Serba-serbi kekesalahan

in #indonesia6 years ago

PLN amat haramzadah; mati lampu. Kenaikan iuran tidak ditunjang dengan layanan yang manusiawi. Selain itu, saat saldo sudah menipis, mesin sialan itu meraung-raung. Tiap saat perusahaan ini mengeluh kerugian, anehnya rugi setiap tahun, namun tidak pernah bangkrut. Saya rasa segala sesuatu menyangkut hajat hidup banyak orang mesti dikuasai oleh negara adalah pembodohan massal. Jika listrik dipegang oleh swasta, tentu akan ada

Sulit sekali meninggalkan kebiasaan merokok, padahal jika tidak merokok, aku tidak bakalan punya hutang lagi. Aku hanya bisa menuranginya saja, biasanya sehari habis dua bungkus, sekarang dalam dua hari terkadang hanya menghabiskan paling banyak delapan batang. Merokok manakala sudah sangat benar-benar ingin merokok akan membuat sangat nikmat. Nikmat air putih saat diminum ketika benar-benar sudah sangat haus.

Sial, padahal aku selalu beli, malah selalu dibilang bonus. Setelah beli, operator mengirim SMS yang isinya mengucapkan selamat sekaligus memberitahu bahwa aku mendapatkan bonus. Pembodohan publik, bonus haramzadah. Bonus, gratis dan free itu semuanya kosa kata Inggris, yang artinya tidak dikenakan biasa satu sen pun. Telkomsel memang sering haramzadah. Mari para pelanggan setia kita buat petisi atau laporkan ini kepada yayasan sapi laut atau lembaga bantuan hukum. Pembodohan haramzadah ini sudah merajalela sejak lama.

Dulu aku menjadi saksi di TPS no. 30 untuk Partai Jingga, paslon dokter hewan dan Nova. Makan siang diantar lebih awal, menunya ikan tongkol, ditertawakan hebat oleh mereka begitu melihat ikan tongkol. Mereka bersorak "woë, woë aju." Aku juga ikut bersorak demikian. Sementara saksi Partai Merah menunya ayam. Itulah demokrasi walau beda warna periuk belanga dan menu makan, tetap meriah dalam canda bhinneka tunggal ika.

Surga, apa itu surga? Yang terlintas di kepala saya adalah surga Adam atau taman Eden versi Injil. Beda umur, tentu beda cara memahami surga. Saat saya masih kecil, jika saya tidak nakal, saya diberi gulali oleh kakek, rasanya manis sekali, terasa surga. Jika nakal saya dicubit, rasanya seperti di neraka. Ini kesan perdana saya mengenai surga dan neraka. Pemahaman ini seiring bertambah usia, rupanya ikut berevolusi, saya rasa saya tidak bisa memperdetil lagi lebih jauh, saya butuh ruang khusus untuk hal ini, lagi pula pemahaman saya tentang ini bisa saja keliru. Ada kalanya manusia itu miskin, lantas ia berdoa kepada Allah supaya ia menjadi orang kaya. Adakalanya juga Allah mengabulkan doanya dengan mematikannya agar ia keluar dari kemiskinan. Dalam pemahaman sufi, 'mati' dan 'miskin' itu beda. Adakalanya juga di dalam sufi, hujan dipahami sebagai ilmu, langit sebagai alam kesadaran(akal) dan bumi sebagai manusia, sementara gunung adalah egonya manusia. Di lain tempat ilmu mengenal Allah diumpamakan sebagai kilat atau petir yang menyambar bumi(manusia). Sehingga Salwa dan Malwa tidak selalu mesti dipahami sebagai dua jenis makanan dari surga, tetapi sebagai ilmu dari Allah. Lalu bani Isarail disambar petir, maka matilah mereka, barang siapa mengenal dirinya, ia pasti mengenal Rabb-nya. Lantas untuk mengenal diri sendiri, kita harus mati sebelum ajal tiba, ini dinamakan kefanaan; fanatillah.

Statistik memaparkan bahwa jika pada usia 30 kita belum menikah, maka kita baru akan menikah pada usia 34, 35, 36 bahkan 40. Katakanlah usia saya misalnya 32(saya menduga bahwa saya masih 23), kemungkinan besar saya akan menikah pada angka 35. Urusan rumah tangga atau wanita sebenarnya gampang saja, filosofinya begini: "pruët beu troë, pukoë beu arat." Jika dua hal ini berhasil diaplikasikan dengan baik, maka hubungan akan bertahan hingga kematian menjemput. Jangan menganggap kata-kata itu lucah dan kotor, itu realitas kehidupan(al haqq wal hayat)

Nota:

Pruët = stomach
Beu = be
Troë = having eaten enough(full)
Pukoë = Vaginna(fuck)
Arat = the tide is high(tight)