You are viewing a single comment's thread from:

RE: Kriteria Pengemis Dan Kemiskinan

in #life5 years ago

Setuju pak, itu konteksnya fokus mendorong orang agar tidak miskin materi, tanpa memahami karakteristik/prilaku bangsa ini sepertinya tidak akan pernah menjumpai titik temunya, justru terbalik-balik, seharusnya itu solusi malah dianggap masalah, seharusnya itu masalah malah dijadikan solusi. Kita terlalu minder dengan jati diri kita sendiri. Kita terlalu bangga pakai hal-hal impor terutama dari barat. Terserah orang barat mensikapi kemiskinan seperti apa, mungkin orang barat menganggap kemiskinan merupakan masalah serius bagi mereka (mungkin takut terjadi refolusi atau apa gitu) belum tentu orang-orang kita (secara makro) mensikapi keadaan itu seperti orang barat, kita berbeda dengan mereka. Mental bangsa kita tangguh, susah justru malah terpingkal-pingkal (bukan gila), tertangkap kpk aja mereka semakin percaya diri, makin murah senyum dan malah sering pakai atribut religius. Bangsa kita master untuk urusan psikologi dirinya. Selama ini makna miskin sudah direbut oleh wilayah ekonomi/industri, padahal makna miskin tidak hanya urusan ekonomi/industri. Lebih-lebih makna sukses, sudah benar-benar dikuasai wilayah ekonomi/industri, orang yang dianggap sukses kebanyakan arahnya adalah orang yang memiliki kemampuan/terpenuhi dengan baik kebutuhan finansialnya. Belum lagi kita kurang tepat memaknai profesi, misal guru, dokter, wakil rakyat, ASN, polisi, tentara, pejabat (menteri, bupati,wali kota, dll) semuanya dianggap profesi padahal itu bukan, tapi bentuk pengabdian, sangat tidak pantas wilayah kesehatan, pendidikan, agama, budaya, dan pemerintahan yang mana si orang yang menjabatnya dianggap profesi, itu semua bentuk pengabdian, ujung-ujungnya semuanya berjalan di jalur industri/bisnis/ekonomi, kalau perusahaan/proyek/pabrik itu tidak masalah, lha wilayah yang disebutkan tadi bukan untuk cari untung, tapi ranah pengabdian. Inilah permasalahan krusial yang kita hadapi, mainset. Kita terlalu dangkal melihat keberhasilan/kemajuan, hanya melihat infrastruktur yang maju, kita menilai itu parameter kesejahteraan yang paling valid, padahal dalamnya banyak yang kropos dan banyak terjadi ketidak adilan. Saya rasa pendidikan perlu direview lagi, pendidikan moderen jarang mengarahkan orang mengerti dirinya, sekarang pendidikan moderen menyuruh kita melakukan hal yang sama agar menjadi orang sama, semua disuruh menjadi orang kaya/sukses/terkenal/pemimpin/pendidik/pejabat, kan mestinya ada verifikasinya, bukan berarti melarang menjadi orang kaya dan seterusnya itu, itu bagus sebagai pendorong meraih cita-cita, ini hanya menggugah kesadaran saja. Banyak contohnya kengawuran-kengawuran mewujudkan ambisi kaya, terkenal, berkuasa tanpa memperhitungkan dampak kerugian bagi orang lain bahkan dirinya sendiri.

Tapi tidak masalah pak, itu hanya pendapat saya, lagian saya belum tentu sanggup membenahi hal-hal itu, saya cuma komentator sepak bola. Yang penting jangan miskin hati, itu kata-kata pamungkas bapak yang sangat luar biasa pak.

Sort:  

Terimakasih sudah membaca. Komentar anda juga sangat membangun, harapan kita semua, semoga masalah kemiskinan d negeri ini lenyap, dan berganti dengan kemakmuran.