NGAJI KITAB IHYA' ULUMUDDIN TENGAH MALAM DENGAN KH. MOH. TIDJANI DJAUHARI, MA

in #story6 years ago (edited)

images(3).jpg

MENGAJI KITAB IHYA' ULUMUDDIN TENGAH MALAM DENGAN KH. MOH. TIDJANI DJAUHARI
Oleh Moh. Ghufron Cholid

KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA salah satu pimpinan dan pengasuh pondok pesantren Al-Amien Prenduan yang wafat pada tahun 2007.

Seorang guru yang membekali santri-santrinya bacaan shalawat fatih sebanyak 11 kali buat bekal perjalanan.

Seorang ulama yang istiqamah, i'tikaf di masjid di malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan ramadhan, merupakan ulama yang penyabar dan muqaddam thariqah tidjaniah serta duta al-azhar untuk Indonesia.

Tahun 2006 adalah tahun paling mendebarkan bagi saya jika saya berbicara tentang sosok KH. Moh. Tidjani betapa memiliki kenangan yang begitu mendalam.

Saya tak pernah menyangka akan diajari kitab Ihya' Ulumuddin tengah malam, namun siapa yang bisa menebak laju takdir. Segalanya seolah mengalir begitu saja.

Yang diajarkan kala itu adalah tentang ummul qur'an yang seolah menjadi ijazah bahwa saya telah dapat sanad yang shoheh tentang kitab ihya' ulumuddin.

Sanad ilmu begitu penting bagi seorang yang berada di jalur ilmu terutama bagi orang Madura.

Tidaklah mengherankan jika orang Madura nyantri ke pesantren baik yang ada di Madura maupun belahan lain dari Indonesia. Bahkan sampai ada yang mempelajari ilmu agama hingga luar negeri, semua ditempuh untuk mendapatkan sanad ilmu.

Jika adik saya, Ali Fahmi Cholid, M.Pd.I mendapatkan sanad ilmu dari gurunya dan sanadnya di pampang di dinding rumah maka saya juga merasa bahagia mendapat sanad ilmu kitab ihya' ulumuddin dari guru saya, kata orang Madura guru tolang bernama KH. Moh. Tidjani Djauhari.

Intisari dari ummul qur'an yang diajarkan bahwa Arrahman dan Arrahiem Allah sangatlah berbeda dan tegas.

Arrahman diberikan Allah kepada seluruh ciptaannya tanpa memandang status agama maupun sosial. Yang berusaha diberi kesuksesan. Yang belajar diberi kepintaran. Yang berdagang diberi kekayaan.

Untuk memberikan kebahagiaan Allah tak pernah membedakan jenis kelamin, suku maupun bangsa. Tak memeluk agama Islampun diberi kebahagiaan.

Namun akan sangat berbeda jika berbicara Arrahiem maka Allah sangatlah tegas, Arrahiem hanya diberikan kepada pemeluk agama Islam yang taat, yang mukmin, yang masih ada sepercik iman di hati.

Arrahiem hanya diberikan Allah di hari akhir maka tidaklah mengherankan jika kemiskinan banyak berada di kalangan orang yang berada dalam pemeluk agama Islam. Karena doa Nabi Muhammad pun ingin dikumpulkan bersama orang-orang miskin.

Arrahiem bisa hadi semacam tiket bagi yang heragama Islam untuk bahagia di hari akhir.

Menatap mata KH. Tidjani Djauhari yang teduh. Menatap sosoknya yang penuh kharisma maka kepergiaan beliau merupakan duka yang begitu mendalam.

Saya merasa bahagia pernah menjadi muridnya, pernah menjadi saksi mata dari perjalanan sejarahnya semasa hidup.

Bahkan ketika kawan saya, Iwan Kuswandi hendak membuat buku tentang KH. Moh. Tidjani Djauhari dan meminta pandangan saya, yang saya rasakan adalah kebahagiasn dan sayapun menemani Iwan Kuswandi bermalam di kediaman salah seorang ulama Sampang yang bertempat di Torjun, hanya untuk menggali lebih dalam sosok KH. MOH. Tidjani Djauhari.

Menjadi muridnya dan mengamati lebih dekat sosoknya adak detak waktu paling menggembirakan.

Saya menulis puisi tentang sosok beliau pada tahun 2009 yang lalu dan saya muat dalam buku puisi tunggal saya Menemukan Allah yang diterbitkan Pena House, 2016.

1524448642573.jpg
Adapapun puisi yang saya tulis, saya pisting lengkapnya agar yang lain bisa merasakan kehadiran sosok ulama kharismatik bernama KH. Moh. Tidjani Djauhari

Moh. Ghufron Cholid
SELEPAS SUBUH
Teruntuk guru tercinta Alm. KH. Moh. Tidjani Djauhari

Guru
Selepas subuh
Rumput-rumput bertahlilan
Beburung membaca yasin
Di sekitar nisanmu
Lalu
Kusaksikan pohon-pohon doa semakin lebat daunnya
Lantas
Meneduhi nisanmu
Kemudian
Aku mengerti
Suatu hari nanti
Wajahku berganti nisan
Namun
Aku belum tahu
Apakah nisanku akan seteduh nisanmu
Namun
Aku belum tahu
Jika wajahku telah berganti nisan
Apakah rumput-rumput akan bertahlilan
Dan beburung akan membaca yasin
Semisal yang kusaksikan selepas subuh ini

Al-Amien, 2009

Puisi ini semacam menjadi salah satu kesaksian tentang sosok KH. Moh. Tidjani Djauhari, MA, puisi ini lahir ketika saya berada di sekitar nisannya.

Semoga segala amal dan impian serta dedikasinya menjadikan beliau kekasih Allah yang menempati surga firdaus.

Saya bahagia pernah menjadi muridnya dan semoga ilmu yang telah diberikan kepada saya tak hanya bermanfaat bagi diri saya melainkan bermanfaat bagi semua ciptaan.

Terimakasih guru, atas ilmu berharga yang kauberikan. Salam takdzim dari muridmu.

Junglorong, 23 April 2018
Moh. Ghufron Cholid||@mghufroncholid31
![12118874_10205382995081283_1987488527929062146_n-01.jpeg](

DQmUespkYTcA8pRPaJuR1deHVi91Mv3MFjr1Ukbvwwdwmg9-5.gif

Biodata Penulis
Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, lahir di Bangkalan, 07 Januari 1986. Menulis puisi, cerpen, pantun dan esai serta melukis. Sanggar Sastra Al-Amien (SSA) banyak mewarnai proses kreatifnya dalam seni tulis menulis sampai berkesempatan membacakan puisinya di Kongres Penyair Sedunia ke-33 di Ipoh Malaysia. Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. Hp 087850742323

Sort:  

Kisahnya sangat seru dan bikin haru, saya vote dan di resteem untuk bahan bacaan dan pengayaan pengetahuan

Waw ngaji kitab tengah malam, seperti apa rasanya soalnya saya belum pernah mengalaminya, terimakasih telah berbagi cerita yang menarik penuh haru biru ini

Loading...