Kesenangan-kesenangan Menjelang Sahur

in #writing6 years ago (edited)

Apalagi kesenangan paling dinanti dimalam-malam ramadhan bagi segerombolan remaja tanggung selain izin keluar rumah sampai sahur. Tadarus selalu menjadi alasan. Walau kadang sering tak singgah ke mushalla kampung, tempat dimana tadarus hingga waktu sahur dilakukan.


image
Source


Sebagian waktu malam puasa habis di tambak. Mencari kepiting bangka, sesekali singgah ke kebun semangka. Sebagian yang lain yang punya jaring tangkap, mencari burung-burung malam untuk disantap dengan mie. Rangkubee, burukiek, mirah pupok adalah jenis-jenis burung yang pada malam sering bersarang di hutan bakau sepanjang sungai dikampungku.

Setelah rutinitas itu, semua akan kembali berkumpul ke meunasah kampung. Mengambil antrian, menabuh bedug tanda waktu sahur telah tiba. Menabuh bedug adalah kesenangan tersendiri dimalam puasa. Tak semua kami mendapat kesenangan itu. Hanya mereka-mereka yang 'raya boh sapai' selalu mendapatkan kesempatan.


image
Source


Orang-orang kerempeng semeter tak sampai seperti ku jarang sekali mendapatkan kesempatan itu. Sesekali jika mereka yang raya boh sapai itu tak datang, itulah waktu bagi orang sepertiku mendapat jatah. Itupun harus naik ke kursi agar dapat menjangkau saat menabuh bedug itu.

Bedug tanda waktu sahur biasanya ditabuh sejak jam 3 dini hari hingga jam 4 pagi. Sambung menyambung. Saat itu, tak ada rice cooker seperti sekarang, maka membangunkan warga sejak jam 3 pagi adalah waktu ideal. Memiliki waktu lebih luang untuk memasak nasi dan menu sahur lainnya.

Menabuh bedug juga memberikan efek lain selain kesenangan bagi si penabuh. Selain menambah napsu makan kadang hingga 2 atau bahkan 3 kali lipat, juga akan membuat si penabuh langsung pulas tertidur setelah subuh hingga menjelang azan zuhur atau bahkan hingga waktu asar jika tak ada yang membangunkannya.


image
Source


Menjelang penghujung tahun sembilan puluhan, sirine datang mengisi ruang meunasah dikampungku. Bedug tak digunakan lagi. Membangunkan orang-orang untuk menyantap sahur tak lagi di dominasi oleh mereka-mereka yang raya boh sapai. Anak kecil pun bisa melakukannya. Hanya menekan tombol, sirine pun akan meraung lengking.

Membunyikannya pun tak dilakukan hingga satu jam lagi seperti menabuh bedug. Lima menit sudah cukup membangunkan orang seisi kampung. Bahkan sapi-sapi pun shock mendengarkannya. Tak ada antrian remaja-remaja raya boh sapai lagi. Kesenangan-kesenangan kami menjelang sahur pun mulai berkurang kala itu.