Jalanan Berdebu Si Bocah yang Nantikan Hujan

in #story6 years ago

images(34).jpg

Si bocah berjalan lunglai lalu terduduk lemas di pojok terminal dengan mata sayu yang terkadang berhias ringisan jeri menahan perih menusuk lambung, karena dari kemarin hanya sekerat roti bekas yang telah gepeng diinjak lalu-lalang orang saja menjadi pengganjal perut laparnya.

Sambil menggaruk badannya yang penuh jamur bermanik koreng di balik baju lusuh hasil pulungan di pembuangan sampah, mulut si bocah tidak kering meminta-minta sedikit saja kebaikan para pelintas berupa recehan dan lembaran rupiah. Namun, tampaknya Telah tuli para manusia hedon di sana, sehingga permohonan mengiba si anak tidak sedikitpun menggetarkan gendang telinga mereka.

Si bocah mengeluh berikut mengaduh karena telah lama mengemis namun nihil hasil didapat, sementara sembilu di perut semakin garang mengiris.

"Halo, Jajang! Ke mana kamu!? Ibu sudah tunggu dari tadi, tapi enggak muncul! Cepat jemput ibu di depan terminal! Cepat! Panas di sini!" Si ibu gemuk perlente menutup telepon sambil terus merocos banyak makian.

Si bocah pengemis yang sama sekali tidak diacuhkan si ibu gemuk berkalung dan bergelang deretan emas, melirik tajam tas besar yang tergantung malas di lengan bergelambir ibu hartawan. Tepat di sebelahnya. Terbayang di otak polosnya lembaran uang yang menggulung di sana. Tentu akan lepas lapar, bahkan banyak barang dapat dibelinya jika bisa dapatkan isi tas berlogo CH tersebut.

Sepersekian detik melesat bagai lesatan panah. Si bocah melompat dan berlari kencang dengan sisa tenaganya yang berbekal khayal akan hilangnya siksa setelah berhasil menjambret tas si ibu gemuk. Sambil turut pula coba menghempas lapar yang meraja.

Ramai terminal meledak oleh teriakan orang-orang yang mengejar si bocah penuh amarah. Bergerombol semakin banyak coba menangkap si pencuri kecil.

Bocah terengah-engah coba menambah laju larinya. Tahu konsekuensi jika tertangkap masa yang marah. Mati pastinya dia.

Gang sempit diterabasnya memasuki liku jalan berujung buntu. Namun, paham dia lajur yang diambil untuk masuk tempat bersembunyi.

Di bawah gerobak sampah yang dibiarkan tergeletak bertumpuk limbah, si bocah meringkuk takut melihat puluhan langkah marah berusaha menangkapnya. Mendekap erat tas si ibu gemuk dengan harap dapat nikmati isi di dalamnya.

Berlalu sudah kirab murka yang mengejarnya. Sambil menghela napas lega si bocah keluar dari persembunyian. Mengindik pergi coba menjauh dari pengejar. Beberapa langkah terambil sebelum eratnya genggaman mencekal pundak. Tenaga besar dari tangan kekar pria berwajah sangar dan berambut gondrong di belakangnya.



images(35).jpg

Gubuk kardus reyot di bawah kolong jembatan tol. Perkampungan kumuh dari penduduk marjinal yang terpinggirkan. Ada kisah tentang wanita dusun terukir di sana.

Asih binti Rozak si kembang desa yang tersesat di rimba Ibu Kota. Bertandang ke metropolitan dengan harap dapatkan nasib yang lebih baik dari hidup di desa. Jadi buruh tiada mengapa, pikir dia yang hanya tamat sekolah menengah pertama, asal dapat kerja untuk bantu Ibu di kampung halaman.

Sayang disayang, setan bangsat yang membawanya dengan imingan kesejahteraan malah jerumuskan dia ke ranah jeram pengumbar syahwat. Dijual bagai hewan peliharaan dan mesti rela dijadikan wanita penghibur lelaki hidung belang.

Seorang begundal tukang pukul datang taksir Asih untuk dipinang. Harap tinggi wanita itu lepas dari lembah nista. Tetapi, kelam hidupnya ternyata tidak berubah. Lepas dari germo durjana, dia kini dikangkang lelaki bejat yang tak segan layangkan pukulan demi paksakan lacurkan kehormatan agar hasilkan uang untuk ditukarkan dengan minuman.

Berselang bulan, Asih hamil anak si begundal yang tak diakui sang suami tiada perasaan. Sampai dia melahirkan anak yang tiada sempat ditimangnya, karena Tuhan takdirkan dia temui akhiran.

Si jabang bayi tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Direntalkan oleh ayahnya jadi bahan pemikat iba untuk para pengemis jalanan.

Dia si bocah tanpa nama, yang besar ditimang keras jalanan dan sakitnya gamparan ayah bajingan. Dipaksa cari uang di jalanan dengan imbalan nasi aking berlauk garam, beruntung jika ada tetangga yang beri tambahan, yang jika tidak ada setoran maka deraan tangan hingga cambuk ikat pinggang yang didapatkan.

Si bocah jalanan. Dilahirkan oleh Asih binti Rozak yang terpaksa rasakan kerasnya jalanan, demi menyambung hidup yang belingsatan.



images(36).jpg

Si bocah menggigil dengan tubuh telanjang yang basah oleh air. Gemeretuk gigi kuningnya menahan dingin dari guyuran yang jarang dia rasakan, sejujurnya pun tidak terlalu disukai si bocah. Namun, apa daya dia membantah si pria gondrong yang kini mulai membebatnya kasar dengan handuk, untuk kemudian oleskan salep yang berakhir dengan taburan bedak dingin yang rasanya nyaman di badan.

Si bocah menatap pria penolong yang masih saja membuat heran akan kebaikannya. Dia rela memasang badan demi selamatkan bocah dari amukan. Membawanya pulang untuk diberi makan dan diperkenalkan oleh teman-temannya, yang mengaku dari perkumpulan penyelamat anak jalanan.

Di bangunan yang mereka sebut rumah selamat itu, telah tiga pekan si bocah dapatkan kasih sayang dan pendidikan, dari mereka relawan yang tak harapkan imbalan.

Berbanding terbalik dengan apa yang selama ini telah dia dapatkan dalam asuan si ayah bajingan, yang kini mendekam dalam kurungan setelah habis jadi bulan-bulanan para relawan saat datang sok jagoan tagih si bocah dalam pengampuan.

Kini si bocah dapatkan kehidupan yang sesungguhnya. Bukan lagi keras aspal jalanan menempa, tetapi lembutnya guru yang berikan ilmu dan relawan yang merawat dengan sayang, demi masa depan lebih cerah. Teruntuk si bocah yang kini bernama Maulana, beserta teman-teman mantan anak jalanan.

Re-Kun
Bandar Lampung, 25 Juli 2018

Cerita terinspirasi dari posting @mpugondrong yang berjudul "Jalanan Bekasi 1: Kehidupan Anak-anak Pengamen Lampu Merah dan Sekolah Pinggir Kali"

Sort:  

realitas kehidupan kota
kekerasan, kemiskinan dan kesenjangan sosial seperti kacamata kuda, sedang hidup terus berpacu antara perut dan kepentingan

Keegoisan kehidupan jaman sekarang...