Menebar Kebaikan Besar Kecil yang Penting Ikhlas dan Manfaat

in #steempress5 years ago (edited)

Menebar Kebaikan Besar Kecil yang Penting Ikhlas dan Manfaat




Tiada kebaikan yang terlalu kecil, setiap kebaikan akan tetap bernilai kebaikan.


 

Saat butuh interaksi di sosial media untuk setor laporan kepada panitia, saya mulai memperhatikan mana yang memberikan feedback natural, mana yang asal-asalan. Senang dengan interaksi positif, dan merasa membebani follower ketika interaksi terkesan dipaksakan. Karena itu saya mencoba lebih dahulu mengoptimalkan etika dan mengambil benang merahnya dalam memberikan komentar kepada teman secara maksimal. Saat orang senang mendapat interaksi tulus dari kita, sejatinya kita pun sedang membangun interaksi terbaik bagi kita sendiri, bukan?

Alhasil apa yang saya lakukan membuahkan hasil tidak terduga. Komentar saya (yang katanya natural dan tidak dipaksakan) pada sebuah akun mendapatkan imbalan saldo atau uang digital sebesar 20K dari sebuah --bilang saja-- komunitas.

Lah saya bingung, gopay atau ovo sama sekali tidak punya akunnya secara kami tinggal di Pagelaran Cianjur Selatan belum ada masuk ojek online. Kalau harus menginstal aplikasi demi mendapatkan 20K rasanya tidak sebanding. Maksudnya, hape jadul ini memorinya sudah tidak cukup lagi untuk nambah instal aplikasi. Bukan nolak rezeki, 20K bisa dibelikan beras sebanyak 2Kg dan itu bisa buat makan kami empat hari. Tapi caranya yang tidak mudah bikin saya mikir ulang. Ini 20K sebaiknya saya apakan supaya bisa bermanfaat?

Kadarullah saya pun kebagian mendapat job campaign dan seperti biasa mengumpulkan interaksi sebelum hasilnya disetorkan kepada key opinion leadher (KOL). Saya bergerilya minta dukungan dengan cara fair play, dong. Sehingga meski tidak banyak, komentar dan interaksi lumayan tidak malu-maluin. Cukup puas dengan engagement di atas rata-rata.

Senang dan bersyukur. Kalau sudah gitu rasanya ingin banget menghargai ketulusan mereka dengan apresiasi. Meski sedikit. Mengingat saat pandemi corona sekarang saya dan keluarga pun kena dampaknya, biar sedikit tapi membantu dan bermanfaat. Lalu dengan apa?

Saya teringat saldo gopay/ovo atau pulsa pemberian dari sebuah komunitas kemarin itu. Ya, kenapa tidak penghargaan dari komunitas itu saya alihkan kepadanya? Saya yakin kalau yang tinggal di kota pada punya akun gopay atau ovo, sehingga 20K bisa dibelikan apa saja yang seharga, bukan?

Meskip pada akhirnya admin komunitas memberikan kelonggaran kalau 20K bisa ditransfer lewat bank. Mungkin karena saya kelamaan tidak mengambil 20K tersebut. Tapi sudah terlanjur niat memberikan kepada yang lain, maka 20K itu tetap saya alihkan.

Jadilah dengan sistem kejutan saya diam-diam memilih interaksi yang menurut saya unik. Dalam arti komentar beneran natural dan tidak dibuat-buat. Setelah menemukan komentar yang sesuai saya pun memilihnya dan menghubungi admin komunitas untuk mengalihkan 20K kepada teman yang komentar nya terpilih.


20K yang dikeluarkan mendarat menjadi milik teman

20K apalah artinya, tapi saya berharap semoga 20K itu jadi lebih bermanfaat di tangan yang tepat. Pemindahtanganan hadiah itu pun selesai dengan metode transfer.

Tanpa diduga, sekitar dua jam kemudian saya tiba-tiba dijapri oleh teman lain, yang mengirimkan screenshot bukti jika ia telah transfer via rekening sebesar 50K, katanya fee kegiatan yang saya ikuti di sosial media (pula). Saya merenung, merasa itu bukan sebuah kebetulan. Saya “mengeluarkan” 20K dan mendapat “penggantinya” 50K.


Dua jam kemudian, Tuhan ganti atas apa yang saya keluarkan...

Alhamdulillah, saya pun bisa membelanjakan 50K yang ditransfer teman, membeli kebutuhan sembako. Kebetulan beras di rumah memang sudah habis.

Sepulangnya dari pasar hari Selasa, (ada pandemi atau tidak, pasar di kampung kami tetap buka seminggu dua kali, hari Selasa dan Jumat) ada seorang nenek pengemis yang berteduh di teras rumah kami yang memang tidak dipagar. Ketika saya basa-basi menyapa menyuruhnya duduk di bangku, jangan di teras yang suka banyak kotoran ayam, nenek pengemis itu memelas meminta beras.

Manawi aya sodakoh jariahna, Neng. Emak nyuhungkeun beasna sacangkir mah...” (Apakah ada sodaqoh jariahnya, Neng. Emak minta berasnya satu cangkir saja...”

Saya teringat baru saja membeli beras beberapa kg dari pasar. Saya pun mengambil setengah liter beras dan memberikannya ke si nenek. Kasihan. Hanya itu yang ada dalam pikiran saya. Andai saja ibu atau nenek saya demikian, bagaimana perasaannya jika tidak mempunyai beras di rumahnya.

Lagi-lagi entah kebetulan atau bukan (tapi saya yakin ini semua kehendak Allah SWT) sore harinya, salah satu orang tua anak mengaji, santri suami di rumah, datang dengan wajah sumringah.

“Ibu, punten sanes ngahinakeun. Manawi katampi, ieu pare anyar hatur lumayan hoyong karaosan ku bapa sareng ibu sakeluarga.” (Ibu, maaf bukan menghina, semoga diterima, ini ada beras dari hasil panen, berharap bisa ikut dinikmati oleh bapak dan ibu beserta keluarga)

Ibu dari santriwati suami itu datang sambil menjinjing keresek putih berisi beras yang masih panas, baru saja keluar dari pabrik penggilingan. Beberapa hari terakhir saya memang melihat si ibu menjemur gabah di halaman masjid yang berjarak sekitar seratus meter dari rumah.

“Ya Alah, Bu, kenapa malah dibagikan, sementara saat ini kan semua orang justru sedang banyak yang kesusahan,” heran saya. Saya tahu keluarga si ibu memiliki lima orang anak dan dua diantaranya merantau di ibu kota. Karena pandemi covid-19 anak mereka tidak bisa pulang kampung karena ada PSBB. Apakah tidak sebaiknya beras itu dikirimkan kepada anaknya?

“Alhamulillah, Bu. Panen tahun ieu teh rada sae. Saalit ge hoyong we dituang ku bapak sareng ibu di dieu...” ibu itu menjelaskan kalau panen tahun ini katanya hasilnya cukup lumayan. Karena itu meski sedikit ia ingin hasil panennya dinikmati oleh kami.


0,5liter beras yang dikeluarkan, Allah ganti dengan 5liter beras pemberian orang tua santriwati

Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dan bersyukur. Disaat semua mengeluhkan kesusahan, mengharapkan mendapat bantuan, masih ada banyak hati dan jiwa yang mau berbagi. Untuk orang “biasa” mungkin saat pandemi dan banyak pembatasan sosial akan mementingkan kecukupan diri dan keluarga besarnya, sebelum memikirkan tetangga apalagi orang lain. Tapi tidak dengan ibu ini.

Saya jadi merinding sendiri ketika memikirkan apa yang sudah saya alami. Mulai uang 20K yang saya berikan dan kembali menjadi 50K hanya dalam selang beberapa jam saja. Lalu beras setengah liter yang saya keluarkan, kembali berlipat-lipat "kembali" dalam hitungan jam saja menjadi lima liter. Itu semua bukan hanya kebetulan. Tetapi ada rencana dan janji Allah SWT yang memang tidak bisa kita bantahkan.

Allah telah menurunkan banyak sekali ayat anjuran bersedekah. Termasuk menggambarkan balasan bagi orang yang gemar bersedekah.

Allah berfirman dalam Surat An-Nisa Ayat 114, yang artinya: "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali (bisik-bisikan) orang yang menyuruh bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mendamaikan di antara manusia. Dan siapa yang berbuat demikian dengan maksud mencari keridhoan Allah, tentulah Kami akan memberi kepadanya pahala yang amat besar."

Jangan merasa sayang dengan uang yang sudah susah payah kita cari. Jangan bingung kita mau makan apa kalau makanan yang hanya sedikit kita miliki harus kita bagi dengan yang lain. Karena justru, yang terbaik itu adalah ketika kita memberikan apa yang kita sukai dan sayangi.

Allah menggambarkan kesempurnaan amalan apabila bersedekah sesuatu yang kita sayangi dalam Surat Ali-Imran Ayat 92, yang artinya: "Kamu tidak sekali-kali akan dapat mencapai (hakikat) kebajikan dan kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu dermakan sebagian dari apa yang kamu sayangi. Dan sesuatu apa juga yang kamu dermakan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 261, Allah berfirman yang artinya: "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui."

Jadi jangan ragu untuk berbagi apalagi sedekah saat musim pandemi covid-19 seperti sekarang. Saat banyak orang yang terdampak karena kita harus jaga jarak, harus di rumah saja demi memutus rantai penyebaran virus corona. Banyak yang membutuhkan sembako karena usahanya tidak lagi berjalan.


Dengan beras lima liter, santriwan dan santriwati bisa makan bersama meski sederhana. Jangan ragu untuk terus berbuat baik, karena hakikatnya kebaikan itu untuk kita sendiri

Allah berfirman bagi hamba-Nya yang kesulitan ekonomi namun tetap bersedekah dan menjanjikan adanya kemudahan setelah kesulitan dalam Surat At-Thalaq Ayat 7, yang artinya:

"Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan."

Dari ayat tersebut jelas disebutkan Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. Yakin setelah kesempitan dan kemiskinan (menurut kita), Allah akan memberi kelapangan dan kekayaan.

Jangan takut kehilangan harta benda saat kita berniat akan sedekah. Sekecil apapun yang kita keluarkan sudah jadi janji Allah akan mengganti dengan lebih. Sebagaimana bukti yang baru saja saya alami.


Masa pandemi corona bukan penghalang kita melakukan sedekah dan berbagi kebaikan. Meski kita dianjurkan untuk tidak keluar rumah, namun ada banyak cara yang mempermudah kita melakukan itu. Infak, sedekah, zakat dan kegiatan lain melalui dompetdhuafa.org salah satunya.

Cukup menggunakan ponsel yang tersambung ke internet, kita bisa melakukan transaksi dan kebaikan berbagi dalam hal seperti zakat, infak, sedekah, wakaf, kurban dan kemanusiaan. Tidak harus ke luar rumah, tim dari Dompet Dhuafa bisa datang menjemput ke tempat kita. Lebih aman, bukan?

Meski dalam suasana pandemi, kita bisa tetap berbagi kebaikan. Sesungguhnya tiada kebaikan yang terlalu kecil, karena setiap kebaikan akan tetap bernilai kebaikan. Wallahualam.

 

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”



 


Posted from my blog with SteemPress : http://tehokti.com/menebar-kebaikan-besar-kecil-yang-penting-ikhlas-dan-manfaat.html

Sort:  

Terimakasih sudah menebar kebaikan untuk hari ini, semoga nasehatnya bermanfaat untuk semua hivers yg ada di Indonesia 👏👏