “SABANG, Menyusur Jejak Pelabuhan Bebas” (BPKS, 2008) bersama Reza Idria.

Kumpulan puisinya “RENCONG” (2003 dan 2005) ini diluncurkan di Universitas Indonesia (UI Depok), 17 Oktober 2003. Buku itu ‘dibedah’ secara khusus oleh dua sastrawan Malaysia, Prof Siti Zainon Ismail dan DR Ahmad Kamal Abdullah (Kemala), DR Tommy Christomi (UI) serta sejumlah essei yang dipublikasikan di berbagai surat kabar. Sejak 1989, bekerja sebagai jurnalis pada surat kabar Serambi Indonesia yang terbit di Banda Aceh.

Puisi-puisinya juga terhimpun dalam “Antologi Forum Puisi Indonesia” (Dewan Kesenian Jakarta, 1987), “Antologi Sastra Aceh Seulawah” (1995), “Dari Bumi Lada” (Dewan Kesenian Lampung, 1996), “Aceh Mendesah Dalam Nafasku” (Kasuha,1999), Antologi Puisi Indonesia Jilid I (KSI, 1997), “Maha Duka Aceh (PDS HB Jassin, 2005), “Syair Tsunami” (PN Balai Pustaka, 2005), “Lagu Kelu” (Asa-JapanNet, 2005), “Ziarah Ombak” (Institute for Culture and Sociaty, 2005) dan lain-lain.