Yusuf, Potret Kehidupan Nelayan

in #t7 years ago (edited)

Tempat paling indah bagi cinta bermuara adalah rumah-rumah dengan dinding terbuka, tiang-tiang menatap lurus pada langit, seruan ombak laut dan angin yang mengalun syahdu pada penguasa, keresahan, rindu dan ampunan. Senja di Kampung Nelayan tidak seperti biasa, sore ini kilauan sinar matahari memancar dengan warna kuning cerah mulai menghilang dengan sentuhan angin yang melintas seakan membuat letih hilang sejenak.
Sebelum menjadi nelayan, Yusuf dahulu mempunyai bengkel sepeda motor. Penghasilan dari bekerja di bengkel milik sendiri dapat memberikan penghidupan yang relatif layak kepada keluarganya. Hidup serba berkecukupan, mereka pun mensyukuri segala cinta dan kasih sayang dalam bingkai keluarga muda. Saat itu Farrel masih berusia 2 tahun dan Eva melahirkan anak ketiga mereka yaitu Irfan. Tidak seperti masa kelahiran Amanda dan Farrel yang berjalan normal, Irfan lahir premature sebab itulah Eva harus melahirkan dengan cara caesar.
Kelahiran Irfan yang membutuhkan biaya sangat besar membuat Yusuf menjual segala alat-alat bengkelnya, termasuk lokasi yang berada tepat di samping rumah sederhana milik mereka demi menebus Irfan dari salah satu rumah sakit yang berada di Kota Medan.
Hal ini membuat keluarga mereka kehabisan mata pencaharian. Amanda berhenti sekolah ketika mau memasuki SMP. Yusuf dan Eva tidak lagi mempunyai biaya untuk memberikan pendidikan kepada anaknya. Walau demikian Amanda tidak merasa kesal, karena dia melihat keluarga mereka benar-benar telah terhampit dalam jerat kemiskinan.
Untuk memenuhi hidup pasca kelahiran Irfan, Yusuf mulai melaut mencari peruntungan di bidang nelayan, walau dia tidak mempunyai bakat apa-apa dalam nelayan, tetapi semangat juang dan cinta yang Yusuf punya untuk keluarganya begitu besar, sehingga pekerjaan apapun yang sanggup dilakukan selagi itu halal maka Yusuf lakukan.
Awal mula bekerja sebagai nelayan, Yusuf meminta bantuan kepada Burhan yang notabene-nya memiliki kapal sendiri untuk mencari ikan. Burhan merasa prihatin dan kasihan kepada Yusuf yang meminta bantuan untuk ikut serta dalam mencari ikan. Burhan pun memberikan bantuan untuk bisa ikut mencari ikan dengan menaiki kapal milik Burhan dengan, tetapi hal tersebut tidak di dapat secara gratis, Yusuf harus membayar bensin kapal tersebut, walau begitu Yusuf tidak keberatan, dengan tekat yang kuat dan keinginan untuk menghidupi keluarga Yusuf mulai menjajali pekerjaan barunya tersebut.
Lebih dari lima tahun sudah Yusuf bekerja sebagai nelayan, biaya cicilan rumah yang mereka tempati juga selalu menjadi mimpi buruk bagi mereka, kapan pun mereka bisa saja di usir dari rumah tersebut, tetapi Yusuf yakin akan bisa terus hidup dan memberikan nafkah kepada anak dan istrinya. Usia Amanda sekarang beranjak 12 tahun, umur yang masih sangat belia.
Pernah Amanda memberitahukan keinginannya untuk merantau ke kota Jakarta mengikuti teman-temannya, namun Yusuf dan Eva melarang Amanda untuk mencari peruntungan dengan merantau ke Jakarta. Usia yang masih sangat muda, pergaulan dan kehidupan yang sangat mahal di ibu kota Jakarta serta tidak ada kenalan di sana, membuat Yusuf dan Eva tidak memberikan ijin kepada Amanda untuk pergi merantau ke Jakarta. Hal ini membuat anak sulung mereka tersebut mencari peruntungan menjadi nelayan sambil membantu ayah dan ibunya melaut.
Saat ini Irfan beranjak usia 5 tahun, dia baru duduk di bangku kelas 1 SD. Yusuf dan Eva gigih berpendapat, bagaimana pun mereka harus memberikan pendidikan kepada anak bungsu mereka. Keyakinan tersebutlah yang memeberikan semangat kuat kepada Yusuf dan Eva untuk mencari nafkah lebih giat lagi. Berbeda dengan Amanda, Farrel mempunyai hobi turunan dari sang ayah. Farrel sangat senang dalam urusan bengkel seperti memperbaiki sepeda yang bocor dan sebagainya, hal tersebut yang dilakukan Farrel sehari-hari meski usianya baru menginjak 8 tahun. Yusuf tidak bisa berkata apa-apa terhadap kedua anaknya tersebut, dia bahkan merasa bersalah karena tidak memberikan pendidikan yang setara terhadap anak-anaknya.
Mengingat biaya sekolah yang semakin mahal, jangankan untuk membiayai sekolah, untuk makan sehari-hari saja mereka terkadang kekurangan, beruntung Amanda membantu sang ayah, sehingga pendapatan bisa bertambah. Namun demikian, tidak membuat kehidupan mereka bergeser menjadi taraf yang lebih baik lagi. Farrel sehari-harinya berada di bengkel yang tidak jauh dari rumahnya, terkadang ketika banyak pelanggan bengkel tersebut, dia membantu dan diberi upah capek secukupnya, terkadang dia tidak diberi upah.
Farrel berbeda dengan Amanda. Amanda merupakan anak penurut terhadap kedua orang tuanya, apa yang di katakan kedua orang tuanya selalu saja dia turuti. Keinginan Amanda untuk merantau yang tidak dikabulkan oleh kedua orang tuanya, tidak menjadi dendam di dalam hati Amanda. Dia berusaha menghormati keputusan yang telah diberikan oleh kedua orang tuanya.
Amanda pun membantu ayah dan ibunya untuk melaut. Amanda berusaha mengumpulkan setiap uang yang dia dapat untuk suatu saat dapat membeli kapal kecil tersendiri, supaya mereka tidak membayar biaya bensin lagi kepada sang pemilik kapal yang mereka pinjam. Terkadang Burhan meminta uang selain bensin sebagai upah sampan karena sudah digunakan, hal tersebut yang membuat uang yang diterima Yusuf selalu berkurang.
Keadaan yang memprihatinkan tidak membuat Eva patah semangat, beliau sebisa mungkin membantu Yusuf mencari nafkah sebagai tukang cuci serabutan selain juga ikut turun melaut. Saat pagi datang, Eva menyiapkan segala keperluan Irfan yang harus sekolah, kemudian mempersiapkan kebutuhan melaut untuknya suami dan anaknya, kemudian setelah itu dia baru pergi bekerja menjadi tukang cuci pakaian.
Farrel memiliki watak keras, dia tidak bisa diatur. Yusuf pernah mengajak Farrel melaut dan mengumpulkan uang hasil melaut untuk menambahi tabungan Amanda agar dapat membeli kapal kecil, namun Farrel menolak ajakan ayahnya tersebut. Farrel lebih memilih untuk kerja serabutan dibengkel milik tetangga mereka.
Sejak kecil, Farrel telah menunjukan keahlian dan bakat dalam bidang tubles, Farrel selalu bermain dan mengamati bengkel tubles di daerah tersebut dan dia sudah tahu bagaimana caranya memperbaiki kendaraan yang rusak, terkadang diberikan upah, terkadang tidak. Yusuf pernah berjanji kepada Farrel akan memasukannya ke SMK jurusan otomotif yang dia senangi. Namun janji tinggallah janji, Yusuf tidak bisa memenuhi janji yang telah dibuat untuk anaknya tersebut karena menyelesaikan SD pun Farrel tak mampu.
“…Sebenarnya orangtua mana yang tidak ingin anaknya sekolah tinggi hingga sukses. Saya juga menginginkan hal tersebut, saya juga menginginkan ketiga anak saya nantinya menjadi sukses dan memperoleh pendidikan tinggi, namun saya tidak bisa memenuhi kebutuhan pendidikan mereka karena himpitan keluarga, untuk makan saja kami terus bersyukur karena masih bisa makan dengan lauk seadanya. Lain lagi Irfan yang harus Sekolah Dasar. Saya dahulu juga hanya tamatan SMP, orang tua saya tidak mampu lagi memberikan pendidikan kepada saya karena saya mempunyai adik yang sangat banyak, walau saya tidak ingin menyamakan dengan Farrel. Saya fikir Farrel memaklumi hal tersebut karena dia sendiri mengerti dengan kondisi yang kami alami saat ini…”

Himpitan ekonomi yang dialami keluarganya, terkadang membuat Yusuf pasrah terhadap hidup yang mereka hadapi saat ini, Yusuf selalu bersyukur bahwa mereka sekeluarga dapat berkumpul dan makan sama setiap harinya dengan seadanya, kebersamaan yang seperti ini yang membuat saya mensyukuri hidup yang saya gelatin saat ini, saya merasa dapat berkumpul dengan anak dan istri saja sudah merupakan kebahagian, masalah kehidupan rumah tangga, seiring berjalan waktu semua akan terjalani dengan sendirinya, saya hanya akan terus bekerja menghasilkan uang selama badan saya masih sehat dan kuat.
Rumah dengan ukuran 5x7 tersebut merupakan istana bagi keluarga Yusuf, disinilah tempat mereka berteduh dari hujan, panas, tempat mereka berkumpul dan beristirahat, rumah kecil tersebut tampak menjadi surga kecil bagi keluarga ini. Sebenarnya rumah ini bukan menjadi milik Yusuf dan Eva, mereka hanya menumpang hidup di rumah tersebut, Yusuf harus membayar cicilan rumah tersebut kepada sang pemilik tanah, hal tersebutlah yang membuat Yusuf kerap di hinggapi rasa cemas mendalam, karena sewaktu-waktu rumah mereka bisa ditarik kapan saja, Yusuf tidak pernah berfikir akan menjual bengkel mereka, kala itu Yusuf juga telah mengumpulkan uang untuk membujuk tuan tanah agar mau menjualkan tanah yang sedikit iyu kepada mereka. Namun keadaan berkata lain, uang yang dikumpulkan Yusuf semua sudah dibuat melunasi hutang kelahiran Irfan.
“…Saya juga pak, terkadang takut dan gelisah terhadap tempat tinggal kami ini, sewaktu-waktu dapat di usir kapan pun, namun sebenarnya semenjak saya berada di rumah ini tidak pernah ada kejadian, karena kami pun memang membayar iuran rumah ini, istri saya juga sudah selalu mengingatkan saya untuk tidak cemas berlebihan, namun bagaimanapun saya pasti merasa sangat cemas karena jika sewaktu-waktu saya di usir, saya harus tinggal dimana, namun istri saya selalu menenangkan saya…”

Pendapatan Yusuf sehari-hari tidak menetap, tergantung banyak ikan yang di dapat saat melaut, terkadang juga jika suasana ombak kencang mereka berhenti, kemudian saat kapal tiba-tiba rusak dan tidak bisa di perbaiki, mereka juga harus berhenti mencari ikan. Pendapatan Yusuf sehari-harinya bisa dikisarkan Rp.200.000-350.000 paling banyak, terkadang bahkan di bawah Rp. 200.000. jika di totalkan Yusuf mendapat penghasilan perbulan sekitar Rp. 500.000 Uang sewa yang harus di berikan per/bulannya yaitu Rp. 75.000, Kemudian biaya Bensin untuk sekali melaut sekitar Rp.13.000 tak jarang Yusuf memberikan Rp. 20.000 kepada sang pemilik kapal penangkap ikan tersebut.
Tidak ada barang-barang berharga yang dimiliki keluarga Yusuf, hanya lampu yang menerangi rumah tersebut satu-satunya kepunyaan mereka. Rumah mereka dipenuhi oleh barang-barang seperti piring makan, gelas/cangkir dan lainnya, di karenakan keadaan rumah mereka sempit, sehingga semua terlihat menumpuk dan kotor, semua menyatu menjadi satu, dimana pakaian dan peralatan dapur dicampur menjadi satu, Eva hanya menyusun pakaian tersebut diatas satu kursi yang sudah tidak begitu bagus lagi, pakaian menjadi satu tumpukan di letakan diatas kursi tersebut, kemudian perlatan dapaur diletakan di sudut-sudut rumah tersebut, pemandangan yang sangat menyentuh hati ketika berkunjung kekediaman Yusuf, walau demikian Yusuf selalu berucap syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan.
Yusuf merupakan satu keluarga yang beruntung mendapatkan bantuan BLT dan Raskin dari pemerintah, terkadang seorang dermawan juga memberikan bantuan kepadanya saat sedang berkunjung ke daerah tersebut. Yusuf sangat mensyukuri hal tersebut dia merasa bahwa pemerintah membantu keberlangsungan hidupnya dan keluarganya. Raskin yang di dapatkan sangat membantu Yusuf dan Eva untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, BLT yang juga di dapatkan sangat membantu kehidupan mereka.
Beberapa orang yang pernah datang ke daerah Kampung Nelayan juga pernah memberikan pakaian bekas yang masih layak untuk digunakan, untuk pakaian sendiri, ketika lebaran datang mereka akan membeli pakaian untuk putri sulung mereka dan membelikan kepada Farrel, Yusuf dan Eva tidak terlalu mengambil pusing tentang pakaian dan perabotan rumah, karena untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, jika sudah terpenuhi maka mereka sudah bersyukur.
Eva yang juga mencari nafkah melalui kerja serabutan sebagai tukang cuci terkadang per harinya mendapatkan Rp 20.000-50.000. Jika dikumpulkan per bulan sekitar Rp 200.000, namun itu tidak berlangsung setiap hari, melainkan ketika ada orang yang menginginkan bantuan darinya karena Kampung Nelayan merupakan tempat bermukimnya penduduk kurang mampu, sehingga setiap keluarga bekerja sendiri tanpa mempekerjakan orang lain. Hanya saja ada beberapa diantara mereka yang kehidupan ekonominya lumayan baik, sehingga terkadang membutuhkan tukang cuci, saat seperti inilah Eva datang sebagai tukang cuci serabutan.
“…lumayan pak hasil uangnya bisa di tabung sedikit-sedikit untuk bantu Amanda beli perahu kecil, namun ya terkadang kepakai juga untuk membeli kebutuhan lain, apalagi sekarang semua harga kebutuhan pokok naik tinggi, enggak ada yang murah lagi, semua harga makanan naik, jadi kalau udah tidak ada pilihan, saya memgambil tabungan saya untuk memenuhi kebutuhan makan, kebutuhan sekolah Irfan, terkadang Farrel juga mau minta uang, begitulah, sempat enggak sempat kena tabung, sudah di tabung, diambil lagi…”

Presentase pendapatan Yusuf dan Eva dengan pengeluaran yang dikeluarkan mereka setiap harinya, sebenarnya mengalami kekurangan, tidak ada pilihan lain, terkadang jika sudah mendesak mereka harus meminjam kepada tetangga. Pengeluaran untuk makan sehari-hari juga sangat mahal, apabila Eva mendapatkan raskin, itu membantu mereka untuk kebutuhan beras, Eva tidak lagi pusing memikirkan bagaimana harus membagi uang utnuk membeli beras, kebutuhan harga sayur dan lain sebagainya juga sangat meningkat tajam, seperti cabai, bawang dan tomat yang siklus harganya tidak stabil terkadang melambung tinggi, terkadang sedang dan terkadang murah.
Apabila Yusuf melaut ada sebagaian ikan yang tidak terjual dan itu di bawa mereka pulang , maka Eva yang akan mengolah ikan tersebut menjadi lauk untuk santapan sarapan mereka, namun tak jarang hal seperti itu terjadi, karena Yusuf tidak terlalu banyak mendapatkan ikan saat melaut, dan juga melaut tidak setiap hari. Apabila saat tidak melaut Yusuf membantu-bantu nelayan yang baru saja pulang melaut di TPI, upah yang di dapat juga tidak menetap terkadang hanya di beri gaji Rp.10.000 paling banyak Rp.25.000 dan terkadang Yusuf hanya di beri upah ikan seadanya.Hal tersebut tidak menurunkan semangat Yusuf dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Yusuf merupakan laki-laki sekaligus ayah dan kepala keluarga yang giat bekerja, namun Yusuf sering sakit apabila terlalu lama bekerja dan tidak istirahat.
Beban ekonomi serta keadaan ekonomi yang masih harus di pikul Yusuf membuat dia tidak begitu sehat lagi, badan yang dulu sehat bugar kini tidak seperti dulu lagi, sama halnya dengan Eva, badan yang kurus membuat Eva seakan tanpak tidak berdaya, walau demikian Eva dan Yusuf berusa sekeras mungkin agar mereka jangan jatuh sakit, berbagai penyakit ringan mulai menghampiri Yusuf, seperti sering mengeluh sakit pada pundak, badan, demam, migran, ngilu pada tulang dan sebagainya. Namun Eva mensiasatinya dengan membeli obat penghilang rasa sakit yang berada di warung-warung terdekat.